Chapter 2

6.1K 581 26
                                    

Happy reading~
.
.
.

Hinata memeluk kakak iparnya, Tenten, dengan erat akibat rasa rindu yang membuncah. Mereka berdua berbincang-bincang di ruang keluarga kediaman orang tuanya.

Hyuuga Hiashi, Ayahnya, pergi bekerja. Sementara Hikari, Ibunya, sedang pergi arisan. Tenten memang sering menginap di rumah orang tuanya karena Neji sering melakukan perjalanan bisnis ke luar kota bahkan luar negeri. Pria itu tidak membiarkan istrinya sendirian selama ia pergi.

Awalnya mereka hanya berbincang sekitar kabar mereka dan hal-hal yang mereka rindukan biasa dilakukan bersama. Juga tentang Neji yang jarang sekali mengunjungi Hinata karena sibuk. Hingga saat tidak ada topik yang bisa disinggung lagi, Hinata mulai membuka mulut tentang masalah yang sebenarnya membawa ia ke mari.

Nee-san, memang salah kalau aku terlalu manja pada Sasuke?”

“Tentu saja tidak, kau kan istrinya. Aku juga begitu pada Neji.” Jawab Tenten enteng.

“Teman-teman Sasuke bilang aku sangat manja dan Sasuke tertekan bahkan tersiksa karena sifatku itu. Ucapan mereka tajam sekali menghunus dadaku.” Adu Hinata. Ia hanya berani menceritakan ini pada Tenten, karena kalau sampai orang tuanya atau Neji tahu, mereka akan turun tangan dan malah Sasuke yang akan kena imbasnya.

“Siapa yang berani bilang begitu padamu? Hadapi aku sini!” Tenten tersulut emosi mendengarnya, tak sadar sampai berdiri dari duduknya. Adik ipar satu-satunya dibegitukan, ia tak terima.

Nee-san jangan keras-keras, nanti para maid dengar.” tegur Hinata panik. Kalau mereka dengar lalu mengadu pada orang tuanya bagaimana?

Tenten menetralkan perasaannya, kemudian kembali duduk dan menatap Hinata. “Memangnya Sasuke pernah menunjukkan gelagat tidak suka saat kau manja padanya?”

Hinata menggeleng, “Sasuke tidak pernah menolak apapun yang aku pinta. Ia juga bilang kalau apa yang aku inginkan itu adalah kewajiban untuk dia turuti. Aku tidak pernah melihat raut keterpaksaan di wajahnya.”

“Kalau begitu ucapan teman-temannya hanyalah omong kosong, simple. Sasuke mencintaimu, kenapa ia harus merasa tersiksa.”

Hinata diam. Okay, mungkin ia memang polos, tapi bukan berarti ia bodoh. Ia tahu semuanya. Tolong bedakan antara polos dan bodoh. Meskipun bisa jadi hanya setipis kertas.

“Apa menyakitimu jika saat ini aku masih belum bisa mencintaimu?”

Kata-kata Sasuke malam itu... Hinata mendengarnya. Karena usapan tangan di punggungnya saat itu, Hinata sempat terjaga dan mendengar kegundahan hati tersebut.

Hinata meyakinkan diri kalau ia baik-baik saja selama Sasuke tetap nyaman di sisinya. Tidak jadi masalah kalau pria itu belum bisa memberikan hatinya. Tapi ucapan teman-teman pria itu kemarin, seketika meruntuhkan keyakinan Hinata.

“Sasuke tidak mencintaiku, aku tak sengaja mendengar dari bibirnya sendiri,” lirih Hinata, “Semua perhatian yang ia berikan semata-mata mungkin karena memandang orang tuaku, atau karena dulu waktu kecil kita pernah berteman, tidak lebih.”

Tenten menghela nafas, “Adikku tersayang, aku malah merasa Sasuke sangat mencintaimu. Memperhatikanmu sedemikian rupa, itu bukan perhatian yang diberikan karena alasan yang kau pikirkan.” Tenten meraih gelas minuman dan meneguk isinya.

“Tapi aku mendengarnya sendiri kalau ia memang tidak mencintaiku.” Hinata kembali mengulang informasi yang tidak sengaja ia dapatkan.

“Bisa jadi ia sendiri tidak mengenali perasaan yang bersarang di hatinya untukmu,” kata Tenten, “Okay ayo kita buktikan. Kau, atau aku yang benar.”

My Spoiled Girl -SH ver- (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang