Aisyah Windari Lubna
-----
Berulang kali aku mengucap istigfar. Berulang kali juga aku mengulangi kesalahanku. Ucapan Anita sehari yang lalu mengenai Ayuni yang terlihat berboncengan dengan Iran kembali teringat. Itulah yang membuatku berulang kali juga mengucap istigfar. Karena saat pikiran nya mengarah kesana, sudah pasti diikuti dengan berbagai macam prasangka.
Aisyah.. Ingatlah apa posisi mu. Lagian itu terserah Iran 'kan mau berboncengan dengan siapapun? Ah.. Aisyah.. Kenapa kamu jadi tidak sadar diri begini ?
"Astagfirullah... Aku nggak boleh mikirin itu terus". Ucapku pada diri sendiri.
Aku berusaha fokus pada apa yang ku kerjakan saat ini. Sebagai gadis yang tidak punya pendidikan tinggi aku hanya bisa bekerja seadanya. Bukan bekerja pada orang. Aku hanya bekerja membuat kue ketika oranglain memesannya. Semenjak Umi hobi membuat berbagai macam kue dan cake, entah kenapa aku juga menyukainya. Itulah sebabnya waktu itu aku menawarkan diri untuk membantu Bu Rusmi membuat donat.
Hari ini pesanan datang dari tetanggaku untuk kue ulang tahun anaknya. Dengan karakter doraemon. Sudah hampir selesai karena aku mengerjakannya sedari subuh. Umi sedang keluar membeli sesuatu. Dan Abi sudah pergi bekerja.
Aku melihat amplop putih di atas kulkas. Itu amplop yang Umi berikan padaku kemarin. Dimana isinya sebuah surat keikutsertaanku sebagai anggota kebersihan dan pembaharuan lingkungan.
Awalnya aku menolak. Jelas saja. Karena disana akan ada banyak manusia dengan umur yang sepantaran denganku berkumpul. Anak-anak muda yang akan melakukan kerja sama melakukan perbaharuan lingkungan. Kegiatan itu rutin dilakukan setahun sekali. Dan setiap diadakan aku slalu menolak ikut.
Alasannya ada dua. Yang pertama aku tidak begitu menyukai keramaian dan sosial ku sangat buruk. Yang kedua ada Iran disana yang slalu menjabat sebagai ketua pelaksana. Kalau kebanyakan orang senang karena bisa berjarak dekat dengan orang yang disukai, tapi berbeda dengan ku. Aku bahkan tidak ingin Iran tahu bahwa aku menyukainya. Cukup aku dan Allah yang tahu segalanya.
"Pokok nya tahun ini kamu harus ikut, Syah". Kata Umi padaku saat makan malam.
"Nanti Aisyah pikirin lagi, Umi".
"Syah... Kamu udah keseringan nggak ikut. Ikut saja biar teman mu jangan cuma Anita". Imbuh Abi.
Aku seperti tersudut. "Syah.. lagian ini cuma acara bersih-bersih lingkungan sama beberapa tambahan supaya lingkungan kita apik. Biar kamu juga bisa belajar interaksi".
"Umi..".
"Aisyah... Kamu itu jangan seperti kerang yang betah di dalam cangkangnya. Keluar dari zona mu. Main dan gabung sama temen-temen sebaya mu gituloh".
Aku diam. Sebenarnya ya aku ingin seperti itu. Punya banyak teman agar jangan hanya Anita yang menjadi sandaranku. Tapi setiap kali aku ingin memulainya, itu semua terasa sangat sulit. Hingga akhirnya aku pasrah dan menurut apa kata Umi dan Abi.
"Iya iya.. Aisyah ikut".
Terkadang memang sedikit sulit jika harus memulai sesuatu yang bahkan belum pernah dijalani. Meskipun hanya sebuah interaksi dengan banyak orang. Bukan hal yang harus dilakukan dengan tenaga. Tapi ya beginilah aku, aku yang sangat bodoh untuk bisa berinteraksi dengan banyak orang.
Kue yang hias sudah selesai. Tinggal menunggu tuan nya saja yang menjemput. Acaranya akan diadakan jam dua siang, sedangkan ini masih pukul sepuluh pagi. Masih ada waktu untuk istirahat sambil berlayar di dunia maya.
Stalking Iran, Syah!
"Hih.. Apasih yang ku pikirkan!".
Aku menyimpan kue dalam kotak dan ku letak pada tempat yang aman. Aku masuk ke dalam kamar dan membuka ponselku.Tidak ada yang spesial disana. Hanya pesan dari Anita saja.
Awalnya aku bingung ingin melakukan apa. Tanpa ku sangka tanganku malah menekan sebuah aplikasi berwarna biru dengan huruf 'f' sebagai lambang nya. Lagi-lagi tangan ku menekan bagian pencarian dan meng-klik nama seseorang disana. Nama yang slalu jadi alasan kenapa aku membuka sosial media ini.
Profil dengan nama 'Iran Al Rafif' terbuka setelah beberapa menit menunggu. Terakhir kali pria itu mengunggah status nya sekitar tiga hari yang lalu.
Masih suka dengan orang yang sama :)
Aku tertunduk lesu. Rasanya hatiku kembali tidak tenang. Siapa gerangan yang masih ia suka ? Jadi selama ini ada gadis yang ia sukai ?
Aisyah... Jelas saja dia menyukai gadis lain. Ia sempat tinggal di kota. Bertemu gadis cantik dan baik hati. Gadis dengan pendidikan yang setara dengannya!
Tanpa sadar airmataku jatuh. Banyak sekali ternyata kekuranganku. Dan benar, ia sempat hidup dikota, gadis-gadis dikota sangat cantik. Jadi tidak mungkin kalau selama ini ia tidak pernah menyukai gadis mana pun.
Ahh... Beruntung sekali gadis itu.
Ku tutup aplikasi itu. Kusandarkan kepalaku pada sandaran tempat tidur milik ku. Memandang langit-langit kamar. Ragaku disini tapi pikiran ku entah dimana. Banyak sekali yang ingin ku lakukan untuk berusaha memperjuangankan perasaanku. Tapi aku tidak bisa seagresif itu. Itu bukan aku. Bukan diriku.
Lalu aku harus bagaimana ? Aku hanya bisa memintanya melalui Sang Maha Cinta. Aku hanya bisa menikungnya di sepertiga malamku. Aku hanya bisa menyelipkan namanya dalam doa-doaku. Tidak ada usaha lain yang kulakukan selain berdoa.
"Assalamualaikum..."
Suara itu terdengar hingga ke runguku. Suara yang mungkin jarang ku dengar tapi aku sangat hafal siapa pemiliknya. Jantungku memompa lebih cepat hanya karena sebuah nama terlintas di pikiranku. Aku berlari keluar kamar dan melihat apakah benar itu dirinya.
Dan saat aku sudah sampai di ambang pintu. Langkah ku melambat bersamaan mataku yang dapat melihat sosok itu tengah berdiri di teras rumahku. Sosok yang baru saja memenuhi segala ruang pikirku. Sosok yang slalu ku minta pada Sang Khaliq.
Iran Al Rafif.
"Wa-waalaikumsalam..". Jawabku pelan namun mampu terdengar olehnya. Iran menoleh ke arahku. Setelah ini akan ku pastikan bahwa Allah akan kecewa padaku. Kecewa karena aku tidak mampu menjaga pandanganku. Saat mataku bertatap dengan manik matanya yang hitam. Saat itu juga aku merasa bahwa rasa takut kehilangan dari dalam diriku begitu besar.
Hingga tanpa sadar aku meneteskan airmataku kembali tepat di hadapan nya.
Aisyah... Ada apa dengan dirimu ?
*****
Untuk mu...
Jangan tanya kenapa aku menangis. Meskipun aku tahu kamu pasti ingin sekali menanyakan itu.
Jangan tanya kenapa aku menatapmu dengan pandangan yang mungkin akan sulit kamu mengerti. Karena aku juga tidak tahu apa alasannya.
Mungkin karena aku takut kehilangan. Tapi kehilangan apa ? Kehilangan sesuatu yang bahkan tidak pernah menjadi milik ku.
Apa itu bisa disebut kehilangan ?
Ahh... Aku rasa tidak!
🍁

KAMU SEDANG MEMBACA
Semoga
General Fiction"Kamu tidak akan pernah tahu. Bagaimana terluka nya Amin-ku saat ku hapus paksa nama mu dari doaku". -Aisyah Windari Lubna.