Sebuah perjalanan layaknya hadir pengorbanan dan perjuangan didalamnya, sepanjang apapun itu, disanalah hikmah tersemat
***
Sembari meluruskan kaki, menerawang langit langit ruangan yang menyisakan satu cahaya bulat dari sorot tengah hingga tampak terang lah ruangan mungil ini. Badan boleh di sini, tapi agaknya pikiran masih ingin menari, jauh ke dalam diri sendiri beberapa waktu yang lalu.
_____________________
"Teng teng... teng teng... teng teng"
Dentuman bunyi lonceng menggema di seluruh hamparan penjara suci. Menandakan waktu sholat isya' akan segera tiba. Para pejuang muda masa kini terlihat berlari lari menuju tempat suci untuk menundukkan diri pada Sang Ilahi Rabbi, yah Masjid sebagai titik pusat peradaban di dalam pesantren.Nuansa serba putih memenuhi masjid, kalimat kalimat takbir tahmid dan tahlil memenuhi seantero pondok.
Malam ini bisa jadi menjadi malam terakhir bagiku, iya aku yang sudah menempa selama belasan tahun di pondok ini, menjauh dari rutinitas dan fasilitas lengkap di tanah kelahiran menuju tanah rantau yang tak pernah tahu apa dan bagaimana yang terjadi di dalamnya. Aku yang tak pernah pandai menjalin komunikasi dengan orang baru, mencoba sebuah hal baru yang tak pernah di tahu. Aku yang berani meninggalkan cita cita tinggi ku, demi sebuah cita cita besar orangtuaku terhadapku. Aku si anak pertama dari tiga srikandi masa kini.
Barang-barang sudah sampai terlebih dahulu melalui paket ekspedisi yang kukirimkan sekitar satu bulan yang lalu ke rumah orang tuaku. Yahh upaya itu aku lakukan karena memang tak ada kendaraan yang bisa menampung aku dan segala pernak pernik yang terkumpul begitu lama. Ayahku sendiri yang akan menjemput aku dan sisa batang barangku untuk nantinya pulang dengan menggunakan bis umum.
Ahh cepat sekali rasanya. Rindu itu ada terpatri dalam diri bahkan meski lamgkah belum terlalu jauh menempuh, masih di satu naungan yang sama, tapi entah bagaimana rindu itu sudah menjalar dan menyapa diri hingga mengatakan, kapan kiranya aku bisa bertemu dan bersua lagi?
Hari yang kunanti pun tiba, rasa senang bercampur sedih menjalar dalam diri, ayahku tiba bersiap menjemputku untuk pengabdian selanjutnya, sebuah pengabdian yang benar benar alami, berbaur dalam masyarakat yang ada di sekitaran, keluar dari zona nyaman menuju zona yang entah bagaimana.
_______________
Astaghfirullah.... aku membuyarkan lamunanku, yahh tentu saja ketukan pintu kamarlah yang membuyarkan ku,,
"Assalamualaikum Hal Ustadzah Fatimah maujudah?"
(Assalamualaikum ustadzah Apakah ustadzah Fatimah ada?)"Maujudah ukhtii, ayyu khidmah?"
(Ya, ada nak, ada keperluan apa?)Seorang santriwati mengetuk kamarku sembari menanyakan keberadaan ku, yahh menggunakan bahasa arab, karena mereka dilatih untuk setidaknya menggunakan bahasa arab atau inggris dan keperluan umum sehari hari. Seperti menanyakan keberadaan, meminta izin ke toilet, atau bertukar kabar. Tidak banyak memang hanya seputaran itu saja, meski itupun ada saja yang masih tidak menggunakan dua bahasa tersebut. Memang, keseharian kita menggunakan Bahasa Indonesia, karena memang kebiasaannya berbahasa Indonesia. Meskipun kadang di belakang kita mereka masih aktif dengan bahasa jawanya.
"Usth... mau minta kresek" kata seorang santriwati yang tadi mengetuk pintu
"Oh iya nak, ini kreseknya, jangan lupa dibersihkan kamarnya, dirapikan, dan ditata yang bagus yaa" kataku padanya
"Siap us" balas santriwati tersebut sembari mengacungkan jempol dan menoleh ke belakang lalu kembali ke kamarnyaYahh ini waktu pagi hari, dimana aku baru saja menyelesaikan kegiatan mengaji bersama anak-anak lalu sejenak beristirahat untuk kemudian melanjutkan kegiatan di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Tunggu (Ketika Seorang Muslimah Jatuh Cinta)
Ficción GeneralDan apa yang bisa dilakukan seorang muslimah? saat hadir perasaan tak terduga menjamah hatinya?