Pengantin Baru.2

12.7K 1.1K 45
                                    

Agak sedikit panas... Bacanya ntar malam aja ya gais..

2.2

Remuk. Ach, rasanya semua tulang dibadannya hampir rontok. Kayna ingin segera mandi, ingin segera istirahat, ingin segera tidur. Tapi apa mau dikata, jika ia bahkan tak mampu melepas gaunnya sendiri dan harus menunggu seseorang membuka ritsleting nya.

Tak ada yang bisa dimintai tolong, kecuali suaminya si Duda yang tak lagi duda sekarang.

Tak lama Raya masuk ke kemar hotel membawa sebuah koper milik Kayna. Sehabis resepsi mereka memang menginap di hotel.

Kayna menatap Raya dengan gugup. Pasalnya pria itu kini SAH suaminya, tapi ia belum siap melakukan kewajibannya pada Raya. Gimana donk?

Meskipun sempat menunda pernikahan selama seminggu dengan alasan memulihkan wajah babak belur Raya padahal ia hanya butuh waktu lebih banyak mengenal sosok Raya, tetap saja ia gugup jika berduaan begini.

Raya itu tidak sering bicara, hanya sesekali saja, kecuali saat mengungkapkan beberapa hal penting selain itu dia lebih banyak diam. Raya juga jarang tersenyum dan sulit melihat isi hatinya sebab sangat minim ekspresi. Seperti saat ini, Kayna tidak tahu, apa pria itu bahagia atau tidak sebenarnya.

Kayna juga bingung mau ngobrol apa. Entah mungkin karena mereka baru kenal, atau karena terpaut usia cukup jauh atau apalah. Tapi jujur, sosok dewasanya, mampu membuat Kayna merasa nyaman dan dimanjakan.

"Kamu belum mandi?" Tanyanya.

Kayna terkejut bercampur gugup sehingga dipastikan jantungnya berdegup kencang sekali.

"A-aku mau mandi tapi ehm... Tapi..."

"Kalau kamu canggung aku bisa keluar." Kata Raya hendak pergi.

"Ck. Bukan gitu Om masalahnya gaun kebayaku ritsleting nya dibelakang dan ada kancingnya juga jadi aku butuh seseorang membantuku melepaskannya." Kata Kayna.

"Om?"

"Ah, ehm... Ya, itu, ehm anu... Ihh, Lalu apa dong manggilnya?" Kayna serba salah.

Raya melangkah mendekati ranjang dan Kayna segera berdiri.

"Berbalik lah." Ucapnya lalu Kayna berputar seratus delapan puluh derajat. Tanpa bicara lagi Raya membantu melepas kancing dan ritsleting gaun kebaya Kayna.

Tangan Raya gemetar, ia menelan saliva nya saat melihat kulit putih punggung Kayna. Ingin dihisapnya kulit putih bersih itu, meninggalkan jejak kepemilikan seorang Raya, tapi sebesar keinginannya menyentuh Kayna sebesar itu pula ia menahan dirinya.

"Mandilah..." Kata Raya berusaha berbicara senormal mungkin.

"Ra... Raya..." Ucap Kayna membuat Raya meliriknya.

"Boleh ku panggil Raya atau Ray saja?" Tanya Kayna menatap Raya sambil menahan gaun bagian depan agar tidak melorot.

"Boleh." Jawab Raya singkat.

"Mandilah, dan jangan menatapku terus, hatiku bisa goyah, aku tak ingin meminta hak ku sekarang karena kamu pasti belum siap." Kata Raya membuat Kayna terpana.

Apa artinya dia tidak akan meminta 'itu' sekarang...?

---

Kayna keluar dari kamar mandi mengenakan Kimono. Sumpah, jantungnya sudah berdebar keras sekali, dan dibalik Kimono ini, tidak ada dalaman apapun.

Antara siap nggak siap, Kayna tetap harus menjalankan kewajibannya sebagai istri bukan?

Meskipun jujur, ia belum siap seperti yang dikatakan Raya tadi. Sosok Raya terlalu asing baginya. Bisakah ia membiarkan pria itu mendapatkan haknya jika ia tidak siap? Kayna menggigit bibir bawahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Suamiku, Duda!!! (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang