BGI. 03. Fix, jadi santri

1K 76 9
                                    

"Sayang, kamu yakin Lita gak kabur? Kok dia gak nyampe-nyampe sih?"

Dirta— ayah dua anak itu tengah harap-harap cemas, menantikan kedatangan putri bungsunya.

"Kamu tenang aja, kamu lupa aku punya mata-mata yang siap lapor ke aku kalo itu anak itu sampe kabur!"

Dirta menghela napas, lalu mengangguk.

Mobil sport berwarna merah itu berhenti. Menyisakan tampang bingung dari para santri.

Seseorang membuka pintu mobil. Rambutnya yang berwarna warni berkibar tertawa angin. Talita berdiri dengan baju serba hitam— jauh dari kata sopan— hingga menunjukan sebuah tindikan pada pusar dan sebuah tatto di bagian paha— tidak lupa sebuah kacamata hitam bertengger dihidungnya.

Jadi ini namanya pesantren?

"Nih, koper lo, dek. Ayo ikut gue." Ucap Vino, menyerahkan koper berwarna biru pada Talita.

"Makasih, bang."

Talita menyeret kopernya, mengikuti langkah Vino dari belakang, yang membawanya pada rumah bercat hijau. Dengan tanaman hijau di sekelilingnnya. Di bagian depannya juga digantung bermacam bunga yang menambah kesan sejuk rumah itu.

Talita mendengus sebal, melihat sang ibunda ratu tengah berdiri didepan rumah dengan tangan memegang kipas. Wajahnya merah padam siap meledak detik itu juga.

"Kamu kemana aja, hah?! Kenapa baru datang?! Ini juga kenapa kamu pake baju kaya gini!" Omel mami sambil menjewer telinga Talita.

"Aduh.. duh! Sakit, mih! Putus ini telinga aku! Lagian jakarta bandung itu lumayan jauh mami!"

"Amor.. lepas kasian itu kuping cucu kakek!" Ucap Azha, kakek Talita.

Talita bengong, "Loh kakek? Kakek kok ada disini?!"

Amor mencubit tangan Talita, "Bukannya kasih salam, salam dulu sama kakek kamu!"

Talita mengangguk, langsung saja cewek itu menerjang kakeknya dengan pelukan erat! "Aaaaa! I Miss you so much!"

Amor berdecak, "Assalamu'alaikum, Talita!"

"Hah?! Apa mih?"

Amor tepok jidat, hampir saja ibu dua anak itu kembali mencubit Talita. Azhar tersenyum maklum. "Tidak apa-apa kakek mengerti." - dia mirip kamu waktu muda. Kekeh Azhar dalam hati.

*****

"Mih! Mami tega ninggali Talita yang lemah serapuh bulu ini, disini?! JAHAD!"

Amor mendengus sebal, "Lebay kamu, Lita. Udah mami mau pulang, kamu baik-baik disini. Jangan buat masalah!" Ucap Amor lalu memeluk Talita.

"Jaga diri kamu ya, sayang. Inget disini gak ada Papa atau abang kamu." Dirga memeluk dan mengecup kening Talita.

"Abang lo gak mau pamitan sama gue?" Talita bertanya pada Vino yang membelakanginya.

"Huweeee.. Lita nanti siapa yang gue jahilin kalo lo disini, nanti gue kesepian!" Vino memekik lebay seperti perempuan, sambil memeluk adik kembarnya.

"Najis, Vino!" Dengus Talita menjitak kepala abangnya.

"Ngehehehe.."

Talita menatap sendu mobil orang tua dan Vino yang mulai menjauh dan tak terlihat.

"Talita."

"Iya, kakek?"

"Ayo, duduk sini."

Talita menghela napas lalu duduk dikursi yang ia tempati tadi.

"Kenalkan, ini Ustadzah Halimah. Dia yang akan memberitahu kamu, apa yang boleh dan tidak dilakukan di pondok pesantren ini."

Ustadzah Halimah tersenyum. "Saya Ustadzah Halimah. Kamu Talita kan? Mari ustadzah tunjukan dimana kamar kamu."

Talita mengernyit, "Wait a minute! Maksudnya aku gak tinggal disini gitu? Dirumah kakek?"

"Tidak, Lita. Biar bagaimana pun kamu tetap santriwati di pondok pesantren ini."

Talita mendengus, "Ok, Fine!"

Talita menarik kopernya, mengikuti Ustadzah Halimah dari belakang, hingga akhirnya lumayan tertinggal jauh. Talita menarik perhatian tentu saja— terlebih pakaian yang ia pakai tak enak untuk dipandang bagi para santri, tentu itu mengundang pekikan dan tatapan tidak percaya.

"Astagfirullah al'adzim!"

"Yaallah, Zina mata!"

"Masya Allah!"

"Apa liat-liat!" Sembur Talita nyolot dengan mata yang melotot, "Gak suka sama penampilan gue! Sini maju ngomong depan gue!"

Talita hampir saja melangkahkan kakinya mendekat, namun ia urungkan. Talita ingat dia masih anak baru belum hafal seluk beluk dan suasana pesantren.

Seneng-seneng aja dulu lu semua! Sebentar lagi neraka kalian datang! Hahahah!

Talita menyeringai, lalu melanjutkan langkahnya mengejar ustadzah Halimah. Hingga berhenti disebuah pintu.

"Nah, ini kamar kamu. Semoga kamu betah, ya. Disini juga kamu tidak sendirian ada Zahra teman sekamar kamu." Ustadzah Halimah memberikan beberapa lembaran kertas pada Talita, "Dan ini tata tertib pesantren. Semua ditulis dengan rapi disini, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di pesantren ini,"

Talita mengambil kertas itu lalu menganggukan kepalanya, "Yasudah, kalau begitu. Ustadzah pergi dulu. Assalamu'alaikum.."

"Aah! Iya! iya!" Ustadzah Halimah menggelengkan kepala tersenyum maklum.

"Talita,"

"Iya, ustadzah?" Sahut Talita dengan wajah polos.

"Mulai sekarang biasakan jika ada seseorang yang mengucap salam, kamu balas dengan Wa'alaikumsalam.."

"Aaah! Iya ustadzah! Talita gak tau, hehe. Wa'alaikumsalam,.."

Talita memandang kamarnya yang, Emm bagaimana, ya, menceritakannya? Terdapat tiga buah kasur disini yang Talita yakin salah satunya adalah milik orang yang bernama siapa tadi? Aaa! Iya Zahra!

Kamar ini tidak luas. Sangat jauh berbeda dari kamar yang Talita tempati dulu. Ranjangnya juga kecil. Tidak ada AC yang ada hanya kipas angin kecil yang digantung ditengah ruangan. Dindingnya juga agak sedikit kusam.

"Betah gak ya gue disini? Jangan sampe gue betah!" Talita bergidik ngeri, lalu menyeret kopernya ke salah satu kasur yang disisinya terdapat lemari berukuran sedang tempat menyimpan baju.

Disetiap kamar di fasilitaskan, tiga lemari, tiga kasur, tiga nakas kecil, dan tiga buah meja belajar.

Talita mulai merapikan bajunya kedalam lemari. Ia telonjak kaget mendengar sapaan seseorang dibelakangnya.

"Halo kak. Kenalin nama aku Zahra teman sekamar kakak."

Talita berbalik, lalu menghela napas. SELAMAT DATANG DIKEHIDUPAN BARU LO TALITA!

*****

Anyong, sayang kembali hehe..

Cerita ini murni karangan aku, sendiri. Tidak ada maksud menjelekan agama atau apapun. Bila ada kata yang salah, mohon dimaafkan dan tolong kasih tahu yang benar, okey?

See you..

😉

Bad Girl InsapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang