Hikmah Pedang Hijau

4.6K 24 2
                                    

Jalan itu lurus membentang sampai di sini, lalu melingkar. Tempat yang

dilingkari itu adalah sebidang hutan yang rada lebat, menyusur ke tengah hutan

itulah jalan ini terus menembus ke sana.

Meski sudah dekat senja, namun hawa musim panas bulan enam masih tetap

membuat orang kegerahan.

Desir angin sedikitpun tidak terdengar, suasana sunyi senyap. Semula jalanan

itu tiada nampak seorangpun, tapi dari kejauhan kini mendadak debu mengepul

tinggi, berbondong-bondong beberapa ekor kuda tampak dilarikan kemari setiba

di depan hutan, serentak para penunggang kuda itu berhenti.

Baik kelima ekor kudanya maupun para penunggangnya tampak rada aneh,

penunggangnya memakai seragam baju sutera hijau muda diberi wiru benang

emas. Bagi orang yang cukup makan asam garam, sekali pandang saja akan tahu

pakaian sutera mereka itu pasti tidak mungkin terbeli oleh orang biasa.

Yang lebih aneh adalah pedal pelana kelima ekor kuda itupun bercahaya

mengkilap keemasan. Di bawah sinar matahari, kelima orang itu dengan kuda

tunggangnya menjadi gemerlapan dengan cahaya keemasan yang menyilaukan

mata.

Sejenak kelima penunggang kuda itu berhenti di situ, lalu mereka menjalankan

kudanya pelahan-lahan ke dalam hutan.

Salah seorang laki-laki yang bergodek mendorong ke belakang ikat kepalanya

yang berhias sebutir mutiara, lalu memandang sekelilingnya sambil

berpegangan pelana, katanya kemudian kepada teman yang berada di

sampingnya:

"Tempat ini terasa sejuk dan tenang, kukira bolehlah kita mengaso saja di sini.

Toh sudah pasti sasaran kita itu akan lewat di sini, biarlah kita tunggu saja di sini

dari pada capai-capai mencegatnya ke sana. Jika sekali ulur tangan segera kita

padamkan 'lenteranya' (maksudnya matanya), nah, baru menyenangkan

rasanya"

Lelaki bercambang itu tidak saja tegap dan gagah, suaranya juga lantang, dari

logatnya dapat diketahui orang dari kota raja. Anehnya tokoh macam begini

mengapa memakai baju demikian? Di balik keanehannya menjadi rada-rada

ajaib pula.

Habis berkata, tanpa menunggu tanggapan orang lain, segera ia sisipkan

cambuknya pada sisi pelana, cepat ia melompat turun. Dari gerakannya yang

gesit dan tangkas itu agaknya kungfunya tidak rendah.

Kawannya, seorang lelaki tinggi kurus, lantas mendengus:

"Hm, coba lihat, jelas selama ini Loji telah menelantarkan kungfunya, baru

menempuh perjalanan sedikit saja dia sudah kepayahan, kalau bisa akan terus

menjatuhkan diri ke atas kasur. Cara bicaranya juga seenaknya saja seakan-akan

beberapa orang itu adalah anak buahnya, cukup sekali menjulur tangan dan

Hikmah Pedang HijauWhere stories live. Discover now