DEAR Team

53 11 0
                                    

Dira menatap kagum sawah yang terbentang luas di hadapannya. Entah sudah berapa lama ia di sana. Dira memang sering menghabiskan waktu di gubuk kecil yang berada di tengah-tengah hamparan sawah. Ia menggapai gubuk tersebut melalui jalan kecil pemisah tiap-tiap petak sawah yang ukurannya berkisar antara 4x4 meter persegi. Bagi mereka yang tak biasa berjalan diatasnya, pasti akan jatuh terpeleset, namun, tidak dengan Dira yang hampir setiap hari mengunjungi sawah. Baginya, sawah adalah pemandangan alam yang paling mudah diakses di sekitar rumahnya. Di sawah, biasanya ia tak pernah membawa tangan kosong, entah itu tugas kuliah atau hanya sekedar pulpen dan secarik kertas, siapa tau dapat inspirasi, pikirnya. Beberapa pemilik sawah tersebut juga sudah sangat mengenali Dira. Remaja pengagum keindahan sawah dan penikmat senja. Adirana Mutia.

******

Sabtu. 08.00 WIB. 

Hari libur, terlintas di benak Dira kegiatan yang dapat dilakukannya hari ini.

"Afiyaaaa!!!! Mau ikut Kakak keluar ga?" teriak Dira seraya membuka pintu kamar adiknya.

Sontak Afiya kaget.

"Ih, Kakak, masih pagi lhoooo!" rengek Afiya yang justru malah memalingkan badannya dan memeluk guling.

"Ya udah, Kakak pergi sendiri aja deh." Dira pun berlalu dan menutup pintu perlahan, tak ingin mengganggu weekend sang adik.

Tak masalah baginya jika Afiya tidak ikut, toh Ia sudah biasa sendiri. Ehm sendiri.

Dira menuruni anak tangga dengan semangat. Seperti biasa, ibu selalu menyambut paginya dengan senyuman.

"Mau kemana, Sayang?" belum habis anak tangga dilalui Dira, ibu sudah melemparnya dengan pertanyaan.

"Taman kampus, Bu, eh, sawah aja kali ya, Bu." Dira tampak menimbang-nimbang keputusannya. "Emm. Liat nanti aja deh, Bu, terserah kaki mau melangkah kemana, hehe." cengir Dira.

"Kakaaakkk … Kak Diraaaa … Afiya ikuuttt!!!" teriak Afiya sambil menuruni anak tangga. "Ikut ya, Kak!" Afiya mencomot roti yang sudah disediakan Ibu di meja makan, lalu menarik lengan Dira.

"Eh, Kakak belum sarapan …" dahi Dira berkerut, mendapati adiknya yang aneh.

"Loh, belum? Jadi dari tadi ngapain aja?" Afiya menatap kakaknya sambil mengunyah roti yang diambilnya barusan.

"Ih, ngigo ni anak, Kakak baru mau makan, eh, Kamu teriak-teriak dari atas kayak tarzan." Dira melepas tangan Afiya dari lengannya dan kembali ke meja makan.

Ibu tersenyum kecil melihat tingkah kedua putrinya, ada-ada saja, pikirnya.

******

Taman kampus menjadi destinasi akhir pilihan mereka. Afiya yang sudah siap sedia dengan baju joggingnya, mengambil ancang-ancang untuk segera menuju rute pedestrian di tepi taman. Ia memulai dengan lari kecil, dan berjalan ketika keringat sudah membasahi tubuhnya.

"Kak Diraaa, capek" rengek Fiya.

"Yaelah, Fiyaa, segituan doang??" ucap Dira sambil tertawa kecil.

"Kakaaakkk, Fiya cuma butuh minum, bukan ga sanggup, lagian masih 10 menit Fiya joggingnya. Beliin minum dong Kak, Fiya capek."

"Nih, ambil aja Fiya!"

Sontak dua kakak beradik tersebut mendongakkan kepalanya. 

Rey? Kenapa dia bisa ada disini? Pikiran Dira berkecamuk.

Seketika bayang-bayang masa lalu kembali terkuak, dadanya sesak. Tapi Ia mencoba berdamai. Perlahan, Dira mulai menenangkan dirinya. Eh, Rey tak lagi disini, bahkan Fiya sudah kembali jogging. Ah, sudahlah, hanya masa lalu, pikirnya.

*******

Oke, sepakat ya, nama tim kita DEAR "Dira, Arya, Rey, Emy".

"Besok kita mulai project di Bukit Wondo, ya." jelas Arya.

"Oke, aku jemput Dira, ya." ucap Rey santai.

"Eh, ga usah, Rey, Aku tau tempatnya kok." elak Dira.

"Ya ampun, Dira. Emangnya kita pergi sendiri-sendiri? Ya enggaklah, Kamu sama Aku, Emy sama Arya." papar Rey sambil berlalu dari ketiga temannya. "Kalian mau disitu aja? Ayo cabut!" tambahnya lagi.

Dira, Arya dan Emy yang sedari tadi tak bergerak dari posisi duduknya pun kini mulai beranjak.

Keesokan harinya.

Rey mulai menimang-nimang kameranya. Ia mencari angel yang bagus untuk melancarkan pembuatan film mereka. Film pertama, mereka hanya menjadikan alam sebagai objek, menangkap kejadian apa saja yang terjadi disana, tentunya dengan sedikit polesan editing.

"Dir, sini ya, deket aku aja, ntar kalo aku butuh apa-apa, bantuin ya." Rey bicara pada Dira tanpa melihat wajahnya.

Dahi Dira berkerut, apa sih ni anak.

"My, kamu udah makan, kan? Wajahmu pucat sekali." tanya Arya pada Emy yang kelihatan sedikit pucat.

"Ah, sudah, Ar, wajahku memang begini, hehe" Emy membalas pertanyaan Arya sambil tersenyum kecil.

Seketika kawasan itu hening, dua lelaki yang fokus dengan kameranya, sedangkan dua wanitanya hanya berdiam diri, tak ingin memecahkan konsentrasi teman lainnya. Sesekali suara Rey memecah keheningan, entah itu meminta pendapat Dira tentang hasil jepretannya, atau bahkan hanya candaan kecil yang mengundang tawa Dira. Semua mengalir apa adanya. Yang membuat beda adalah perasaan keduanya. Rey yang tertarik pada Dira, berusaha membuat Dira nyaman dengan kehadirannya. Sedangkan Dira, ia tak punya rasa berlebih, sebatas teman satu tim, cukup. 

15.00 WIB.

"Udah sore nih, balik yuk" ajak Dira pada teman-temannya.

"Dir, aku antar sampai rumah, ya!" ucap Rey, berharap mendapat persetujuan dari Dira.

"Yaelah, Rey, Emy kan mau tidur dirumah aku, masa iya Arya juga ikutan singgah, kan lebih baik kalian pulang berdua, kami juga berdua, gitu lebih enak kali, ya" pungkas Dira habis.

"Udah sore, Sir, yakin gak mau kami anterin?" tanya Rey, masih berusaha membujuk untuk mengantarkan Dira.

"Udalah, Rey, santai aja, udah biasa kok!" jawab Dira lagi dengan santai.

Rey membisu.

Mereka pun pulang ke rumah masing-masing, tanpa disadari, Rey memasang wajah kecewa saat Dira menolak tawarannya.

********

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DEAR YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang