Kunjungan wisata

160 24 11
                                    

Seusai berjogging seperti yang biasa kulakukan minggu pagi, air yang kutebak tak sampai 20°C mengguyur kulitku.

Kalau sudah sedingin ini aku tidak berani berlama-lama di bawah shower. Memang tidak boleh lama. Karena aku harus segera bersiap.

Bergegas membilas, aku memakai setelan celana doreng dan kaos putih yang dilapisi jaket hitam yang telah kusiapkan. Tidak lupa topi rimba yang sekiranya kubutuhkan kalau-kalau matahari terik.

Membopong tas hitam favorit, aku segera menuruni anak tangga menghampiri meja makan yang telah melambai.

"Mau ke mana pagi bener?" tanya Bangmin dengan muka pelernya.

Wah, tumben sudah melek. Biasanya jam segini masih bergelung di kasur melunasi jam tidur yang tersita oleh konser abal-abalnya.

"Ada tugas kunjungan wisata yang tentu saja dengan berat hati kulakukan," sahutku datar.

Bangmin menyesap kopinya yang tinggal setengah, "Oh, benarkah? Bukan mau berpacaran?"

Sontak aku menghabiskan segelas susu dengan cepat untuk meredakan batukku akibat tersedak.

"Maaf aku tidak mempunyai waktu untuk hal unfaedah semacam itu."

Bangmin mengangkat satu alisnya tak percaya dengan jawabanku.
Daripada tenagaku terbuang untuk meluapkan emosi, lebih baik langsung ke rumah Rose saja.

"Lama sekali sih, Lis. Mana tidak bisa dihubungi," cerocos Bobby menyambut kedatanganku.

"Kumpul jam 9 kan? Kurasa aku masih tepat waktu, kok."

"Harusnya setengah jam lalu kau sudah di sini. Yasudah ayo langsung jalan saja," papar Rose membuatku bingung.

Bukannya mereka bilang jam sembilan, ya? Aku tidak mungkin keliru soal waktu Lisa sangat disiplin.

Ternyata June tidak bisa menemani Rose kali ini, ada urusan OSIS. Naks sbux.

Jadi Rose dibonceng oleh Hanbin yang telah diamanati untuk membawa Rose pulang dengan selamat.

Aku bersama Bobby dengan motor bebeknya. Bobby ini muka bad boy naiknya motor matic? Ah buat apa dipikirkan sih.

"Lisa kau denganku saja, ya?" Hanbin merengek minta bertukar pasangan.

Timpukan tas Rose pada kepala Hanbin menjadi bentuk protes sekaligus ketidaksetujuannya. Jadi, Hanbin hanya memanyunkan bibirnya dan melajukan moge merah mengkilatnya.

"Duh pegal sekali. Pijit dong, Lice!" eluh Bobby.

Perjalanan yang memakan waktu hampir satu setengah jam ini tentunya melelahkan. Terlebih lagi jalan menanjak dengan beban lebih.

"Lemah sekali, Bob. Mana ada yang mau?" ejekku.

"Jangan salah sangka, Nona. Pacar Bobby bak bidadari aku saja terperangah," timpal Hanbin.

"Oh, ya? Eh, aku sudah tau pacarnya Bobby, iya. Kak Jis, kan?" Rose dengan sok tahunya menimbrung.

Rose lalu mengambil hp nya dan menunjukkan foto seorang gadis yang asing bagiku. Cantik.

"Jangan diembat juga, Bin. Susah ini," Bobby memelas.

"Nggak ya. Yang ada Jisoo yang terpesona kharismaku," imajinasi Hanbin meledakkan tawa kami. Kecuali Bobby yang baru saja melemparnya dengan sepasang sandalnya.

Menghentikkan topik menyimpang tadi, kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

5 menit barulah kami sampai di sebuah taman yang ah~
Tak menyesal aku ke sini.

I'm Writer, Not Actress -unpub- Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang