Jilid 8 : Kediaman orang mati
Menyaksikan telapak tangan yang merah itu, tiba2 Tian Pek teringat akan
sejenis pukulan beracun yang bernama Ang-seh-hiat-heng-ciang (pukulan darah
pasir merah), konon barang siapa terkena pukulan beracun itu, maka badannya
akan terasa panas bagai dibakar, isi perutnya akan menjadi hangus dan mati
konyol.
Ilmu ini hanya di dengar saja dan baru sekarang disaksikan dahsyatnya
pukulan tersebut, dan hawa pjnas yang dirasakan dari benturan tadi, diam2 Tian
Pek merasa ngeri juga akan akibatnya.
Tiba2 terbayang akan bantuan yang pernah diberikan An-lok Kongcu
kepadaoya, bagaimanapun ia pernah berutang budi kepada orang, kalau sampa1
timbul kesalahan pahamannya dengam anak buah orang, bila berjumpa lagi
kelak pasti akan terasa tidak enak. Maka ia pikir tidak perlu melayani orang ini
dan lebih baik tinggal pergi saja? Kalau ada urusan toh lain kali masih bisa
dibicarakan secara baik2.
Selagi Tian Pek berpikir begitu, pukulan Ang-seh-hiat-beng-ciang yang maha
dahsyat si kakek telah menggulung tiba pula dengan hebatnya.
Dalam keadaan terancam terpaksa Tian Pek menangkis, kemudian dengan
meminjam tenaga pukulan orang dia terus melayang ke sana sambil berseru:
"Maaf sahabat, aku tak dapat menemani lebih lama!" — Dengan cepat ia
menerobos keluar jendela.
"Mm kabur kemana?" bentak si kakek muka merah sambil mengejar.
"Lihat serangan!" mendada dari depan menyambar tiba tiga titik cahaya
langsung menyerang muka Tian Pek selagi anak muda itu masih mengapung di
udara.
Tian Pek cepat berjumpalitan di udara dengan gerakan in-li-huan
(berjumpalitan di awan) sehingga tubuhnya mengapung lebih tinggi ke atas,
maka terdengarlah suara "Crett Crett Crett!", tiga batang "paku penembus
tulang" menancap di belandar jendela, untung anak muda itu berkelit cepat,
kalau tidak tubuhnya pasti sudah tertembus oleh serangan maut itu.
Setelab melayang turun ke bawah, Tian Pek menengadah, tapi ia menjadi
terkejut, tahu2 angin keras menyambar tiba menindih kepalanya bagai gugur
gunung dahsyatnya.
Tian Pek terkejut, ia tak tahu benda apa yang menyambar tiba itu, cepat
dengan gerak Su-liang-poat-ciin-kin ( empat tahil menyampuk seribu kati ),
ujung pedangnya meraih ke atas untuk menyampuk.
Tapi "wuut", tahu2 benda besar itu melayang di atas kepalanya, waktu ia
menoleh, ternyata seorang Hwesio gemuk dengan membawa sebuab tameng
baja yang amat besar seperti sebuah daun pintu.
Hwesio gemuk itu berperawakan tinggi besar, mukanya penuh bercambang,