Jilid-17.
Lama2 habislah kesabaran nenek keriputan itu, alisnya bekernyit, dengan suara
serak seperti itik ia berteriak keras2: "Keledai gundul yang cebol, biasanya kau
sok ngibul, kenapa sekarang tak mampu membereskan seorang bocah
kerempeng begitu? Hayo cepat keluarkan semua Kungfu simpananmu, bereskan
bocah itu, nyonya besar masih ada urusan lain."
Si kakek berjenggot tiba2 menyela: "Bocah itu tidak tahan sekali hantam lagi,
masa kau tidak melihatnya, nenek bangsat!? Yang benar kedua macam senjata
bocah itu memang susah dihadapi. . . ."
"Ah, banyak omong, coba lihat, biar nyonya besar yang bereskan bocah itu!"
teriak nenek keriput sambil mendelik.
"Dia menyingsing lengan baju lalu bersiap melompat maju.
"Eeh, tunggu sebentar!" teriak Kian-kun-ciang In Tiong-liong yang berada di
samping. "Masa kalian sudah lupa dengan janji kita sebelumnya? Apakah kalian
hendak mengingkari janji dan mau cari kemenangan dengan main kerubut? Bila
demikian semua orang yang hadir di sini pasti juga takkan tinggal diam."
Dengan lagak apa boleh buat terpaksa nenek keriputan itu urung bertindak,
dengan tak sabar dia berseru: "Bangsat gundul! Sebetulnya kau mampu
memenangkan pertarungan ini tidak ....!"
"Nenek sialan, kenapa kau gelisah sendiri?" jawab paderi gemuk pendek itu
dengan mata melotot. "Pokoknya bocah ini akhirnya kukirim ke langit barat....!"
Heran juga Tian Pek menyaksikan tingkah laku ketiga orang itu, jelas ketiga
orang itu berasal dari satu golongan, tapi aneh, meraka saling mencaci-maki
sendiri, siapa gerangan mereka bertiga?
Kian-kun-ciang In Tiong-liong menyatakan bahwa sebelum bertarung telah
mengadakan perjanjian, janji apakah itu? Kenapa dari pihak In-bong-san-ceng
tak seorang lagi yang tampil kedepan walau pun sudah dua orang jago mereka
yang terbunuh? Kenapa orang2 itu tak ada yang membantu?
Makin dipikir semakin heran, maka akhirnya pemuda itu menjawil seorang laki2
di sampingnya dan bertanya: "Hei, apa yang terjadi ini?"
Laki2 itu berpaling. tapi setelah mengetahui pemuda itu adalah Tian Pek, dengan
gemas dia melotot, kemudian dilihatnya pula dandanan pemuda itu tak keruan,
dengan sinis dia mencibir, lalu tanpa mengucapkan sepatah katapun dia alihkan
kembali pandangannya ke tengah gelanggang.
Ketika laki2 itu berpaling, Tian Pek sendiripun segera mengenalinya sebagai
Liang Giok yang kakaknya, Liang Bong, telah dibunuhnya ketika terjadi
pertarungan di tepi sungai Yan-cu-ki, karena itulah meski sikap orang
mendongkolkan hati, ia tetap bersabar.
Dalam pada itu, Tok-kiam-leng-coa Ji Hoa-lam telah melancarkan serangan