Kisah Merah Tua

249 84 76
                                    

Kerak bumi bukan satu-satunya ruang hidup makhluk. Jauh di rongga Bumi, konon ada dunia lain bernama Agharta (atau sebutan-sebutan sejenis). Teori tentang Agharta pertama dikemukakan oleh Edmond Halley pada akhir abad ke-17. Ada pihak-pihak yang membantah dan menganggap Agharta hanyalah pseudosains, tapi ada juga yang mendukung.

Bumi-Agharta dapat terhubung melalui beberapa gerbang seperti di Kutub Utara dan Kutub Selatan. Ada yang bilang, semakin damai kehidupan Bumi, semakin mudah pintu masuk Agharta ditemukan. Agharta juga memiliki matahari dan sumber daya alam. Peradaban di sana lebih maju dari di permukaan. Sebagian manusia Agharta memiliki kemampuan telekinesis. Agharta tampak seperti dunia idaman, kaya, indah, maju, dan sulit terbayangkan.

Semaju apapun peradaban dan masyarakat, akan selalu ada kaum yang tertepikan. Memang tidak semencolok pemilik gedung bertingkat dan penghuni kolong jembatan, juga tidak separah dominasi atas tanah, tapi percayalah bahwa kesenjangan tetap ada di dunia mana pun.

Artificial Intelligence* berwujud humanoid sudah menjadi bagian dari masyarakat Agharta hingga manusia harus bersaing dengan barang ciptaan kaum mereka. Humanoid seakan menjadi ras baru. Imbasnya, manusia-manusia yang dirasa kurang kompeten akan tersisihkan. Perusahaan-perusahaan didominasi oleh humanoid. Manusia Agharta yang tersisih banting setir ke bidang-bidang kreatif lain atau berupaya meningkatkan kompetensi.

Sourire Enfel alias Rire termasuk segelintir golongan yang tertepikan. Selepas lulus dari Akademi Golden Shamballa (beasiswa penuh jalur kemampuan telekinesis), ia mati-matian menyambung hidup dengan kerja serabutan. Sejak tahun terakhir kuliah, telekinesis Rire hanya sedikit berkembang sehingga tidak memenuhi syarat melamar pekerjaan di bidang tersebut. Untuk lulus ujian praktik akademi saja ia terpaksa menenggak kapsul-kapsul dopping telekinesis yang membuatnya lemas selama dua hari. Akhirnya usai beberapa tahun penuh ketidakpastian, ia diterima bekerja sebagai buruh di pabrik panel surya.

Rire merupakan anak semata wayang dari keluarga petani. Kedua orang tuanya mengalami kecelakaan di perjalanan menuju upacara kelulusan Sekolah Agharta Muda (SAM) Rire. SAM adalah sekolah dasar 7 tahun yang wajib ditempuh warga Agharta (setara SD-SMA) sebelum melanjutkan kuliah di akademi.

Vivin, ibu Rire, kehilangan kemampuan telekinesis karena beberapa syaraf otak mengalami gangguan fungsi. Sebenarnya tidak membahayakan, tetapi ia akan sulit fokus pada sesuatu, apalagi memusatkan pikiran untuk bertelekinesis. Jerry, ayah Rire, kehilangan kedua kakinya dari bawah lutut. Meski sudah membeli kaki mekanik tapi ia tidak bisa kembali menjadi petani.

Sejak itu, keluarga Enfel menggantungkan hidup dari hasil tani yang tersisa sepertiga (sekarang yang bertani hanya Vivin). Setengah lahan dijual untuk pengobatan, Vivin juga membuat petak khusus untuk ditanami sayur, umbi, dan buah (tentunya belum berbuah). Produk lain tersebut untuk konsumsi pribadi. Tak ingin berpangku tangan, Jerry mulai berjualan keramik via pemesanan. Kebetulan dulu ia lulusan Akademi Agharta Berseni dan punya peralatan membuat keramik. Sebagai pemilik hydrokinesis, sesekali ia membantu menyiram tanaman--tidak bisa rutin karena kemampuannya menurun.

Mereka sempat ingin kembali mencari buruh tani, tapi belum punya cukup uang untuk menggaji. Jika sedang ada kelebihan uang, mereka menyewa satu buruh tani harian. Rire sedikit-sedikit ikut menyisihkan gaji kerjanya. Ia ingin memberi banyak tapi ia sendiri hidup merantau ke ibukota dengan gaji pas-pasan.

Rire hanya fokus mengumpulkan uang demi keluarga, sampai dia bertemu putri manager perusahaannya bernama Fiona. Fiona lebih muda tiga tahun dan ternyata sama-sama pelajar di Akademi Golden Shamballa. Mereka tidak sengaja bertemu saat jam makan siang di ruang makan perusahaan. Saat itu Fiona sedang mengisi perut sebelum menemui ibunya, ia menghampiri Rire yang kelihatan paling muda dari karyawan lain. Dengan gelagat canggung, Fiona meminta Rire mengantarnya.

Wandering in ThellussoliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang