Saat di sekolah dasar, nyatanya bermain masih menjadi prioritas utama. Jajan adalah yang nomer dua. Bahkan ada beberapa anak yang hanya mau berangkat sekolah kalau diberi uang saku.
Bermacam macam permainan dilakukan. Tak jarang kami memainkannya sesuai musim. Ketika musim hujan, pastinya kita bermain di dalam kelas seperti petak umpet atau pesan berantai. Dan saat langit cerah lapangan penuh dengan anak anak.
Seperti beberapa hari ini, lapangan badminton dirubah menjadi arena gobak sodor. Itu adalah permainan dimana ada dua tim. Satu menjadi penjaga di beberapa garis dan tim lainnya berusaha melewati garis itu.
Entah siapa yang membuat peraturan, namun setiap hari seperti ada jadwal untuk memakai lapangan itu. Dan hari ini kelas ku mendapat giliran.
Seperti biasa, dari kelas 3 adalah tim cewek melawan tim cowok. Permainan ini pasti ditonton oleh banyak warga sekolah. Apalagi ada Nata. Seorang siswa terpopuler di sekolah. Tak hanya menonton saja, mereka mereka justru melihat ke satu anak dan tetap disana untuk waktu yang lama seraya mengutarakan decakan kagum.
Menyebalkan memang melihat Nata mendapatkan perhatian sebanyak itu.
Ah sial! Tim kami kalah.
Ya.. aku ikut bermain bersama teman teman perempuan. Dan karena kalah suit tim kami harus berjaga. Aku menyiapkan diri di garis ke tiga. Safa yang gesit itu menjadi center dengan bebas bergerak di garis tengah.
Setelah semua siap, Safa langsung maju ke area bertahan lawan sebagai permulaan permainan gobak sodor ini.Benar saja, mereka adalah laki laki. Lebih sigap, cepat dan pastinya mudah menerobos tembok tim perempuan. Dari total 4 anak, 1 masih tertinggal di daerah aman. Sedangkan 3 lainnya berhasil masuk melawan garis dua. Safa kembali ke daerah dua untuk mengurangi gerak lawan. Namun 1 anak berhasil melewati Safa.
Anak itu adalah Nata. Sekarang, dia berhadapan denganku. Tentu saja aku profesional dengan menghalanginya benar benar baik walaupun beberapa kali sempat sekilas mataku bertemu dengan matanya dan buyar sesaat.
Seperti saat ini. Mata kamu bertemu. Wah.. dibawah terik matahari, mata coklatnya serasa bersinar memantulkan cahaya sang surya. Wajahnya diam tanpa ekspresi.
Namun sedetik kemudian, tiba tiba smirk sok ganteng nya mengejeku. Senyuman miringnya itu membuat ku kembali menuju kesadaran. Dengan sigap di ikuti langkahnya yang hampir saja menerobos garis putih ini.
Kakiku tergerak menghalangi kakinya. Alhasil dirinya tersandung dan..
Bruk!!
Kami berdua terjatuh.
Posisinya tersungkur ke depan namun tidak sampai menyentuh lantai lapangan karena kedua tangannya menahan. Sedangkan aku terhuyung ke sampingnya dengan posisi akhir berlutut karena dahiku tertahan punggungnya.Sontak hal itu menjadi pusat perhatian.
Astaga. Aku ini kenapa sih?!
Maksudku, seharusnya hanya dia yang jatuh. Kenapa aku ikut juga??Tak banyak yang tertawa renyah melihat insiden ini. Di sisi lain, para perempuan lebih tepatnya fans Nata berekspresi sama dengan membuka mulut mereka dan masih terkejut. Beberapa dari mereka memang sudah sadar dan langsung menyesalkan kejadian ini apalagi mengetahui kalau aku suka Nata, iri mereka berseru.
Sesegera mungkin diriku menyadarkan keadaan. Kakiku yang masih lemas sebenarnya ku paksa berdiri seperti posisi awal. Sedangkan Nata berdiri dengan tempo lambat. Rasanya dia sedang menahan emosi dan melakukan gerakan slow motion.
Benar saja, setelah Nata tegak berdiri. Matanya menyorotku tajam.
"Aku.gak.suka! jadi.pusat.perhatian.kaya.gini!" Lirih tapi penuh penekanan. Namun, itu malah membuatku semakin takut.
Selepasnya, Nata mengalihkan pandangannya padaku dan berjalan menjauhi tempat ramai itu.
Sedangkan aku? Hanya mematung di tempat. Bahkan tidak memperdulikan lagi lututku yang berdarah ini.
***
Sampai di kelas, aku baru merasakan kembali sakitnya. Perihhh...
Safa kembali membawa plester dan obat merah. Mungkin dia mengambilnya dari UKS. Temanku ini yang tadi membantu ku berjalan hingga ke kelas, kini kembali menolong dengan mengoleskan obat merah di lutut kanan dan kiriku.
Lukanya memang sedikit, tapi aku hampir menangis karena malu. Bisa kah kau bayangkan? Aku seperti dipermalukan dua kali. Pertama, jatuh di tengah lapangan dengan situasi anak anak lain ramai mengelilingi lapangan itu, yang pasti kau ketahui ketika ada teman yang jatuh, lainnya menertawakan menganggap itu lelucon pagi. Dan yang kedua, karena Nata. Aku memang tidak berharap ditolong olehnya.. ralat, aku berharap tapi.. tidak juga. Yang membuatku malu adalah, mengapa dirinya dengan dingin langsung meninggalkan ku seakan aku adalah tersangka utama.
Hey.. itu kecelakaan!
Artinya, aku tidak sengaja.Tapi, apa katanya tadi?
"Aku gak suka jadi pusat perhatian kaya gini"
Gak suka?!!
Selama ini perhatian itu kamu apakan? Kau baik baik saja, dan sering kali kau membalasnya.Aku kesal!
Aku bersumpah untuk TIDAK MENYUKAINYA LAGI.
Namun..
Tepat setelah batin menyuarakan itu, pikiran langsung muncul wajahnya dengan senyuman miring tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tigabelas
Teen FictionTiga belas. Angka kesialan. Aku suka seseorang 13 tahun lamanya. 1 tahun di TK 6 tahun di SD 3 tahun di SMP 3 tahun di SMA gila memang. Tapi lebih gila lagi ketika setelah 13 tahun, seseorang itu melamarku "mau kamu apa sih?!...kamu bukan anak kec...