Part 1

172 26 20
                                    

'Kring ... kring ....'

Tangan Afizah terulur mematikan alarm di atas meja nakas. Kedua netranya mengerjab beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk menyilaukan matanya, pandangannya tertuju pada jam di dinding.

"Setengah tujuh"

Afizah terdiam sebentar mencerna apa yang dia ucapkan,

"Gawat udah siang, bisa bisa kena hukuman, bu Rani!" ucap Afizah, lalu bangkit meraih handuk yang tergantung di belakang pintu.

Sepuluh menit Afizah sudah rapi mengenakan seragam putih abu abu nya, tidak lupa meyematkan bros kecil di hijab segitiganya di sebelah kiri.

"Pas...."

________________

Suara langkah terburu buru dari kamar Afizah, siapa lagi kalau bukan Afizah pelakunya. Dengan buru buru Afizah menyambar susu putih yang disediakan bundanya di atas meja,

"Pelan pelan minumnya, Zah"

"Nggak sempat bun, Fizah udah telat"

"Makanya habis shalat jangan tidur, nanti kebiasaan" ucap bu Yana di sela sela mencuci peralatan dapur.

"Fizah lupa bun, ya udah Fizah berangkat dulu," pamit Afizah meraih tangan bundanya,

"Assalamualaikum"

"Wa'alaikumussalam hati hati nak" jawab bu Yana.

POV_ Afizah

Lagi dan lagi Aku harus di hidangkan hukuman hari ini, bu Rani sungguh tidak menerima alasan apapun bagi siswa yang terlambat, dan akhirnya disinilah aku berada, menjalani hukuman yang ke empat kalinya sudah kulakukan 'Membersihkan Toilet'

"Fiuh...lelah sekali" gumam ku setelah selesai mengepel lantai.

"Fizah....!" teriak seseorang memanggil ku, setelah dekat ternyata Nira sahabatku,

"Nira, ada apa?"

"Nih minum, pasti capek kan?" Ucapnya menyodorkan sebotol air mineral.

"Makasih, Ra" ucap ku meneguk air itu hingga setengah.

"Telat lagi?"

"Iya"

"Jangan sampai sahabatku ini berteman dengan hukuman, ya Allah" kata Nira

"Enak aja, Aku tuh udah ada perubahan"

"Berubah dari mana, Buktinya tadi kena hukuman?" sergahnya

"Kemarin telat sepuluh menit, hari ini cuma lima menit, tau!" ucapku bangga, karena itu sebuah usaha yang patut di hargai.

"Dasar...bukan begitu Zah" ucapnya menyentil kening ku

"Aww..sakit, Ra!" ringisku mengusap kening,

"Hehe... maaf, Refleks" ucapnya cengir kuda.

______________

Pulang dari sekolah rasa kantuk menyerang tiba tiba, di tambah tubuh seperti meminta di istirahatkan.

"Aku harus kerja gak boleh tidur" ucapku lalu bergegas mandi.

Sepuluh menit sudah siap, aku pamit dan berangkat ke supermarket tempat dimana aku bekerja sekarang. Pekerjaanku sementara ini menggantikan mba Risa yang pulang kampung menjenguk keluarganya. Kehidupan keluargaku berubah sejak ayah meninggalkan kami. Bang Fariz lah yang menggantikan pekerjaan Ayah di perusahaan tempatnya bekerja dulu. Ayahku adalah korban tabrak lari, sampai detik ini aku berjanji akan mencari tahu siapa pelaku pembunuh Ayahku.

"Neng... neng melamun ya?" Tanya seorang ibu-ibu yang melihatku mematung di depan rak bumbu dapur.

"Nggak ko bu, cuma lagi mikir" elaku

"Oh... lagi mikir toh"

Saat berbalik tak sengaja aku menabrak seseorang, sontak aku mundur beberapa langkah.

"Maaf Tuan saya tidak sengaja"
Ucapku menunduk.

Pemuda di hadapan ku hanya menatap sekilas lalu berjalan mendahului ku, tangannya memperbaiki letak kaca matanya tanpa menghiraukan ucapan ku. Sedangkan tangan satunya ia masukan dalam saku celananya.

"Datar banget" gumam ku pelan,

"Bilang apa?" Sontak aku berbalik mendapati orang itu menatapku.

Dia mendengarnya, duh itu telinga tajam banget.

"Ti...tidak Tuan" kakiku terasa lemas melihat matanya menatap tajam ke arahku, buru buru ku tundukkan pandangan menatap lantai di bawah.

"Mati kau Fizah!" batinku, tak lama orang itu sudah pergi, syukurlah akhirnya aku bisa bernapas dengan lega.

"Tunggu, orang itu seperti tidak asing lagi, sepertinya aku pernah bertemu dengannya, dimana?"

Aku tidak mengambil pusing sosok pemuda yang tak sengaja ku tabrak itu, dan melanjutkan pekerjaan ku yang sempat tertunda.

***

"Fizah kan?" Aku menoleh mendengar seseorang menyebut namaku, ternyata dia kak Hisyam teman bang Fariz.

"Iya, eh... kak Hisyam, kok disini sejak kapan?" Tanyaku saat keluar dari toko

"Barusan sampai, jadi mampir dulu disini" jawab kak Hisyam dengan tersenyum menampakkan gigi putihnya.

"Bang Fariz ikut?" Tanyaku lagi berharap bang Fariz pulang, aku dan bunda sangat rindu dengannya,

"Enggak, masih banyak yang harus Fariz lakukan, jadi sementara ini belum bisa datang"

Sudah ku duga bang Fariz memang belum bisa pulang, jadi aku tidak terkejut saat mendengar kabarnya. Sudah tujuh bulan yang lalu bang Fariz pergi tapi selama ini bang Fariz mengirimkan uang untuk bunda dan keperluan sekolahku.

"Oh, kalau begitu Fizah duluan ya, kak" ucapku berbalik

"Mau kakak antar?" Tawarnya

"Tidak usah, kak. Rumah Fizah deket kok" tolak ku, bunda bilang tidak boleh seorang gadis berduaan dengan laki-laki yang bukan mahramnya, walau kak Hisyam itu berniat baik.

"Oh iya tidak apa apa, kalau begitu kakak duluan ya?" Ucapnya lalu masuk ke dalam mobil, perlahan mobil itu menjauh dan menghilang di persimpangan jalan, aku bergegas pulang sebelum maghrib tiba.

.
.
.
.
.
.
TBC

Baru pemula mohon krisannya

Izinkan Bumi Menyapa LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang