2a

15 8 0
                                    

Setelah satu tahun di taman kanak kanak, aku pun masuk ke sekolah dasar. SD ini tak jauh dari rumahku. Aku berangkat berjalan kaki dengan kakak sepupuku.

Banyak dari teman TK ku yang masuk ke sekolah yang sama denganku, termasuk Nata.
Perlu diketahui, Nata yang kini diriku naik ke tahap suka padanya, ternyata lebih banyak lagi yang juga menyukainya. Bukan hanya dari kelas kami, tapi kelas sebelah juga. Bahkan kakak kelas sampai tingkat 6 pun banyak yang meliriknya. Namun, seperti tak terusik Nata fokus pada pelajaran dan menjadikannya selalu peringkat 1. Dan kau tahu apa yang membuatku kesal padanya? Aku selalu di bawahnya. Sebagai peringkat 2 yang tidak terlihat. Dan aku benci itu.

Tak hanya di akademik. Masalah pemilihan pengurus kelas pun aku kalah darinya. Dia selalu menjadi ketua dan aku wakilnya. Untung Nata ganteng, jadinya rasa kesal ku dapat diredam karena melihat wajahnya itu.

Aku bukan anak yang mudah bergaul sampai di kelas 2 ini aku terbilang hanya punya satu teman yaitu Safa. Entah duduk sebangku, ke kantin, membeli pulpen selalu bersamanya.

Hal yang ku herankan pada Safa adalah, dia akrab dengan Nata tapi dia juga yang bilang sendiri bahwa dirinya tidak suka pada Nata. Malah dia sepenuhnya mendukungku agar dapat setidaknya menjadi teman akrab Nata. Sampai ide gila disarankannya, dan lebih gilanya lagi aku menurutinya.

Seperti yang aku bilang, Safa akrab dengan Nata. Skenarionya, Safa mengajak Nata sedangkan aku menunggu di tempat pertemuan itu, WC sekolah. Kurang elit memang.

Toilet ini ber cat merah muda jadi aku baik baik saja berlama lama di sana. Namun, alasan utamanya adalah disana sepi.

"Ada apa?" Ucap Nata bingung ketika baru saja sampai ke tempat eksekusi.

Seperti rencana Safa lari ke belokan koridor untuk melihat situasi. Sedangkan disana tinggal aku dan Nata.

"Buat kamu" maluku menyerahkan surat dengan amplop berwarna merah muda.

Tanpa curiga, Nata menerimanya dan membuka surat itu. Matanya membaca semua tulisan di dalam kertas putih yang dipegangnya.

Diriku harap harap cemas ketika Nata selesai membaca dan hendak mengucapkan beberapa kata.

Tolong lah.. jantungku berdetak cepat dari biasanya. Bagaimana ini?

Namun sebelum Nata benar benar melontarkan kalimatnya, insiden terjadi.

"Bayu jangan kesana!"

Kudengar suara Safa bersamaan dengan Bayu teman sekelasku yang berlari menahan pipis di celana.

Kulemparkan pandanganku ke Safa dengan tajam. Apa yang dia lakukan sampai bisa kecolongan?

"Ini apaan si?" Suara laki laki di hadapanku mengalihkanku.

Bayu seperti tidak ingin buang air kecil lagi setelah dia melihat kertas dan amplop merah muda di tangan Nata.

Oh iya, aku lupa. Nata juga menemukan cincin yang kuselipkan di amplop yang ku berikan pada Nata. Dan setelah mata bayu menemukan itu, dia berbalik bahkan sedikit menabrak Safa dan ketika sampai di belokan dia lantas menyuarakan berita yang membuatmu malu selama bersekolah di sini.

"Adiba nglamar Nata" dengan tawa jahatnya, Bayu berlari dan mengatakan hal yang sama ber ulang kali.

Aku ingin menangis tapi tak bisa. Bola mataku bergerak cemas. Tubuhku berkeringat hingga aku merasakan keringatnya mengalir di punggungku. Telapak tanganku dingin. Dengan hati hati ku alihkan ekor mataku ke tempat Nata berdiri.

Namun..
Nihil.
Nata menghilang.
Kemana dia pergi?
Oh! Suratku dan cincinnya juga dibawa olehnya. Hey, bagaimana dengan jawabannya?
Oke itu tidak penting. Sekarang juga aku ingin menghilang dari planet ini, agar esok hari tak usah menghadapi kejamnya bumi.

TigabelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang