Ketiga-Dani

1 0 0
                                    

“Kopinya Pi,” kata Mami sambil meletakkan kopi hitam kesukaan Papi. Kemudian ia duduk di samping Papi.

Papi meletakkan ponselnya. “Mi, barusan klien bos Papi menghubungi Papi lagi, dia masih berharap ke Dera.”

Mami menghela napas. “Pi, walaupun dia direktur perusahaan sukses, tapi Papi lihat deh wajahnya, Mami gak tega kalau putri cantik kita bersanding dengan laki-laki yang terlihat sangat lebih tua dari dia.”

“Iya si Mi, tapi kan pernikahan itu tidak hanya soal wajah. Lagian Dhandi juga belum ada kemajuan, udah ada tanda-tanda belum kalau dia mau lamar Dera?”

Percakapan mereka terhenti ketika Dera memasuki rumah.

“Assalamu’alaikum....” ucapnya. Dengan langkah gontai ia menghampiri orang tuanya dan mencium tangan mereka.

“Nah tanyakan saja langsung ke yang bersangkutan.” Sahut Mami.

“Tanya apa Mi?”

“Gimana Dhandi? Udah ada tanda-tanda dia mau lamar kamu?” tanya Papi.

“Tau ah Pi, Dhandi kebanyakan alasan, katanya Papanya mau nyalon lagi jadi dia bisa lamar setelah pemilihan walikota.” Jawab Dera malas.

“Hmmmm...” Papi meneguk kopinya. “Klien bos Papi nanyain kamu lagi De. Papi jadi bingung mau jawab apa.”

“Tinggal jawab aja Pi, Dera udah punya pacar.”

“Gak semudah itu sayang... bagi orang tua sebelum ada pertemuan dua keluarga alias lamaran, kamu masih sah dipinang oleh siapapun.”

“Hmmmm.... gak tau Pi, Dera pusing. Udahlah Dera ke kamar dulu.”

Dera memasuki kamarnya. Dia membuka ponsel, daaaannn chat masuk dari Dhandi berserta misscallnya semakin menumpuk. Ia hanya menghembuskan napasnya, meletakkan ponselnya kembali, kemudian berendam di bathup. Malam ini ia perlu berendam dengan aroma bunga melati, untuk menenangkan pikirannya. Setelah satu jam berendam, ia keluar. Dengan masih memakai baju mandi dia berniat mengechat kekasihnya tanpa membahas pembahasan yang membuatnya badmood.

Dera : kapan lamar aku?
Dhandi : kapan ngertiin aku?
Dera : keburu dilamar cowok lain.
Dhandi : mau mempertimbangkan lamaran cowok lain?
Dera : bukannya gitu..
Dhandi : ingat. Selama ini aku udah memperjuangkan kamu.
Dhandi : Aku udah korbanin semuanya buat kamu.
Dhandi : Sekarang kamu mau pertimbangin cowok lain?
Dhandi : Ini yang kamu maksud dengan setia?

Dera menyesal. Dia berharap Dhandi akan takut dan segera melamarnya. Tapi nyatanya, Dhandi justru mempertanyakan kesetiaannya. Dia kembali melempar ponselnya, kemudian membuka novel barunya, pemberian Dani. Entah kenapa tiba-tiba dia ingin menelefon Dani. Ia langsung mencari nomornya, dan langsung menelefonnya. Tanpa menunggu lama, langsung terdengar suara lembut Dani.

“Baru aja ketemu, udah kangen?”
“Iiihhh apaan si. Nyesel deh nelfon lo. Udah ah gue matiin aja.” Ancam Dera.
“Eeehhh jangan jangan...”
Dera tersenyum. “Rese si lo. Eh btw makasih ya?”
“Sama-sama Dera... udah berapa juta kali kamu berterima kasih?”
“Eh, abisnya...”
“Bingung mau bahas apa?”
“Eh...” Ketahuan. “Btw kamu sampai rumah jam berapa tadi?”
“Hmmmm... jam berapa tadi ya... jam 8 kali.”
“Loh, gue aja sampe jam 7 tadi. Perasaan rumah gue lebih jauh dibanding rumah lo.” Dera mengujinya, karena Dera tau kalau Dani memang membuntutinya sampai rumah.
“Hmmm... aku tadi... mampir ke Indomaret dulu. Iya mampir Indomaret beli ice cream kesukaan keponakan dulu hehe...”
“Ooohhh gitu....”

Tiba-tiba ada telfon masuk dari Dhandi. Dera langsung merejectnya.

Dhandi : telfonan sama siapa?
Dhandi : Sama cowok yang tadi sore ngemall bareng?

Dera menaikkan alisnya, dari mana Dhandi tau kalau tadi sore dia ke mall? Ah mungkin kebetulan.

Dera : tau ah brisik!

Kemudian ia menyentuh kata blokir untuk nomer Dhandi. Kemudian ia sadar kalau sedari tadi Dani memanggilnya.

“De... De... Dera...”
“Ehhh iya iya... sory tadi...”
“Balesin pacar kamu yang nanyain kamu lagi telfonan sama siapa?”
“Loh kok lo tau. Kenapa cowok-cowok di sekitar gue mendadak jadi cenanyang semua ya.”
“Haha cenayang... gak dukun sekalian?”
“Ya habisnya, tadi Dhandi tanya gue ke mall sama siapa, trus lo juga tau kalau tadi Dhandi ngechat gue.”
“Hahaha...kebetulan aja De... terus terus kamu bales apa?”
“Tau ah, gue blok aja nomernya.”
“Kok gitu? Jahat juga kamu ya De.”
“Jahatan mana sama cowok yang berminat untuk merebut pacar orang?”
“Hmmmm... aku gak akan rebut kamu dari dia.”
“Tapi?”
“Aku akan menyadarkanmu kalau selama ini dia hanya jagain jodohku aja.”
“Alahhh... bisa aja gombalnya...”
Mereka ngobrol sampai malam. Sampai Dera tertidur, dan Dani enggan memutuskan panggilannya. Ia mendengarkan dengkuran halus Dera.
“Good night De, semoga besok kamu sadar, kalau aku bisa mencintaimu lebih dari dia.”

dddd
Wah..wah..wah.. apakah Dera memilih Dani dan meninggalkan Dhandi?
Makasih kawan-kawan sudah menyempatkan untuk membaca. Semoga kalian suka yaaa..
Kalau suka jgn lupa vote, kalau ada kritik atau saran jgn lupa komen, kalau mau tau kelanjutan ceritanya follow aku yaaa..
😊😊😊

EgoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang