2; Sebenarnya Ada Apa?

17 7 0
                                    

Orang itu adalah ayah kandungnya sendiri. Ia terlihat sedang berbincang dengan seseorang sambil memegang sekaleng soda di depan mini market. Tapi yang membuat Luna terkejut adalah, ayahnya berbicara dengan seorang polisi berseragam lengkap. Langsung saja, prasangka negatif muncul dalam kepalanya. Apakah ayahnya melanggar hukum? Atau mencuri sesuatu? Ataukah melakukan hubungan terlarang dengan pacar barunya? Tapi mana mungkin ayahnya punya pacar...

Luna langsung mendekati kedua orang itu dengan hati-hati dan perlahan. Ia bersembunyi di balik semak, dan berusaha mendengarkan perkataan mereka.

"Ini sudah keterlaluan pak. Dia sudah membunuh tahanan lain yang satu sel dengannya," kata polisi itu dengan nada serius. Gelombang kengerian menjalar di seluruh tubuh Luna. Siapa yang dimaksud dengan 'dia'? Luna mencoba terus mendengarkan.

"Dia memang seperti itu. Jiwanya sudah terganggu. Jadi maafkan dia," kata ayah Luna dengan wajah khawatir.

"Ya sudah pak, saya kesini hanya untuk menyampaikan. Terimakasih," kata polisi itu. Mendengarnya, Luna langsung bergegas pulang ke rumahnya. Dan ia sampai tepat waktu.

Waktu telah menunjukkan pukul 15.30 am. Luna segera mengganti baju dan makan siang di meja makan. Di meja makan, sudah tersedia berbagai lauk pauk lezat masakan Bi Linda. Luna segera duduk di salah satu bangku. Ia sangat tidak bernafsu makan saat ini, karena obrolan ayahnya dengan polisi tadi, dan anehnya, kenapa ayahnya tak segera kembali dari sana? Dimana dia? Dia pun hanya memainkan nasi di depannya. 

"Kok Luna gak makan? Masakan bibi gak enak ya? Maaf ya, soal yang tadi pagi."

"Enggak kok, masakan bibi, selalu enak. Aku cuma kepikiran tadi..."

"Kenapa? Masalah lagi sama ayah?"

"Aku mau nanya-" belum selesai, Luna berbicara, bi Linda sudah menyela dengan topik lain.

"Oh iya, besok bibi mau pulang kampung dulu. Kira-kira seminggu, karena suami bibi yang dikampung, sakit," mendengarnya, Luna langsung tersedak. Berarti aku harus satu rumah sama ayah? Gak ada yang jagain aku lagi? Gak ada yang bisa diajak curhat? Gak bisa!

"Gak bisa! Nanti aku.."

"Ya, mau gimana lagi? Terima aja. Lagian bibi perginya gak lama kok. Cuma semingu, emang lama?"

"Ditinggal bibi seminggu tuh, udah kayak ditinggal setahun, tau gak?! Terus, gimana nasib aku? Nanti gak ada yang lindungin aku dari ayah!" Bi Linda kemudian berjalan mendekati Luna. Kemudian ia duduk di samping Luna dan membelai rambut panjangnya.

"Kamu tenang dulu. Kamu kan udah gede, jadi kamu harusnya udah bisa jaga diri. Dan kamu gak boleh ngomong gitu tentang ayah.."

Air mata Luna sudah tak bisa ditahan lagi. Titik-titik air mata mulai membasahi pipinya. Kemudian ia langsung spontan memeluk Bibi Linda. Awalnya Bi Linda terkejut, namun kemudian ia mulai membalas pelukan Luna. Lama-kelamaan pelukannya terasa semakin erat, dan tangisan Luna makin kuat. Bibi Linda sudah ia anggap sebagai ibu, karena ia sangat menyayangi Bibi Linda. Dan keduanya hanyut dalam pelukan kasih sayang....

Di Rumah Kevin

Ke-3 sahabat itu, yakni Bara, Kevin, dan Aldi sedang bermain game online. Sepertinya mereka sedang Mabar. Mereka berteriak-teriak karena mungkin salah satu dari mereka game over, atau ada yang gagal menyerang musuh. Bahkan Aldi sampai lompat-lompat diatas sofa karena saking sebalnya.

"Anjir! Bangke, banget tuh orang! Aduh! Yah..  yah! B*ngsat kali.. nasional!" Celoteh Aldi sambil mengacak-acak rambutnya.

"Berisik lu! Gw lagi ngasah konsentrasi gw, nih, buat ngelawan ini!" Kata Kevin.

Sementara teman-temannya sedang asyik dengan dunianya, Bara malah terlihat tenang dan berwibawa. "Konsentrasi, ingus lu! Emangnya lagi ujian fisika?"

"Lu tuh, gak pengertian banget dah. Kalo gw mainnya jago, bisa dapet duit, bambank! Lumayan, bakal buat ngajak ngapel cewek.." kata Kevin yang masih memainkan game online itu.

"Najis gw sama lu, Fin, Fin.." kata Bara sambil mengunyah beberapa kripik diatas meja.

Rumah Kevin lebih sepi, karena orangtuanya sedang tak di rumah. Kevin justru sangat senang akan hal itu, karena ia tak lagi diatur dan ia bebas melakukan apa saja. Sementara itu, Bara sedang berbalas pesan dengan seseorang, dan kemudian ia tersenyum kecil. Ternyata Aldi memperhatikannya dari tadi.

"Bara, kok lu senyum? Lagi nonton b*Kep?"

"Ih, aku macih kecil, macih poyos. Beyum ngerti ena-ena.."

Ketiga sahabat itu hanya tertawa riang. Namun pikiran Bara hanya terpikir pada gadis yang berbalas pesan dengannya.

Di rumah Luna

Saat ini, pukul 19.34, Luna sedang menonton sinetron kesukaannya. Sementara itu, Bibi Linda sedang mencuci piring di dapur. Letak dapur dan ruang tv tak dibatasi sekat apapun. Hal itu memungkinkan Luna tak perlu jauh-jauh mengambil makanan di dapur saat sedang menonton TV.

Tiba-tiba, entah kenapa, pandangan Luna teralihkan dari TV. Ia mulai melihat sekeliling. Namun matanya berhenti di sudut ruangan itu. Ia melihat ada meja usang, berdebu di sudut ruangan. Diatasnya tergeletak hp mahal milik ayahnya. Tiba-tiba terbesit begitu saja dalam pikirannya bahwa ia ingin sekali mengecek HP ayahnya dan memastikan ayahnya tak punya pacar baru.

Ia menunggu saat yang tepat untuk mengambilnya. Dan akhirnya Bibi Linda keluar dari ruangan itu menuju kamarnya. Luna langsung melangkahkan kakinya menuju meja itu, dengan tanpa suara dan sambil memastikan keadaan aman. Ia berdiri tepat di depan HP itu.

Luna langsung membukanya, untungnya HP itu tak diberikan sandi. Saat tangan Luna baru menekan aplikasi kontak, tiba-tiba ada bayangan seseorang, Luna langsung menoleh ke arah bayangan itu. Tapi ia hanya melihat tangan besar dan kuat melayang dan menghantam tepat di pipi kirinya, menyisakan bekas merah yang sangat menyakitkan.

"SHIT!! KEPARAT!! BERANINYA KAMU, NYENTUH HP INI?! DASAR ANAK KURANG AJAR!!! KAMU GAK DIAJARIN SOPAN SANTUN, APA?!! nyesel ayah, punya anak kayak kamu?! KALO KAMU BERANI LAGI UNTUK NYENTUH HP INI, KAMU AKAN MENYESAL TELAH DILAHIRKAN!!" Ayah Luna langsung pergi meninggalkannya menuju kamarnya, kemudian dia membanting pintu kamar dengan sangat keras.

Luna memegangi pipinya yang kemerahan, sambil menitihkan air mata. Ia tak menyangka ayahnya akan sekejam ini padanya. Ia sungguh, sangat membenci ayahnya, bahkan ia tak tau seberapa besar kebenciannya pada ayahnya. Ia juga bahkan sudah puluhan kali mencoba bunuh diri, terakhir tahun lalu, saat ayahnya menendangnya ke luar rumah karena tak sengaja masuk kamarnya. Tapi ia sadar, bunuh diri tak akan menghasilkan apa-apa. Dalam pikirannya hanya ada bunuh diri dan membunuh ayahnya...

***

Uwaaah!! Maaf ya, aku update nya lama.. soalnya ada virus terbaru, hehe 😆 jadinya aku gak boleh megang hp ✌️

Jangan pelit vomment yak...🙏 Semangatin aku terus, biar bisa update lagii..😁 thx😘

Falling Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang