Bukannya tanpa usaha sikap Pak Takdir dalam menanggulangi perubahan Pram ini, namun tak satu pun yang nampaknya berhasil. Pram tetap tegap pada pendiriannya, dengan alasan bahwa ia sudah cukup dewasa untuk menentukan mana yang baik dan buruk baginya.
Bermacam-macam ayat serta dalil dari Kitab Suci telah dipaparkan secara seksama oleh Pak Takdir kepadanya, dengan harapan agar Pram bisa berubah menjadi seperti dulu lagi. Namun apa lacur, nasi terlanjur menjadi bubur.
Dengan bijaksana Pram meminta agar Pak Takdir tidak lagi mencampuri segala urusan yang berkaitan dengan dunia spiritualnya, karena Pram telah menempatkan hal tersebut sebagai hak mutlak dirinya sendiri.
Iming-iming tentang surga dan ancaman tentang neraka tidak lagi membuat Pram tunduk dan patuh seperti dulu, karena hal-hal seperti itu menurutnya adalah rahasia Ilahi yang berada di luar jangkauan manusia.
Pram tidak ingin hanya karena perbedaan keyakinan, hubungan dengan orang tuanya menjadi renggang. Berkali-kali ia menegaskan hal tersebut kepada Pak Takdir, tetapi rasa kecewa yang melanda hati Pak Takdir begitu besar. Pak Takdir yakin, suatu saat nanti Pram pasti akan menyadari kesalahannya dan kembali lagi ke jalan yang – menurut versi Pak Takdir – benar dan lurus.
Seiring putaran waktu yang semakin mengikis tipis kesabarannya, Pak Takdir akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan seseorang. Orang itu adalah Pak Taufiq, seorang pria paruh baya yang menjadi imam pada jemaat yang Pak Takdir ikuti. Setelah membeberkan duduk persoalannya, akhirnya Pak Taufiq setuju untuk mengabulkan permintaan Pak Takdir.
Pak Takdir menyimpan harapan yang besar pada Pak Taufiq, karena menurutnya ia sudah cukup berpengalaman menghadapi masalah-masalah seperti halnya kasus Pram ini.
Setelah mendapat kata sepakat, Pak Taufiq berjanji akan berkunjung ke rumah Pak Takdir pada keesokan harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bagiku Jalanku, Bagimu Jalanmu
Short StoryCerita pendek tentang pencarian jalan spiritual