III

15 0 0
                                    

Pagi berikutnya, saat masih terhanyut di alam mimpinya, Pram dibangunkan oleh ibunya. Ia diberi tahu bahwa ada seorang tamu yang punya keperluan dengannya dan juga ayahnya.

Dengan mata yang masih enggan terbuka, Pram membasuh mukanya lalu bergegas menuju ruang depan untuk menemui tamu tersebut.

Di sana sudah duduk ayahnya, Pak Takdir, bersama sosok yang sudah tidak asing lagi baginya. Ya, dulu Pram pun sering mengikuti ceramah Pak Taufiq.

Setelah menyalaminya, Pram duduk di kursi yang terletak di samping kursi ayahnya, sedangkan Pak Taufiq duduk di hadapan mereka.

Setelah beberapa obrolan pembuka yang bersifat basa-basi, akhirnya Pak Taufiq memutuskan untuk masuk ke inti masalahnya.

“Begini, Pram. Setelah mendengarkan penuturan dari ayahmu tentang masalah yang terjadi di antara kalian, saya jadi teringat pada sebuah kisah. Dalam Kitab Suci dikisahkan tentang putra Nabi Nuh yang menolak ajakan ayahnya untuk naik ke dalam kapal saat terjadi banjir besar. Akibatnya, ia termasuk ke dalam orang-orang yang ditenggelamkan. Nah, hal itulah yang menjadi beban dalam pikiran ayahmu selama ini. Beliau tidak ingin peristiwa yang menimpa Nabi Nuh dan putranya itu terjadi pada kalian berdua. Jadi, kalau ingin selamat, kamu harus cepat kembali ke jalan yang lurus sebelum terlambat!”, papar Pak Taufiq dengan nada penuh percaya diri layaknya seorang penceramah yang sedang berkhotbah pada jemaatnya.

Selepas menghela nafas cukup panjang, Pram kemudian dengan tenang menjawab:

”Maaf, Pak. Dengan tidak mengurangi rasa hormat, saya kira tak ada satupun di antara kita yang tahu siapa yang jalannya sesat dan siapa yang tidak. Karena sesat atau tidak hanya bisa dibuktikan setelah kita sampai di tujuan. Bagaimana mungkin kita tahu jalan siapa yang sesat dan siapa yang tidak, sedangkan kita masih sama-sama berjalan dalam kehidupan? Kita tempuh saja jalan kita masing-masing tanpa saling bersinggungan. Jika ternyata jalan yang bapak tempuh memang yang benar, dan bapak sudah berhasil lebih dulu sampai di tujuan, yaitu surga, silakan bapak kembali lagi ke sini dan tunjukkan kepada saya jalannya. Saya akan dengan senang hati mengikuti...”

Bagiku Jalanku, Bagimu JalanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang