Part 2 Pertemuan kembali

142 19 21
                                    

Aku baru sampai di rumah sebelum adzan maghrib berkumandang, kebiasaan ku sengaja memperlambat jalan hanya ingin menikmati semilir angin sore. Sudah sebulan aku bekerja sementara menggantikan mba Risa, katanya dia akan kembali tiga hari lagi. Tapi hari itu juga aku mendapat tawaran pekerjaan dari restoran yang cukup terkenal di kota ini. Jadi aku sudah tidak repot lagi harus sana sini melamar pekerjaan. Apapun pekerjaan yang nanti ku dapat itu tidak masalah asalkan halal, iya kan?

"Assalamualaikum" ucap ku membuka pintu, kulihat lampu belum dinyalakan.

"Tidak biasanya rumah gelap begini, mungkin bunda pergi dan belum pulang"

Belum sempat aku menutup pintu tiba tiba lampu menyala dan...

"Kejutan"

Aku hanya mematung melihat seseorang di samping bunda, tanganku yang memegang plastik berisi es krim sudah tidak ku hiraukan tergeletak di lantai.

"Abaaang"

teriak ku berlari memeluk abang satu satu ku itu yang sudah membuka lebar kedua tangannya ingin memeluk ku.

"Huwaa abang jahat, katanya belum pulang" ucapku memeluk bang Fariz, tangannya tak lepas mengelus kepalaku yang tertutup hijab.

"Jadi nggak seneng nih abang pulang" wajahnya pura pura ngambek,

"Nggaklah bang, Fizah sama bunda itu udah kangen banget tau" ucapku melipat kedua tangan.

"Ini rencana abang biar kejutan" aku hanya ber oh riah mendengar penuturan bang Fariz.

"Ya sudah, sana Fizah mandi dulu habis itu kita makan" ucap bunda menengahi

"Pantesan tadi kayak ada bau acem" tutur bang Fariz menahan tawa melihat raut wajahku.

Aku refleks mengendus badan ku sendiri memastikan ucapan bang Fariz, apa bener aku bau.
Tapi moso harum begini di bilang bau acem, aneh.

"Harum kok ndak bau acem, Fizah Nda bau abang kali yang bau, harum begini Fizah di bilang bau" ucapku mengerucutkan bibir kesal.

Bunda hanya geleng gelang kepala menyaksikan aku dan bang Fariz seperti anak kecil saja.

"Hehehe iya Fizah Nda bau, abang cuma bercanda ndak usah manyun begitu" tangannya menyentil kening ku, sudah kebiasaan bang Fariz dari dulu suka menyentil jidat ku yang lebar ini. Tapi tetap saja sakit,

"Bang Fariz nakal bun" aduku

"Dasar tukang ngadu" cibirnya

"Biarin wleee" balas ku menjulurkan lidah

"Sudah sudah sekarang Fizah mandi nanti setelah shalat kita makan" ulang bunda kembali

***

Selepas shalat rasanya seperti ada yang mengganjal, entah apa tapi ya sudah aku tidak peduli. Soal tawaran bekerja di restoran itu aku belum memberi tahukan bunda, aku harus berterima kasih dengan Nira yang sudah membantu ku selama ini, berkat dia aku bisa mendapatkan pekerjaan tambahan. Katanya restoran itu baru saja memecat salah satu karyawannya, entah apa yang terjadi tapi kasihan juga.

Sudah beberapa hari ini bunda melarang ku bekerja paruh waktu bukan hanya bunda, bang Fariz juga melarang. Takutnya aku tidak bisa membagi waktu, tapi buktinya sudah sebulan ini aku bekerja tidak mengganggu konsentrasiku belajar, yang jadi masalah aku selalu terlambat bangun hingga satu kelasku saja memanggilku si ratu telat, hanya orang yang tidak menyukaiku yang memanggil seperti itu. Awalnya aku tidak terima tapi lama kelamaan aku sadar diri memang benar yang di katakannya, iya kan?

Izinkan Bumi Menyapa LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang