BAB 16 / Brownies

19 3 2
                                    

Billy benar-benar menepati ucapannya dengan pindah ke kamarku, setelah  membersihkan dirinya dia masuk kamarku dengan membawa kasur pompa dan juga bantal dan selimutnya.

Aku sungguh tidak keberatan dengan apa yang dia lalukan, Billy melakukan itu semata-mata karena dia menyayangiku. Aku tidak bisa menjadi adik yang egois dan hanya memikirkan diriku saja, aku tidak akan menuntut kebebasan yang seperti kebanyakan gadis seumuranku diluar sana yang akan merasa kebebasannya terkekang karena memiliki seorang kakak seperti Billy.

Aku sudah seumur hidup bersama dia, dan aku tahu apa yang dia lakukan itu benar. Meski hanya menurut dia.

Aku memperhatikan dia yang duduk di atas kasur pompanya dan mengganti saluran TV, sesekali memainkan ponselnya.

“kau sudah mengantuk?” kataku pelan, lalu bergerak untuk telungkup merayap mendekati ujung ranjang, Billy tidur di bagian depan ranjangku karena disitu bagian ruangan yang lumayan luas, aku sempat berkata kenapa dia tidak memilih berada di samping ranjang, karena aku takut jika batu besar akan melayang memasuki kamarku lagi dan mendarat di kepalanya, dan saat itu juga dia memberitahu jika jendelaku sudah di pasangi teralis dan dapat di buka juga. Sehingga jika suatu saat mereka, para bajingan itu mencoba untuk melempar batu lagi,  dan batu itu tidak akan memasuki kamar.

Billy tidak langsung menjawab, dia masih memainkan ponselnya, dan tanpa menoleh dia berkata “kau tidur saja, aku masih ada sedikit pekerjaan.”

Aku hanya bergumam tidak jelas dan meraih remot mengganti-ganti saluran tv dengan tidak jelas dan berhenti pada tayangan berita.
“Bill...” panggilku pelan, menopang kepalaku dengan bantal.

“ada apa?” jawab Billy masih menghadap ke depan dan memainkan ponselnya, aku tidak tahu pekerjaan macam apa yang ia kerjakan dengan ponselnya. Karena Billy tidak pernah berjauhan dengan benda pipih itu, aku selalu menemukan Billy menggenggam ponselnya.

Aku masih diam dan mencoba mendengarkan apa yang sedang di bicarakan oleh pria yang berada di dalam TV.
“mengapa mereka melakukan itu?” aku berkata pelan, saat kejadian kejar-kejaran tadi terlintas di benakku.

Aku melihat Billy menghentikan apa pun yang dia sedang lakukan dengan ponselnya, Billy menghela nafas pelan dan pandangannya lurus ke TV yang sekarang menayangkan iklan perabotan.

“mereka?” kata Billy menjawabku masih pura-pura menonton TV.

“kau tahu apa maksudku Bill.” Suaraku acuh, sedikit kesal pada Billy.

“aku tidak tahu Hebs, aku tidak tahu.” Suara Billy frustrasi, kali ini dia menunduk memandangi ponselnya yang menyala redup lama kelamaan layarnya berubah menjadi hitam.

“karena itu aku bertanya padamu! Apa yang mereka lakukan? Apa mau mereka pada kita?!” suaraku sedikit kencang dan aku mulai mengganti posisi telungkupku menjadi duduk dan meremas bantal.

“kau tidak perlu takut, aku akan melindungimu.” Billy memutar tubuhnya sedikit dan tatapannya berusaha serius dan aku mendesah putus asa, Billy selalu seperti ini tidak pernah jelas saat aku bertanya soal apa ini semua. Dia hanya berkata akan selalu melindungiku.

Aku membawa bantal di pelukanku ke kepala Billy dan memukulnya berulang kali. Billy hanya menundukkan kepalanya dan membiarkan aku melakukan itu terhadapnya.

“setidaknya beritahu aku apa pun itu.” Aku merengek seperti anak kecil yang merajuk pada kakaknya yang meminta sesuatu.

Billy sekarang memutar tubuhnya penuh ke arahku. Tatapannya datar dan aku menunggu dia bersuara.
“semua ini terjadi setelah Parrish dan aku mulai mengajukan pengesahan dan perijinan untuk usaha kita.” Suaranya terselip nada senang.

UNTIL THE ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang