Keempat-dr.Rafli

1 0 0
                                    

“Mi... perutku sakit banget...” teriak Dera yang masih berada di atas kasurnya. Ia memegangi perutnya.

Mami yang mendengar teriakan Dera langsung masuk ke kamar.

“Kenapa lagi? Makan pedes? Atau telat makan?”

“Mi, aku izin dulu ya hari ini.”

“Ya terserah kamu. Udah ayo makan dulu, nanti kita ke rumah sakit.”

“Sakit Mi...” Rengek Dera.

“Udah tau sakit, makannya gak dijaga.” Omel Mami sambil mengoleskan minyak kayu putih ke perut putrinya. Dera hanya meringis.

“Sebentar mami ambilkan air hangat dulu.”

Dera langsung meminta izin ke pihak sekolah dengan alasan sakit dan surat akan disampaikan menyusul. Tak lama kemudian Mami kembali dengan membawakan air putih hangat dan semangkuk bubur ayam.

“Mami bisa sulap ya?”

“Apaan si kamu ngaco ah...”

“Abisnya baru turun sebentar udah bawa bubur ayam aja. Apa Mami tau kalau aku bakal sakit jadi udah nyiapin bubur?”

“Makin ngaco kamu ah, tadi ada tukang bubur lewat ya Mami beli lah, Agam juga pengen buryam katanya. Lagian kamu sakit-sakit masih aja bawel. Aaa...” kata Mami sambil menyuapi putrinya.

“Gak mau ah Mi, benyek ihhh...”

“Mau sembuh gak?”

“Iya deh...” sahut Dera sambil melahap bubur ayamnya.

“Nanti ke rumah sakit kakak aja ya, biar ada yang anter-jemput.”

“Emang Kak Sita jaga pagi?”

“Biasanya si kalau Rabu iya. Nanti Mami telfon dulu. Nih makan sendiri buburnya.” Kata Mami sambil menyerahkan mangkuk buburnya. Kemudian ia keluar kamar.

“Hhhh... malah ditinggalin. Males makan ah.” Dera meletakan mangkuk buburnya ke nakas samping tempat tidurnya. Ia kembali meringkuk menahan sakit.

Setelah menelephone anak sulungnya, mempersiapkan bekal Agam dan suaminya, serta mengantar mereka berangkat sekolah dan kantor, Mami kembali masuk kamar Dera. Dilihatnya anaknya yang masih meringkuk dan mangkuk bubur yang masih penuh.

“Ya Allah Dera...Dera buburnya gak kamu makan?”

“Males ah Mi...”

“Mami udah telephone Kak Sita tadi, katanya Kak Sita bisa jemput kamu. Nanti kamu pulang naik taksi online aja ya. Sana mandi 30 menit lagi Kak Sita jemput.”

“Dingin Mi...”

“Ya udah yang penting cuci muka sama gosok gigi. Ayo buruan, gak enak sama Kak Rama kalau nungguin kamu yang lelet.”

“Iya Mi ah bawel, tau anaknya sakit juga.”

dddd

Dera melangkah malas menahan sakit di perutnya. Perpaduan bau obat-obatan dan pembersih lantai membuat perutnya semakin mual.

“Harus jalan berapa lama lagi si Kak?”

“Bentar lagi De, sabar dong.”

“Sakit tahu.”

“Nah itu ruangannya.”

"Ruang poli umum". Tertulis jelas keterangan di atas pintu ruangan. Para pasien yang didominasi ibu-ibu nampak sudah memenuhi kursi tunggu, bahkan ada yang berdiri. Dera nampak semakin lemas jika harus mengantri sebanyak itu.

“Tenang De, Kak Sita udah pesen nomor ke temen kakak yang lagi ngeshift di sini.”

Dera menghembuskan napas lega. Kak Sita meninggalkannya. Dera melihat seorang ibu dengan anak dalam gendongannya yang nampak lemas keluar dari ruang dokter, tapi kenapa wajah ibunya nampak berseri-seri? Apakah ia mendapat kabar baik dengan keadaan anaknya yang seperti itu? Dera hendak duduk di salah satu kursi yang kebetulan penggunanya baru saja dipanggil untuk masuk ke ruang dokter.

“Bu, saya sudah tidak sabar melihat  wajah bening nan menenangkannya.”

“Iya bu, rasanya saya rela jika harus sakit-sakitan asalkan dokternya si tampan itu.”

“Hushhh... si ibu tidak boleh begitu.”

“Eh tapi ngomong-ngomong dokter Rafli itu masih single kan ya?”

“Denger-denger si iya. Andai saja saya punya anak perempuan, sudah saya jodohkan dia dengan anak perempuan saya.”

“Saya punya anak perempuan. Tapi baru 5 tahun.”

“Yahhh si ibu.”

Dera nampak bingung dengan bisik-bisik yang makin keras dari ibu-ibu yang ada di dekatnya. Dokter Rafli?

“Bentar lagi De.” Kata Sita tak tega melihat wajah pucat adiknya.

“Kak, dokter Rafli itu siapa si?”

“Hmmm... nanti juga kamu kenal.”

“Ta...”

Dera Dansi Darmawan

Dera tak melanjutkan pertanyaannya ketika seorang perawat memanggil namanya. Dia segera masuk ke ruang dokter. Aroma woody citrus langsung memenuhi hidung mungil Dera. Aroma maskulin yang sangat kontras dengan aroma sepanjang koridor rumah sakit. Seorang dokter muda nampak sedang menulis sesuatu, kemudian tersenyum hangat ketika mendengar langkah pasien menghampirinya.

“Oh my good...” batin Dera.

“Kamu adiknya Kak Sita ya?” Tanyanya sambil tersenyum. Lesung pipinya menambah kemanisan mukanya.

“Eh.. iya dok.” Sahut Dera dengan suara gemetar.

“Jangan tegang gitu dong, silakan duduk dengan Dera?”

“I...ya dok. Gimana gak tegang kalau kamu kemanisan.” Rutuknya dalam hati.

“Apa yang dikeluhkan?”
Tanyanya dengan suara lembut nan empuk mirip Rizky Febian.

Kemudian Dera menyampaikan keluhannya, dilanjutkan dengan pemeriksaan, kemudian ia mencatat beberapa hal di kertas dengan tulisan khas dokter. Tidak terbaca.

“Nanti coba cek darah ya? Coba trombositnya diperiksa, takutnya tifus.”

Dera hanya mengangguk lemas.

“Kalau kaya gini lagi, gak usah ke rumah sakit. Langsung bilang saya saja biar saya yang ke rumah. Nanti saya sesuaikan jadwal.” Jelas Rafli.

“Eh... iya dok.”

“Jelas saya sudah tahu rumahmu dimana, dulu pas Kak Sita nikah saya kan dateng.”

“Kok dokter tahu saya bertanya-tanya tentang hal itu?”

Dia hanya menaikan pundaknya. Kemudian tersenyum. “Semoga cepat sembuh Dera.” Ucapnya lagi lagi dengan senyum dan hiasan pipi yang membentuk lesung itu.

“Terima kasih dok.” Sahut Dera kemudian meninggalkan ruangan dengan badan yang sudah kembali tegak. Langsung berasa sembuh.

dddd

Setelah Dani datanglah dr. Rafli...
Kira-kira Dera bakal gak goyah gak ya dengan pesona dokter ganteng nan menenangkan itu??
...
Minta vote dan komennya dong hihi
makasih udah mau baca, semoga kalian suka..
~love love~

EgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang