Part 1.

26 2 0
                                    

KESUCIAN YANG TERGADAIKAN

PENULIS OLEH :

SIDIQ AKBAR NUGRAHA




















Sebenarnya aku benci bila harus menceritakan kembali kisah hidupku yang sangat menyedihkan ini. Sering ku bertanya pada diri ini “untuk apa aku harus tetap hidup?.” Andai saja saat ini juga aku tidur dan tak akan pernah bangun kembali dan merasakan kerasnya hidup yang harus ku jalani. “Aku sudah tak suci lagi!”
Semuanya berawal di malam itu. Demi untuk bertahan hidup aku harus merelakan masa depanku hilang. Setelah putus sekolah, aku memutuskan untuk membantu ibu mencari uang dan mencari nafkah bagi keluarga kami. Hidup di bawah kerasnya garis kemiskinan, membuatku harus berjuang. Ibu hanya seorang pemulung dengan upah 150 ribu per hari, tak ada yang bisa diharapkan untuk menafkahi aku dan kelima saudaraku. Ayahku hanya seorang pengangguran yang hanya menjadi parasit bagi keluarga kami. Bangun siang, pulang menjelang subuh dalam kondisi mabuk itulah ayah. Anehnya sampai sekarang orang itu masih tetap kupanggil ayah. Meskipun dia sering menyiksa ibu sewaktu masih hidup, tapi cuman ayah satu-satunya orangtuaku yang masih hidup. Semenjak ibu meninggal, ayah semakin rajin mabuk. Utang-utangnya pun menumpuk, untuk menghidupi adik-adik, memenuhi kebutuhan rumah tangga, terpaksa aku harus bekerja serabutan mulai dari menjual nasi bungkus dan makanan & minuman ringan, tisu serta rokok di stasiun kereta, menjadi buruh cuci hingga mengamen. Siang dan malam aku bekerja tanpa mengenal lelah. Semua ku lakukan agar dapat menghidupi adik-adikku. Aku berharap, agar kelak adik-adikku masih bisa melanjutkan pendidikannya dan tidak bernasib sama seperti orangtua kami dan diriku.
Semakin hari utang ayah pun semakin menumpuk hingga suatu saat. Saat ayah terdesak harus segera melunasi utang-utangnya ke rentenir. Di situlah awal kehancuran hidupku.
“San, santi! Ayah pinjam duit dong untuk bayar utang, 300 ribu aja nanti ayah ganti.”
“Santi belum punya uang ayah, hasil jualan santi kemarin. Santi pakai untuk nyumbang mesjid sama panti asuhan.”
“Alaaah! Kamu, sudah miskin belagu lagi. Sok-sok nyumbang, memangnya dengan kamu nyumbang terus kita cepat jadi orang kaya, hah?”
“Astagfirullah yah, istighfar yah.”
“Heh santi, kamu berani lawan ayah sekarang ya, mau jadi anak durhaka kamu? Sini uangnya cepat. Cepat!”
Aku pun terpaksa harus memberikan sisa uang belanja kepada ayah supaya ayah tenang dan segera pergi. Jujur aku muak melihat mukanya, terlebih setelah kejadian di malam itu aku semakin membencinya.
“Cuman ini uang yang kamu simpan, hah. Mana yang lain?”
“Jangan yah, hanya itu uang yang aku dapat hari ini.”

“Awas, minggir kamu!”
Ayah membuka lemariku dan mengambil kalung peninggalan almarhumah ibu.
“Jangan yah, hanya ini peninggalan milik ibu.”
“Awas! Ayah bilang awas. Wah lumayan juga nih untuk modal judi online malam ini.”
Ayah pun keluar dan pergi lagi. Malam itu, aku berharap ia tak pernah pulang kembali lagi. Sambil menangis aku terus menggingat ibu
“Ibu... maafin Santi bu, Santi nggak bisa jaga adik-adik. Santi juga nggak bisa jaga amanah dari ibu.”
****
Setiap hari ayah menjadi semakin brutal dan kasar. Tinggal bersama ayah, membuat kami semakin hancur. Adikku Rahman, akhirnya putus sekolah dan tidak bisa melanjutkan pendidikan hingga SMA. Rahman mulai berubah, mengikuti jejak ayah yang suka minum dan main judi. Meskipun rahman bekerja menjadi juru parkir, tapi uangnya selalu habis dipakai membeli minuman.
Hingga suatu malam...
****
Malam itu hujan lebat turun. Suara petir dan kilat bersahut-sahutan mengelenggar di langit. Saat itu selepas ba’da sholat isya ku putuskan untuk membaca al-quran semalam suntuk. Entah mengapa perasaanku malam itu sangat gelisah.
“Duuuuuk! Duuuuk! Duuk! Santi buka pintunya santi. Cepat anak b*ngs*t.”
“Ya! Tunggu sebentar” kulihat jam menunjukkan pukul setengah satu malam aku melepas mukenahku dan langsung membukakan pintu. Ayah pun masuk, di luar tampak dua orang berpakaian preman datang bersama ayah.
“Assalamu alaikum ayah.” Ucapku sambil mencium punggung tangan ayah
“Ya, wa’alaikum salam! Bikinin ayah sama tamu ayah teh, cepat nggak pakai lama!”
“Ya ayah.”
Aku pun ke sumur mengambil air dan memanaskannya di tungku. Saat memasak air di dapur, diam-diam aku mendengar pembicaraan ayah dan kedua pria misterius yang jadi tamu ayah.
“Maafkan saya. Tolong, tolong sekali bilangin sama Mami Intan sekarang saya lagi nggak punya uang, saya janji saya akan melunasi utang saya dan bunga-bunganya bulan depan.”


“Alah!” pria botak berjaket hitam di dekat ayah menggebrak meja
“Eh, Yanto. Kamu tuh udah sering kami kasih kelonggaran waktu dan keringanan kamu membayar. Pokoknya kami ndak mau tau kamu harus bayar utang kamu.”
“Saya sudah coba menggadaikan harta dan sertifikat tanah saya. Tapi nilai jualnya terlalu rendah kang.”
“Saya nggak mau tau ya! Pokoknya kalau sampai awal bulan depan kamu nggak bayar utang kamu beserta bunga-bunganya habis kamu.”
***
Aku pun keluar membawa teh yang diminta oleh ayah
“berapa utang ayah saya!”
“150 juta, kenapa kamu tanya. Memangnya kamu sanggup bayar?” lirik pria botak itu dengan tatapan sinis.
Tiba-tiba temannya menyikut pria botak itu dan berbisik.
“Kang, boleh juga nih cewek kag.”
***
“Eh Yanto! utang kamu bisa lunas malam ini juga. Asal anak kamu ikut dengan kami.”
Aku yang tadi berharap ayah bisa menjaga dan melindungiku. Tak ku sangka jawaban dari bapak sungguh tidak bisa kupercaya. Dia tega menjualku
“Wah, silahkan.”
Aku pun ditarik, tanganku dipegang dengan kuat oleh dua pria itu. Aku berusaha teriak dan melawan namun sia-sia.
“Tolong! Tolong! Lepaskan brengsek”
Aku berteriak sekuat tenaga hingga tak sadar aku pun pingsan.
Hingga ....
Aku sadar dan mulai membuka mata.
“Ada apa ini, apa yang terjadi padaku. Badanku terasa sakit, area sensitifku terasa perih sekali.”
Aku sudah tidak suci lagi ....

“Aaaaaa... aaaaa.... aaaa... ibu tolong aku ibu.” Pekik tangisku meratapi kemalangan nasibku malam ini. Sambil berjalan lunglai dengan pakaian yang sudah terobek aku berusaha untuk pulang malam itu.
***
Sejak malam itu, utang ayahku lunas dan kedua pria misterius itu tak pernah muncul lagi. Seminggu kemudian kejadian malam itu terulang kembali.
BERSAMBUNG ....

KESUCIAN YANG TERGADAIKANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang