1

45 7 0
                                    

Pagi ini, aku telah siap dengan seragam SMA-ku. Dengan rambut kepang dua dan pita merah putih karya dari Dimas, pacarku. Aku sangat senang karena bisa satu sekolah lagi dengan kekasihku itu. Ya walaupun saat SMP kami selalu bertemu karena sekolah kami masih satu yayasan dan hanya terpisahkan tembok setinggi dua meter. Bukan hanya, tapi sangat tinggi untuk tubuhku yang sangat pendek.

"Aku ini ketua OSIS, jadi nanti Echa nggak usah khawatir. Kalau capek tinggal bilang aja ya," ucapnya sambil merapikan kacamata bulatku. Aku tersenyum lalu mencium pipinya sekilas.

"Siap pak bos!" Aku memberi hormat padanya dengan wajah yang kubuat setegas mungkin. Bukannya terharu, Kak Dimas malah terkekeh dan mengacak rambutku yang terkepang rapi berkatnya.

"Tuh kan jadi berantakan Kakadim, benerinnya susah tahu," omelku memasang mulut manyun.

"Alah, palingan aku yang buat," ucapnya membelai pipiku. Bibirku perlahan mundur lalu melengkung menyunggingkan senyum bahagia atas perlakuan sederhana cowok di depanku.

"Ayo berangkat," Kak Dimas mengulurkan tangannya. Bukannya meraih uluran tangannya aku justru menatap matanya.

1

2

3

"Yah, gendong lagi?" Tanya Kak Dimas. Jangan salahkan aku jika baper. Dia sangat peka dan perhatian padaku. Hanya padaku!

"Ya aku gak maksa sih,cuman kan kakak tahu sendiri kalau aku. . ." aku menundukkan mataku dan memainkan dua jariku. Berlagak sedih. Dan. . .

"Oke ayo,"

Berhasil!

~~~

Suasana sekolah baruku ini tidak jauh berbeda dengan sekolah lamaku. Hanya saja tatapan anak-anak tiap kali aku melangkahlah yang berbeda. Terlihat penasaran dan seolah menarik mata, mereka menatapku yang sedang berjalan ini. Ups! Bukan aku yang berjalan, tapi Kak Dimas. Sementara aku masih asik menempel seperti koala di punggung Kak Dimas.

"Itu Dimas kan? Si ketua osis Most Wanted gendong cewek?"

"Sialan tuh cewek siapa berani nempelin pacar gue,"

"Aduh kakak itu ganteng banget. Tapi siapa Kurcaci di gendongannya,"

Blablabla. Aku cuma tersenyum sinis mendengar riuh netizen yang mengataiku dan lebih banyak memuja si ketua OSIS yang sedang menggendongku. 'Kok Kak Dimas banyak fans ya? Apa yang disukai dari Kak Dimas?' Batinku lalu terkekeh sendiri.

"Ini kamu duduk disini aja, aku mau ke ruang OSIS dulu. Gapapa kan ditinggal?" Tanya Kak Dimas sesudah meletakkanku di depan sebuah kelas.

Aku membesarkan bola mataku dengan mata berkaca-kaca. Rasanya berat bila harus meninggalkan kekasih yang merangkap menjadi babybrotherku.

"Kamu mau ikut?" Tanyanya lagi. Siapa yang bisa meninggalkan gadis imut dan penurut sepertiku?

"Gak deh, tapi jaketnya Kakadim siniin. Biar aku ngerasa kalau Kakadim ada disini terus," aku menyunggingkan senyum. Aku juga tahu Kak Dimasku ini manusia sibuk apalagi ini kegiatan pertamanya setelah menjadi ketua OSIS. Aku sangat pengertian kan? Kan kan?

"Nih, ini susu kedelainya minum dan ini,-" ucapan Kak Dimas terpotong saat aku mengibaskan tanganku berniat mengusirnya.

"Aku tahu tanpa kakak kasih tau, siniin," aku merebut jaket, bekal, dan susu kedelaiku dari tangan Kak Dimas lalu mengusirnya. Bukan karena tak suka Kak Dimas lama-lama disini. Hanya saja, kalau Kak Dimas masih disini dalam jangka waktu dua menit saja. Aku akan berubah pikiran, dan menahannya agar tidak jauh-jauh dariku.

"Oke Queen, aku pergi dulu," ucapnya lalu mengelus puncak kepalaku sebelum akhirnya Kak Dimas berbalik badan dan benar-benar pergi. Benar-benar menjauh lalu menghilang dari pandanganku.

Mataku mulai berkaca-kaca. Selalu begini saat ditinggal oleh Kak Dimas. Tanpa aku sadari, banyak pasang mata yang melihat adegan barusan dan menatap aneh kepadaku. Kenapa? Apa salah aku manja pada pacarku sendiri?

"Hai," ucap seseorang yang tiba-tiba duduk di sampingku. Aku menampilkan senyum yang sangat manis. Kata Kak Dimas, kalau ingin punya teman Di SMA harus selalu senyum.

"Nama kamu siapa?" Tanyanya dan aku balas dengan senyum yang lebih lebar.

"Aku nanya kamu oy!" Ucapnya sedikit membentak membuat aku kaget. Tanpa terasa, air mataku sudah luber kemana-mana membuat cewek disampingku bingung dan panik.

"Lah! Lo kenapa? Gue nggak sentuh lo sumpah," katanya dengan wajah panik. Mirip seperti orang yang tertangkap kering sedang mencuri gorengan di kantin.

"Ka- kata Kak Dimas, kalau mau dapat temen di SMA harus selalu senyum. Jadi aku senyum, kamu ma- malah bentak aku. Aku kan jadi takut," ucapku masih sedikit sesenggukan.

Dia melongo sambil menatapku. Di detik berikutnya dia tertawa dengan sangat keras. Katakan padaku! Dimana letak kelucuan dari kalimatku barusan?!

"Lo lucu banget sih!" Dia masih terus saja tertawa sambil mencubiti pipiku yang chubby.

"Bilang ke Kak Dimas lo itu kalau dia kurang ngasih informasi. Selain senyum, lo harus ramah kalau mau dapet banyak temen," ucapnya kemudian. Aku hanya diam memperhatikan dia.

"Harus ramah itu gimana?" Tanyaku polos. Bukannya ramah itu sama dengan senyum?

"Gini contohnya kalau ketemu orang kamu harus bilang hi? Hallo? Terus ajak mereka kenalan dengan senyum. Tapi kalau ada yang nanya ya jawab," jelasnya dan aku mengangguk tanda paham.

"Oke Hi kamu, namanya siapa?" Tanyaku mengulurkan tanganku. Dan dia membalasnya sambil tersenyum.

"Aku Feby," jawabnya. Si feby ini terlihat sangat manis tapi dengan seragamnya yang cukup berantakan dan gaya bahasanya. Sepertinya dia ini gadis tomboy.

"Nama aku Elsa panggil aja Echa. Inget ya Echa cumil," ucapku memperkenalkan diri.

"Okey Echa. Jadi temenku ya?" Tawarnya dan aku langsung mengangguk mantap.

~~~

Aku terus menggerutu sepanjang koridor menuju kelas. Bagaimana tidak, baru saja upacara pembukaan kegiatan MOS, aku tetap disuruh ikut. Padahal aku sangat tidak suka mengeluarkan keringat, hampir aja aku pingsan, untungnya upacara cepat berakhir. Pokoknya nanti aku akan memarahi Kak Dimas!

"Terus aja ngomel ngomel gitu sampai tuek," celetuk Feby menarik mataku untuk menatapnya tajam.

"Ampun ampun. Situlah kalau mau ngomel ngomel," ucapnya lagi dan akupun tersenyum menang.

"Kalau sampai kelas kita langsung makan ya? Aku laper banget," ucapku sambil mengelus perutku yang malang ini.

"Iye iye," ucapnya enteng.

Sepanjang perjalanan aku terus menerus tersenyum jika bertemu orang, aku mengucapkan hai dan sapaan lainnya. Ini yang diajarkan oleh Kak Dimas dan Feby kan? Aku pintar kan?

"Awh!" Aku mengelus kepalaku yang terasa habis dilempar batu sebesar sekolah ini. Sakit sekali. Dan ini pasti jitakan. . . .

"Kakadimmmmmm!" Teriakku terus memukuli lengan dan dadanya secara membabi buta. Untung saja pacarku ini tidak sampai babak telur. Eh, babak belur.

"Ini Kak Dimas lo?" Tanya Feby melongo. Kagetkah dia? Atau takjubkah ia dengan wajah pacarku yang menurutku biasa saja ini?

BABYBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang