7

537 91 6
                                    

Haruto tidak paham mengapa Shin Ryujin memintanya untuk melindungi Yang Jeongin dan Olivia Hye. Ini rumit menurut Haruto. Setelah Ryujin mengatakan bahwa mereka merupakan pemegang kunci yang sebenarnya, gadis itu menghilang begitu saja dari pandangan seakan waktunya untuk bertemu dengan Haruto memang tak banyak.

Tap Tap Tap

Langkah kaki Haruto membawanya menuju tempat yang selama ini selalu ia hindari, rumah kosong yang menjadi tempat terjadinya kasus beberapa tahun yang lalu; sebuah rumah yang memancarkan aura teramat pekat juga menyeramkan.

Haruto meneguk ludahnya sendiri dengan gugup. Sorot matanya memandang takut ke arah rumah kosong yang berdiri dengan begitu megah tersebut. Ada perasaan aneh yang muncul di dalam hatinya, namun ia coba untuk abaikan dan melangkah pergi dari tempat tersebut.

Sudah cukup, udara di sana seakan menipis seiring Haruto menghirupnya. Pemuda tersebut tak akan kuat jika dirinya harus berdiam lama di sana.

Bruk!

Tubuh Haruto sedikit terhuyung begitu menabrak tubuh seorang gadis. Dilihatnya wajah gadis tersebut, dan Haruto terdiam.

Wajah itu terasa tak asing baginya.

"Oh, maaf."

Haruto mengangguk sekilas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haruto mengangguk sekilas. Iris matanya melirik ke arah belakang sang gadis, dan tanpa berpikir panjang, pemuda tersebut segera pergi menjauh dari sana dengan tergesa-gesa seperti melihat sesuatu yang mampu membuat rasa takutnya meninggi.
























Ia melihat sosok menyeramkan dengan wajah rusak serta aura negatif yang begitu pekat.

:::

Olivia Hye, Lai Guanlin, Jang Wonyoung, Zhong Chenle menatap Yang Jeongin yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit tersebut dengan miris.

Kemarin sore, saat mereka hendak memasuki rumah kosong tersebut, Ibu Jeongin tiba-tiba saja menghubungi Olivia dan mengatakan bahwa anaknya tidak bisa pergi karena dirawat. Mendengar kabar tersebut tentu membuat mereka semua membatalkan apa yang seharusnya mereka lakukan hari ini. Dan keesokan harinya, keempatnya memutuskan untuk mengunjugi tempat dimana Jeongin sekarang.

Di sini lah mereka sekarang, berdiri di samping ranjang yang ditempati oleh Jeongin. Pemuda manis tersebut tampak begitu tenang di dalam tidurnya.

Walau faktanya, Yang Jeongin tak pernah setenang itu di dalam tidurnya.

"Dia beneran lompat dari jendela kamarnya?" Guanlin merengut, seakan masih tak percaya akan kabar yang ia dengar dari nyonya Yang.

Semuanya tak menjawab. Mereka cukup sedih dengan keadaan Jeongin yang tampak mengenaskan. Kulit putihnya tergores, dan ada luka di pergelangan tangannya yang tertutup dengan selang infus. Rasa bersalah mulai menggerogoti hati mereka saat sadar bahwa Jeongin tak akan membuka matanya untuk waktu yang lama.

Lukanya parah, bahkan teramat parah untuk diterima pemuda yang bahkan tubuhnya kurus tersebut. Itu pasti sangat menyakitkan mengingat Jeongin jatuh dari lantai dua di rumahnya dan membentur tanah tanpa ada apapun yang menahan tubuhnya. Beruntung, kejadian tersebut tak membuat luka di kepala ataupun lehernya.

Tapi apa tidak aneh?

Jeongin seakan-akan melindungi bagian kepalanya agar tak terlebih dahulu membentur tanah. Jika memang dia berniat bunuh diri dengan melompat, bukankah lebih baik ia mulai dari membiarkan kepalanya terbentur lebih dulu?

Seakan-akan semua ini adalah sebuah pembunuhan berencana yang sudah dirancang begitu baik. Namun, siapa?

"Apa lo percaya sosok dunia lain?"

Guanlin, Chenle, maupun Wonyoung menolehkan kepala mereka ke arah Olivia yang mulai bermonolog. Mereka tak menjawab, menggangguk, ataupun menggeleng. Ketiganya tetap diam untuk mendengar kelanjutan ucapan Olivia tersebut.

Namun sayangnya, Olivia tak melanjutkan. Ia malah menatap nanar ke arah tubuh Jeongin yang terkulai di atas ranjang rumah sakit dengan banyaknya alat medis yang terpasang di sana.

Olivia sedikit merasa aneh dengan aura Jeongin kali ini. Ia merasa bahwa ada sesuatu yang salah sebelumnya. Sesuatu yang berhubungan dunia ghaib.






























































Karena aura Jeongin terlihat begitu pekat untuk seorang anak seusianya.

:::

DGS ( 3 ) - Last GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang