At Cibubur, Jakarta...
" Ro.. Kau yakin ini tempatnya?"
Hiro mengangguk pelan, menjawab pertanyaan Satria. Mata tajam Hiro menatap gedung tua yang belum sepenuhnya selesai di renovasi. Bangunan yang belum dicat serta banyak coretan-coretan tak jelas berlantai lima.
" Aku mendengar suara Dimas di telepon tadi, meskipun kecil, dan aku sangat yakin kalau keparat itu ikut andil dalam hal ini.." suara Hiro terdengar sangat mengerikan ketika ia dan keempat sahabatnya melewati sebuah lorong panjang yang ada dalam bangunan tua tersebut. Suaranya yang dingin dan terdapat kemarahan di dalamnya membuat siapapun yang mendengarnya pasti akan bergidik ketakutan.
" Kau memang sudah menyukai Tari. Tidak. Ku rasa kau sudah mencintai Tari, Ro..." ucap Revan yang dengan bodohnya masih sempat menggoda Hiro.
" Ya... Aku memang mencintai Tari, dan jika terjadi hal buruk padanya, aku bersumpah tidak akan pernah memaafkan diriku sendiri.." ucap Hiro, membuat keempat sahabatnya tersenyum.
" Tapi bagaimana ini? Kita terlambat datang. Apa Tari masih baik-baik saja?" suara berat Erland bagaikan gemuruh petir untuk Hiro. Entah kenapa, Hiro merasa marah ketika mendengar perkataan Erland. Rasanya ingin sekali dia merobek mulut Erland karena sudah mengatakan hal yang membuat hatinya berdenyut sakit.
" Jaga ucapanmu, Erland. Jangan memaksaku untuk menghabisi nyawamu di sini!" desis Hiro, yang membuat Erland seketika membungkam mulutnya, sementara Andra, Satria, dan Revan tampak menahan tawa.
' AAKKHHH...'
Suara derap langkah kaki yang tadinya menggema di sepanjang lorong, mendadak berhenti bersamaan setelah terdengar teriakan seseorang yang tampak kesakitan. Hiro membeku di tempatnya. Kedua tangannya terkepal erat, dan tanpa mengatakan apapun pada keempat sahabatnya, Hiro bergegas menuju ke arah suara teriakan itu berasal.
***
Hiro merasa dirinya tengah berada di kobaran api saat ini. Kedua matanya menyalang penuh amarah, begitu juga dengan kedua tangannya yang semakin mengepal kuat, ketika dirinya menatap perempuan yang sangat ia cintai itu tergeletak lemas di lantai seraya meringkuk memegangi perutnya. Nafas Hiro memburu ketika melihat Tari penuh luka lebam di wajahnya. Beberapa pasang mata menatap terkejut pada Hiro, bahkan seorang cowok yang berdiri tepat di sebelah Tari meringsut mundur secara perlahan, karena merasa terancam oleh tatapan bengis yang Hiro tujukan pada dirinya.
Hiro dengan langkah terburu-buru menghampiri cowok tersebut dan mencengkeram kuat lehernya, mendorongnya hingga terhimpi ke dinding penuh coretan. Hiro menatap sosok tersebut dengan tatapan yang benar-benar tajam dan bengis, hingga membuat sekumpulan cowok yang tadinya mengerubungi Tari, kini menahan nafas setelah melihat apa yang terjadi pada sahabat mereka.
" Senang bisa bertemu denganmu lagi, Daka Septian.." desis Hiro bagaikan ular berbisa. Ya, Hiro mengingat dengan jelas sosok yang pagi tadi menjadi tersangka utama atas tenggelamnya Tari di kolam renang sekolah. Dugaan Hiro benar, Daka adalah bagian dari mata-mata musuh besarnya saat ini.
Perkelahian tak terelakkan. Hiro memukuli Daka dengan membabi buta, meluapkan amarahnya yang sejak tadi ia tahan. Apa yang telah para keparat ini lakukan pada Tari sebelum ia datang? Pertanyaan itu yang kini terus berputar di otak Hiro. Melihat Tari yang tergeletak lemah, semakin membuat amarah Hiro meledak dan berniat menghabisi Daka dengan tangannya sendiri.
" Dimana Dimas dan Rimba, brengsek?!" geram Hiro, memberikan Daka celah untuk bernafas.
" Ka-kalian datang sangat terlambat. Mereka sudah pergi sejam yang lalu. Mereka berpikir kalian tidak akan datang, jadi mereka menyuruhku untuk berbuat apapun terhadap kekasihmu.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy School
ActionDua anak perempuan yang terjebak di sekolah baru mereka, yang 90% di huni oleh anak-anak pemberontak dan pelaku kriminal yang berasal dari keluarga broken home. Sanggupkah mereka bertahan atau justru mereka malah jatuh ke dalam pelukan salah dua dar...