Part 4

125 15 3
                                    

Hanya sebentar setelah berbicara dengan Hisyam Aku memutuskan pulang setelah  meninggalkannya masuk kedalam supermarket. Dari tadi papa menelpon katanya ingin mengatakan sesuatu, mungkin itu sangat penting. Jalanan semakin padat dengan kendaraan yang lalu lalang, aku sedikit ngebut agar tidak terjebak macet. Kulirik jam di pergelangan tangan sebentar lagi adzan maghrib.

Tak lama suara adzan menggema di penjuru kota, aku mampir dulu di masjid terdekat untuk menunaikan shalat magrib.

"Ada apa, Pa?" Tanyaku setelah mengucapkan salam lalu menghempaskan tubuh di sofa berhadapan dengan papa. Tangannya terhenti membolak balik kan halaman berkas yang sedikit berantakan di atas meja.

Pria yang menjadi panutan ku itu menatap  singkat lalu menghembuskan napas sebelum membuka suara. Wajahnya terlihat tegas dan berwibawa walau usianya sudah separuh abad.

"Apa rencanamu kedepan?" Tanya papa

Aku sedikit menghela nafas lalu mengambil keputusan yang sudah tiga hari ini aku persiapkan. "Aku akan tetap mengurus perusahaan yang Aku bangun sendiri, Pa."

Papa tersenyum mendengar keputusanku "Bagus, papa senang dengan keputusanmu, tapi jangan sampai kamu lalai dengan perusahaan keluarga, sebentar lagi kamu yang akan mengurusnya." Ucap papa menyeruput teh lalu beralih membuka beberapa dokumen yang tergeletak di atas meja.

"In syaa Allah, Althaf yakin mampu mengurus keduanya, Pa."

Mengingat setahun yang lalu, perusahaan yang papa kelola kecolongan akibat dari oknum oknum yang memanipulasi data keuangan  perusahaan. Aku dan papa menyimpulkan jika selama ini ada orang dalam yang diam diam berkhianat di belakang kami. Salah satu karyawan papa berhasil  mengembalikan semua data yang hilang itu. Tapi di balik kejadian itu, papa kehilangan Pak Akbar, orang yang menyelamatkan perusahaan.

Hanya dia yg tau siapa dalang semua di balik kekacauan itu. Pak Akbar telah di kabarkan meninggal, aku sendiri kaget setelah mendengar kabar itu, papa bilang Pak Akbar mengalami kecelakaan empat belas hari setelah aku tersadar dari koma. Aku kembali mengingat sebuah kejadian...aku juga megalami kecelakaan tepat di hari Pak akbar kecelakaan.

"Itu artinya..."

"Apa aku yang melakukannya?"

Kejadian itu terus terngiang di kepalaku, apa mungkin kecelakaan itu ada kaitannya dengan Pak akbar. Sejauh ini aku diam diam menyelidiki kasus kecelakan itu dengan Hisyam, tapi sampai detik ini tidak ada titik terang yang mengarah dari kasus itu. Menurut orang orang yang tinggal di sekitar setelah melihat rekaman di cctv hanya ada sebuah mobil hitam yang terseret lumayan jauh dari kecelakaan dan itu benar karena di dalam mobil yang terseret itu adalah aku.

Aku tersentak dari lamunan panjang setelah papa menepuk pelan bahuku. "Ada masalah? Apa terjadi sesuatu di kantor?" Papa menatap curiga.

"Tidak ada, Pa. Akhir akhir ini Althaf sibuk sekali" elaku, sebelum papa bertanya lagi mama berseru dari dapur,

"Makan malam sudah siap" mama berjalan dari dapur menghampiri kami di susul Nira yang mengekor di belakang mama.

"Kak, lusa teman Nira sudah bisa bekerja di restoran?" Aku mengangguk beralih menatap adik perempuanku itu terlihat bahagia setelah ku angguki pertanyaanya. Dua hari yang lalu Nira pernah membujuk agar mempekerjakan temannya itu di restoran.

"Temanmu itu masih sekolah, Ra?" Nira mengangguk menjawab pertanyaan papa, "dia teman sekelas Nira, Pa. Bukan hanya teman lebih dari teman dia sahabatnya Nira" terang Nira panjang lebar, Papa hanya mengangguk lalu melanjutkan menghabiskan makanan.

Hening hanya dentingan sendok yang beradu. "Ra, nanti mau mengambil jurusan apa setelah lulus?" Mama membuka suara, memecahkan keheningan, "rencananya Nira mau mengambil jurusan kedokteran, ma"

Izinkan Bumi Menyapa LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang