Rean Schwarzer namanya. Delapan Daun Satu Pedang motto hidupnya. Wajah rupawan, bodi oke, pendidikannya juga tinggi, tapi nggak tahu kenapa tiba-tiba banting setir jadi abang bakso.
Rean suka mangkal di dekat SMA Thors, sekolah militer yang paling terkenal se-Erebonia. Kalau didengar dari namanya, pasti pada mengira kalau anak muridnya tuh pada garang, disiplin militer, berotot, jago nembak dan sebagainya, tapi kenyataannya nggak.
Memang ada yang begitu, tapi nggak semua.
Pertama kali Rean mencoba mangkal di sini, dia kira bakal diusir dengan meriam orbal sama seluruh warga sekolah. Tapi di luar dugaan, banyak murid yang doyan baksonya, bahkan para instruktur juga.
Yah, meski rata-rata mereka membeli karena ingin melihat ketampanan si abang bakso.
Rean paling senang kalau yang beli si Ketos imut Towa Herschel, rasanya itu kepala minta dibelai banget deh. Namun Rean mengurungkan niatnya lantaran tidak mau dicap pedofil.
Sampai suatu hari, murid itu datang.
Crow Armbrust namanya. Ulangan Jelek? Bodo Amat mottonya. Si tukang bolos. Tapi salah satu pentolannya Thors kalau soal praktek militer.
"Bang, bakso satu porsi bang!"
"Iye, iye, nggak sabaran amat sih."
Si gagak makan dengan lahapnya, sesekali mencuri pandang ke arah abang bakso ganteng yang sedang atraksi pisau memotong delapan daun.
"Bang, berapa bang?" Nampaknya Crow sudah selesai makan.
"50 mira, dek."
Crow merogoh kantongnya, lalu tersenyum tanpa dosa.
"Wah, saya cuma punya 10 mira, bang. Boleh ngutang nggak?"
"Nggak boleh."
Rean paling nggak suka orang yang ngutang.
"Plis, bang. Sebagai gantinya saya perlihatkan trik sulap!"
Trik sulap, Rean agak tertarik.
Crow menampakkan senyum lebar, "Saya butuh koin 50-an nih, bang minjem koin dong."
"Nih, koin," Rean memberikan Crow sekeping koin 50 mira.
Crow pun melempar koin itu tinggi-tinggi, lalu saat terjatuh akibat gravitasi Crow segera menangkapnya dengan kedua tangan.
"Tebak, koinnya di tangan mana, bang?" Tanyanya sambil memperlihatkan dua kepalan tangannya yang sama-sama dikepal.
Rean berpikir keras.
"Hmmm... kanan?"
Crow membuka tangan kanannya, kosong.
"Kalau begitu kiri!"
Crow membuka tangan kirinya, kosong juga.
Rean terperanjat, "Kok bisa?!"
"Namanya aja trik sulap, bang."
Crow terkekeh sambil mengambil tasnya, "Karena aku udah kasih lihat trik sulap, anggap aja lunas ya, bang!" Terus dadah-dadah ke arah si abang bakso.
"Hmm... keren juga trik sulapnya. Tapi kayaknya ada yang kurang deh... apa ya?" Rean berpikir lagi.
.
.
.
"WOI BOCAH 50 MIRA GUE MANAAA?!!"Koinnya nggak dibalikin.
Setelah itu, tiap hari Rean mencari-cari keberadaan anak bernama Crow itu. Saat dia tanya-tanya, kabarnya anak itu sedang terancam turun kelas. Pasti gara-gara banyak bandelnya, nih, batin Rean.
Sampai akhir tahun, Rean masih mencari anak itu. Gila, sejak pertemuan pertama mereka nggak pernah ketemu lagi.
Kan Rean jadi galau.
Rean sebenarnya menaruh hati kepada anak berambut ubanan itu.
Hiks.
Ih, lebay.
Sampai pada saat Rean mendengar kabar burung yang beredar. Crow Armbrust meninggal dunia. Konon penyebab kematiannya adalah Ordine, robot kesayangannya hancur berkeping-keping. Apa hubungannya, orang-orang heran. Maka dari itu penyebab kematiannya masih misterus.
Rean sampai mewek di kamar tujuh hari tujuh malam.
Besoknya ia mulai berjualan bakso lagi.
"Uwoooh, ada anak pindahan ya? Siapa? Siapa?"
"Nggak tau, pokoknya ganteng! Tapi pake topeng begitu."
"Gimana caranya lu tau ganteng kalau pake topeng?"
"Aura-auranya orang ganteng!"Rean menguping pembicaraan itu, lalu sibuk melamun. Tak lama kemudian lamunannya buyar karena satu teriakan.
"Bang, bakso satu porsi!"
Rean mendongak, dilihatnya sesosok figur berambut uban yang familier dan bertopeng.
"Crow...? Aku nggak mimpi, kan?"
"Bang, aku kembali untuk membayar utangku," cowok itu melepas topengnya dan benar saja, itu adalah Crow.
Rean langsung terisak bahagia, "Aku kira nggak bakal liat kamu lagi..."
Crow tersenyum hangat, menarik tubuh ringkih si abang bakso ke dalam pelukannya, "50 mira, bagiku sangat berarti, bang."
Rean menggeleng, lalu melepaskan diri dari dekapan si gagak.
"Nggak, Crow, aku nggak butuh 50 mira itu lagi... yang aku butuhkan--"
"--Aku?" Goda Crow sambil menyeringai lebar.
Rean menggeleng lagi.
"AKU BUTUH 50 MIRA ITU LENGKAP DENGAN BUNGANYA 100% PER HARI."
Crow menelan ludah, siap-siap kabur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trails of Cold Steel Fanfiction
Historia CortaAlternate universe para tokoh di Trails of Cold Steel