suka nggak sama Abang?

4.8K 467 20
                                    

Ara tahu, kehidupannya sudah berbeda semenjak anak pak Darma mempersunting dirinya. Bukan hanya tentang malamnya yang harus berbagi selimut yang sama hingga saling membuka kancing baju masing-masing, atau saling merobek jika batas kesabaran keduanya tidak dalam jangkauan. Namun, hari-hari yang dilewati selama dua minggu pasca pernikahan perlahan berubah.

Ada kesibukan yang membuntuti Ara, jika pagi menyapa. Kalau bukan bikin sarapan, ya bikin keturunan. Lain pula kalau siang. Banyu akan menghampirinya ke konter, dan menyuruh anak buah Ara pulang. Setelah itu, konter akan ditutup dan pasti dibuka besok pagi.

Alangkah anehnya hidup Ara sekarang.

Siang ini, dirinya kedatangan sang suami. Lagi. Seperti biasa, laki-laki itu membawa 4 bungkus nasi padang, tanpa perkedel.

Anehnya, Banyu tidak menyuruh Amir dan Febri pulang. Laki-laki itu mengajak pegawai Ara ke bangku panjang yang terletak di samping meja kerja Ara.

"Abang sehat?" Ara yang dari tadi merasa aneh dengan sikap Banyu lantas bertanya. 

"Alhamdulillah."

Amir tertawa mendengar jawaban Banyu. Tidak lama, ia mencibir suami bos-nya itu.

"Nggak usah di depan jomblo juga, Bang!"

Sebenarnya Ara juga risih dengan kelakuan Banyu. Meski terbilang wajar sih.

Banyu sendiri tidak mengambil pusing ucapan anak buahnya. Dengan telaten ia membenarkan letak syal yang mengalung di leher Ara.

"Selesai. Makanya pakai jilbab. Biar ketutup."

Tidak mau kalah, Ara membalas ucapan Banyu.

"Abang juga. Kalau mau legalisir jangan di situ terus."

Maha dahsyat memang mulut istrinya. Tak dibiarkan kalimat Banyu menjadi nasehat. 

"Dosa ngelarang suami. Mau ngapain juga udah halal."

"Tahu Abang! Kan Ara cuma nyaranin. Nggak mesti di leher juga. Paha kan bagus."

Interaksi keduanya disimak baik oleh dua jomblo yang menganga. Antara malu dan miris melihat bos dan suaminya.

"Kalau paha, kamu juga yang kewalahan. Geli katamu."

Ara jengkel dituduh seperti itu oleh Banyu. Siapa yang kewalahan? Ada juga Banyu yang minta stop padahal belum sampai puncak ketiga kalinya.

"Abang nyindir diri sendiri?"

"Nyindir apanya? Kan kamu yang bilang. Tangan Abang kasar, Adek geli Bang."

"Astaghfirullah!!!"

Dua pasang mata yang sedang beradu beralih menatap Febri.

"Lo kenapa?"

"Kalian yang kenapa? Benar-benar dah mau kiamat. Telinga gue nggak perawan lagi, tahu!"

Setengah malu, Febri melenggang ke kamar Ara setelah membalas ucapan Ara. Tak lupa ia mengambil nasi bungkus jatahnya.

"Lo gimana? Oya gue lupa. Lo kan nggak perjaka lagi!"

"Setan," maki Amir. 

Laki-laki itu mengambil nasi dan membuka bungkusnya di depan pengantin baru itu.

"Febri kenapa di kamar?"

Ara mengendikkan bahunya. "Abang mau makan di mana?"

"Di sini aja." Banyu duduk di samping Amir. "Geser, Mir."

Ara menyiapkan segelas air untuk Banyu dan dirinya sebelum menyantap makan siang mereka. Apa yang dilakukan Ara tidak luput dari perhatian Amir.

Baru kali ini ia melihat atasannya melakukan hal kecil namun menyentuh hati.

Ranjang TetanggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang