BAGIAN 6

416 20 0
                                    

Pemuda tampan berbaju rompi putih itu diam, sambil duduk bersila di atas sebuah batu datar yang basah. Di depannya pada jarak tiga jengkal, mengucur deras air terjun yang menghempas telaga di bawahnya. Pandangannya tajam menusuk dan wajahnya membiaskan kegeraman yang tiada tara. Sudah hampir seharian pemuda itu duduk bersila di situ dan tak sedikit pun mau beranjak. Di belakangnya terdapat sebuah gua yang ruangannya cukup luas. Tempat itu lebih mirip celah di dalam sebuah bukit yang curam, dengan air terjun melintas dari atas ke bawah. Lubang gua tidak terlihat dari luar karena terhalang curahan air terjun.
Seorang gadis berbaju hijau yang tergolek di atas sebuah dipan, tampak bergerak-gerak lemah sambil merintih lirih. "Ohhh...!"
Namun, pemuda berbaju rompi putih itu tak beranjak dari tempat duduknya, meskipun telinganya mendengar rintihan. Gadis itu sendiri berusaha bangkit dan duduk di pinggir dipan, sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut. Pada kedua lengan dan bagian punggungnya terlihat balutan luka yang masih terasa nyeri. Gadis itu menatap ke sekeliling dan melihat pemuda berbaju rompi putih yang tetap tak menoleh.
"Kisanak, siapa kau dan berada di mana kita?" tanyanya lirih.
Pemuda itu tetap diam membisu. Gadis itu pun beranjak pelan dan mendekati. Melihat dari samping, tahulah dia siapa pemuda itu sebenarnya.
"Kau?! Bukankah kau Pendekar Rajawali Sakti? Apa yang kau lakukan di sini? Dan..., oh! Apa yang telah kau lakukan terhadapku?!" seru si gadis mulai curiga.
Kalau bagian punggungnya yang terluka telah terbalut rapi, pasti pemuda itu telah membuka pakaiannya untuk membalutnya. Dan berarti dia.... "Oh! Ti..., tidak...!"
Gadis itu melangkah ke belakang dan mulai mencurigai Rangga. Lalu memeriksa keadaan dirinya, namun tak terlihat tanda-tanda yang mencurigakan, selain balutan luka yang ditoreh ramuan obat. Gadis itu pun mulai berpikir lain. Dan perlahan-lahan menghilangkan prasangka buruk terhadap Rangga.
"Pendekar Rajawali Sakti! Kenapa kau membawaku ke sini, dan tempat apakah ini?" tanyanya mencoba ramah.
Tapi Rangga tetap diam membisu. Si gadis yang menyangka suaranya kurang jelas terdengar karena derasnya air terjun, kembali melangkah mendekati dan berdiri di belakang Pendekar Rajawali Sakti.
"Kenapa kau membawaku ke tempat ini, Kisanak?"
Rangga diam membisu. Gadis itu mulai jengkel, tapi tak tahu harus berbuat apa. Beberapa kali dicobanya untuk menyapa Pendekar Rajawali Sakti, tapi hasilnya tetap nihil. Rangga diam membisu dan seperti tak ingin berpaling. Gadis itu kembali ke dalam ruangan gua dan meneliti tempat itu untuk mencari jalan keluar. Namun tak sedikit pun terdapat celah pintu. Ruangan itu memiliki dinding-dinding yang rapat. Satu-satunya jalan keluar adalah melompati curahan air terjun yang ada di depan Rangga. Gadis itu melihat seperiuk nasi dingin dan sedikit ikan asin serta beberapa potong dendeng. Perutnya yang lapar kini mulai terasa.
"Kisanak, perutku lapar. Bolehkah aku memakan makanan yang ada di tempat ini?" tanyanya dengan suara agak keras.
Tapi Rangga tetap membisu. Gadis itu kembali bertanya, namun tetap tak ada reaksi. Akhirnya setelah lama menunggu, dan pemuda itu tetap membisu sedangkan perutnya semakin melilit, diambilnya piring dan mulai makan. Sampai si gadis selesai makan, Pendekar Rajawali Sakti tetap tak beranjak. Gadis itu mulai gelisah. Dicobanya berbaring di dipan. Karena keletihan, gadis itu akhirnya tertidur. Agak lama juga dia terlelap. Dan ketika terbangun, di luar terlihat suram.
Senja baru saja berlalu. Matanya dikucek-kucek dan melihat Rangga masih duduk di tempatnya semula, tak beranjak sedikit pun. Gadis itu tak tahu, apa yang harus dilakukannya. Kemudian, kakinya melangkah pelan dan mencoba duduk di dekat pemuda itu. Terasa hawa dingin menampar tubuhnya, membuat gadis itu menggigil. Cepat-cepat dia masuk ke dalam.
"Kisanak, apakah kau tidak kedinginan? Aku tak ada kawan bicara di sini. Tak bisakah kau masuk dan menghentikan sikapmu yang seperti itu?"
Tapi Rangga tetap diam membisu. Pandangannya tajam ke depan seperti menatap kekosongan hatinya saat ini. Gadis itu tak tahu lagi apa yang harus dilakukan, agar pemuda itu mau menanggapinya. Di dalam gua mulai pengap dan terasa dingin. Matanya melihat tumpukan kayu kering dan dua buah batu api. Segera dibuatnya perapian dan duduk dengan melipat kedua lutut di depan dada.
Sampai jauh malam dia duduk di situ, tak sedikit pun terlihat pemuda itu mau beranjak dari tempatnya semula. Pikirannya mulai bertanya-tanya, apa yang sedang dilakukan pemuda itu. Apakah tak tersimpan niat jahat di hati pemuda itu terhadap dirinya? Gadis itu mulai gelisah. Matanya tak mau terpejam memikirkan hal itu. Tapi tubuhnya masih terasa lemah dan daya tahannya berkurang banyak akibat luka yang diderita. Tanpa sadar, gadis itu tertidur dalam keadaan bersandar di dinding gua.

88. Pendekar Rajawali Sakti : Topeng SetanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang