"Pastikan kau selalu menjaga perilakumu, paham?"
"Ya, ya, ya! Ini sudah kesepuluh kalinya kau berpesan begitu, aku bosan!"
"Demi Aidios, jika kau sampai mempermalukanku di depan umum, aku tak tahu harus bagaimana lagi."
"Kamu khawatir banget, sih! Percaya saja kepada istrimu yang hebat ini, hehe~"
Jusis Albarea hanya geleng-geleng kepala ketika melihat istrinya berlari tidak sabaran menuruni tangga. Dalam hati berharap agar ia tak sengaja tergelincir dan jatuh terguling karena keaktifannya yang super itu. Berdiri di sebelah Jusis, sang kepala pelayan Arnauld nampaknya terlihat panik dengan tindakan yang sangat tiba-tiba itu.
"Nyonya Albarea, tolong hati-hati!"
.
.
.
Kini namanya bukan lagi Millium Orion, tetapi menjadi Millium Albarea dengan embel-embel Duchess di depannya, yang otomatis mengindikasikan dirinya sebagai istri dari Duke Jusis Albarea.Siapa yang menyangka, dua bulan yang lalu setelah menghadiri pernikahan Pangeran Olivert, Jusis Albarea langsung mengambil inisiasi. Dilamarnya gadis hiperaktif itu tanpa basa-basi. Teman-temannya pun langsung 'cie-cie' berjamaah tetapi Jusis stay cool. Lagipula ia sudah bisa menebak jawaban dari gadis tersebut.
"Menjadi istri Jusis? Kedengarannya menyenangkan, aku mau!"
Nah, 'kan.
Di saat para bangsawan lain ingin memiliki pasangan seorang wanita berkelas, elegan, anggun, bertata krama; Jusis malah memilih seorang gadis kecil rewel yang bukan keturunan bangsawan.
Jusis menuruni tangga dengan langkah yang konsisten, memancarkan aura penuh kehormatan seorang Albarea. Sementara Millium sudah berada di bawah; tidak mengindahkan salam dari bangsawan lainnya, dan sibuk mencicipi kue-kue yang dihidangkan di pesta. Melihat hal itu, sang suami hanya bisa menghela napas diam-diam.
"Yo, Jusis," sapa sang calon penerus keluarga Schwarzer, Rean Schwarzer. Jusis menyunggingkan senyum simpul, "Ada apa gerangan membuat seorang Rean Schwarzer yang biasanya tidak suka menghadiri gala tiba-tiba datang ke sini?"
Pemuda berambut gelap itu terkekeh, "Laura tidak bisa datang hari ini, jadi kupikir aku akan datang sebagai perwakilan dari kelas VII. Yah, dan satu lagi," Rean mendekat lalu berbisik, "Kau tahu, banyak yang mengincar Elise, jadi aku harus melindunginya dari tangan-tangan laknat itu."
Jusis tidak terlalu kaget ketika menyadari bahwa rambut temannya sempat berubah menjadi putih dan matanya menjadi iris kuning dengan sklera hitam. Rean Schwarzer benar-benar mengidap sister complex.
"Tenang dulu, Rean. Aku menjamin keamanan adikmu di sini, tamu yang kuundang kebanyakan telah mempunyai pasangan. Jadi, seharusnya Elise tidak digoda seperti di pesta pernikahanku sebulan silam."
Mendengarnya, Rean tiba-tiba berubah menjadi normal dan tersenyum bahagia, "Makasih, Jusis!"
Tak lama, Elise menghampiri mereka berdua, lalu membungkuk memberi salam, "Selamat malam, Tuan Jusis. Terima kasih telah menemani kak Rean selama aku berbicara dengan yang lain."
Jusis balas membungkuk juga, "Selamat malam juga, Nona Elise."
"Ah, panggil saja saya Elise."
"Baiklah kalau begitu, Elise."
Kemudian Jusis menghela napas, "Adikmu benar-benar seorang lady yang sempurna, Rean," lalu memijat pelipisnya, "Tidak seperti seseorang."
Rean tertawa kecil, "Dan sekarang seseorang itu adalah istrimu."
Jusis tersenyum pasrah, kemudian melirik gadis yang sedang sibuk makan itu, "Tetapi aku tidak pernah menyesal telah menikahinya barang sekali pun."
"Aku iri padamu, Jusis," Rean menenggak segelas anggur di tangannya, "Kamu sudah menemukan pendamping hidupmu."
.
.
.
"Hei, Millium! Apa kabar?"Si pemuda berambut gelap tersebut berjalan menghampiri mantan teman sekelasnya. Sontak si gadis menoleh dan dengan mata berbinar ia berseru, "Oh, Rean!!" Millium berlari kecil ke arah Rean. Sepatu hak yang ia kenakan sedikit menghambat gerakannya, namun ia tak perduli.
"Bagaimana kehidupanmu setelah menjadi seorang bangsawan-- istri dari seorang Duke Albarea pula?" Tanya Rean penasaran.
"Wah, kau tak akan pernah tahu betapa menderitanya aku selama ini! Dengar, aku dilatih ini itu, dilarang ini itu, konsumsi cemilanku bahkan dibatasi! Bagaimana aku bisa hidup tanpa makan yang manis-manis, Reaaan...?"
Rean tertawa dalam hati, lucunya.
"Millium, bibi pelayan bukannya ingin menyakitimu, tapi melatihmu etika supaya menjadi lebih anggun. Karena suatu saat nanti, Jusis juga pasti ingin membanggakanmu kepada bangsawan-bangsawan lain. Jadi berjuanglah, ya?" kata Rean menasehati.
Millium tertegun sejenak, lalu mengangguk polos.
"Baiklah, akan kucoba, Rean!" katanya dengan kobaran api semangat di mata, dan tangan yang terkepal itu dilayangkannya ke udara.
.
.
.
"Tuan Jusis, maukah Anda berdansa dengan saya?"Jusis menoleh ke arah wanita muda yang tengah membungkuk hormat tersebut, "Sayang sekali, saya sudah memiliki pasangan untuk berdansa. Terima kasih atas tawarannya."
Wanita itu membeku di tempat menahan malu, sedang teman-temannya tak lama menyeretnya dari hadapan Jusis, kemudian berbisik, "Tuan Jusis sudah memiliki seorang istri, tahu?"
"Hah? Siapa?!"
.
.
.
"Millium," suara yang lantang itu memanggil nama sang kekasih tercinta, lantas yang dipanggil menoleh. Millium tersenyum lebar, "Jusis!""Kau menikmati makanannya?" Tanya Jusis; sekedar berbasa-basi.
"Hu-um! Semuanya enak, apalagi karena setelah sekian lama, aku bisa makan makanan manis lagi sepuasnya!"
Setelah balasan Millium, Jusis tidak memulai pembicaraan lagi. Sehingga keadaannya menjadi canggung. Nampaknya keduanya sama-sama bingung untuk memulai.
"... Millium," lirih Sang Adipati Albarea, tidak lantang seperti yang tadi.
"Uhm?"
"Maukah kau berdansa denganku?" Jusis mengulurkan tangannya, mengajak Millium ke lantai dansa.
Millium Albarea tersenyum bahagia, menyanggupi permintaan tersebut. Ia mengambil uluran tangan itu; membiarkan dirinya dibawa mengitari lantai dansa diiringi alunan waltz.
"Oh, Aidios," pekik Jusis pelan ketika Millium menginjak kakinya tanpa sengaja. Millium berseru panik, "Maaf, kau tidak apa-apa, Jusis?!"
Meski begitu, Jusis Albarea tidak berhenti. Langkah khas waltz itu terus dilanjutkannya, diabaikannya fakta bahwa kaki si gadis kecil sudah menginjaknya berkali-kali.
"Tenang, Millium," bisiknya lembut di telinga gadis bersurai cerulean tersebut, "Kalau kamu panik terus, kau akan selamanya menginjak kakiku. Tidak mau, 'kan?"
"B-Baiklah..." Millium mulai menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. "Terasa lebih baik?" Tanya Jusis, Millium mengangguk.
Setelah itu, Millium mulai mendapatkan kembali komposurnya. Semua mata tertuju kepada pasangan Albarea, terpana akan kekontrasan di antara mereka berdua. Jusis yang sigap dan tenang, bersama dengan Millium yang ekspresif dan bebas.
"Tidak buruk. Nampaknya aku harus berterima kasih kepada Nona Ferris karena telah mengajarimu."
"Hehehe~ puji aku, Jusis!"
"Ya, ya, istriku memang hebat."
-fin-
A/N: hasil kegabutan sebelum ombak ujian menerpa "-w-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Trails of Cold Steel Fanfiction
Short StoryAlternate universe para tokoh di Trails of Cold Steel