EMPAT

3 2 0
                                    

Dari awal aku tau bahwa akhirku mencintainya merupakan awalku mencintai DIA


Senja, fenomena alam yang tak luput dari perhatian manusia. Suatu kenyataan yang mengajarkan akan sebuah keikhlasan akan adanya sebuah kehilangan. Bagaimana manusia harus bersabar akan adanya fase peralihan antara tenggelamnya matahari dan hadirnya rembulan. 

Hilda tidak terlalu suka akan senja, namun ia ingin bisa menikmati hangatnya senja di sore hari dengan sinar keemasan yang bisa memanjakan mata. Baru kali ini ia bisa menikmati senja bersama orang asing yang kebetulan ia ajak masuk ke dalam kehidupannya. Ia tak berharap lebih akan orang baru yang tengah berdiri di sampingnya ini, hanya ada secuil harapan akan rasa yang tersakiti.

Diam-diam Hilda mengamati sosok di sampingnya yang tengah menikmati semilir angin tanpa merasa tengah diperhatikan. Jika dipikir-pikir lagi, raut muka Kenzy lebih tegas dari pada Milkay, tentunya kadar ketampanannya juga tak jauh berbeda, mereka sama-sama memiliki wajah di atas rata-rata. Entah kenapa baru kali ini ia merasa ada yang berbeda jika melihat Kenzy yang berbeda dari laki-laki yang pernah menjadi temannya selama ini. Ada rasa yang sedikit menggelitikinya tanpa sadar. Benarkah rasa itu sama dengan rasa yang dimilkinya untuk Milkay, ia pun juga tak tau. Waktu yang akan menjawab semuanya, semoga saja waktu kali ini mendukungnya.

"berhenti memerhatikan seorang pria, Hilda"

Hilda terkejut mendengar perkataan Kenzy, mengalihkan pandangan yang awalnya terpaku pada satu titik. Ada semburat manis di pipinya, menambah kekehan di bibir Kenzy. Lucu, gumamnya.

Tanpa sadar, Kenzy mengulurkan tangannya mengacak puncak kepala Hilda "bisa bisa kamu naksir"

Hilda mendengus mendengar Kenzy yang telalu percaya diri. "ia kali aku naksir kamu" Hilda mencibir tidak terima dengan apa yang dilontarkan Kenzy.

"kita pulang yuk, sholat dulu" Hilda beranjak menepuk nepuk baju bawahnya yang kotor.

Diam-diam Kenzy tersenyum, mangingat baru kali ini ada orang yang mengingatkan akan suatu kewajiban yang tengah dilupakan banyak orang. Meskipun ia bukan orang yang taat ber-agama, namun ia juga bukan orang yang melupakan agama.

Sebisa mungkin ia tetap menjaga akan agama yang mungkin di zaman ini terdengar langka. Dan sekarang wanita di hadapannya sedikit mengetuk pintu hatinya yang tertutup cukup lama dengan cahaya yang tak pernah ia dapatkan dari wanita manapun. Ia merindukan perhatian hangat seperti saat ini.

Menurutnya Semua wanita terlihat sama, hanya mempercantik luarnya saja tanpa memikirkan pondasi yang yang berdiri di dalamnya. Bukankah apabila pondasinya baik maka begitu juga dengan luarnya akan baik. Karena apa yang di luar merupakan tampilan dari apa yang di dalamnya.

Kenzy menunggu Hilda di teras masjid hingga wanita itu duduk di sampingnya dengan wajah yang lebih cerah dari sebelumnya. Begitulah hebatnya air wudhu bisa membuat wajah sedikit bercahaya. Cobalah perhatikan antara orang yang selesai berwudhu dengan orang yang selesai membasuh muka. Pastilah yang kelihatan berbeda itu akibat dari air wudhu, kayak ada cahaya cahayanya gitu. Makanya kalian jika ingin kelihatan bercahaya tanpa harus memakai skincare itu ya dengan air wudhu karena air wudhu lebih hebat dari merek skincare apapun. Ehh apaan ya? Wkwkw

"buruan yuk" Hilda beranjak terlebih dahulu diikuti Kenzy yang mencoba menyajarkan dengan langkah Hilda.

Mereka sama-sama diam, bingung apa yang yang akan dijadikan perbincangan.

"tak masalah jika kamu nginep di sini?" akhirnya Hilda yang membuka percakapan terlebih dahulu.

Kenzy tersenyum tanpa menawab pertanyaan Hilda. Hilda yang tak kunjung mendapat jawaban, menoleh dan mendapat Kenzy tengah memerhatikan Hilda dengan senyuman tercetak di bibirnya. Dengan cepat Hilda kembali mengalihkan pandangannya ke depan, bisa bahaya jika ia kepincut sama pesona Kenzy barusan.

SafuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang