Memiliki wajah tampan dan senyum yang rupawan adalah berkah tersendiri yang didapatkan Gusion Paxley. Ya, dengan hal itu dia menjadi salah satu siswa yang menjadi primadona sekolah. Tidak sulit bagi Gusion untuk menggaet siswi manapun untuk jadi pacarnya, apa lagi siswi-siswi yang menunjukkan rasa tertarik mereka secara terang-terangan kepadanya.
Akan tetapi Gusion menyukai tantangan. Ia dan teman-temannya sedang bertaruh merayu sisiwi bersurai merah dan memiliki sikap dan ekspresi wajah sedingin es Kutub Utara, yang tidak lain adalah Lesley Vance.
Gusion sudah melakukan segala cara terbaiknya untuk menarik perhatian gadis itu, dari pura-pura papasab di perpustakaan yang nyatanya dirinya mengikuti ke manapun Lesley menghabiskan waktu istirahatnya, hingga nasib baiknya ikut membantu tatkala jam pelajaran olahraga yang saat itu Lesley hampir saja kena lempar bola tangan yang sedang dimainkan beberapa orang teman kelasnya.
Waktu itu, untuk pertama kalinya Lesley menatap Gusion tanpa tatapan dingin yang selalu gadis itu tunjukkan pada siapa pun. Gusion yakin ia akan memenangkan pertaruhan ini. Namun, rasa kebanggaan itu menghilang seketika tatkala sebuah bola mengenai wajahnya.
"Maaf," ujar Granger singkat dengan ekspresi datar.
Rasa perih di hidungnya tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan rasa kesalnya tatkala ia melihat cegiran licik Alucard, Claude dan Chou.
Sial, mereka tidak akan membiarkanku menang begitu saja, batin Gusion.
Melupakan tekadnya untuk memenangkan pertaruhan, Gusion mengambil bola itu dan melemparkannya ke arah tiga orang itu dengan sekuat tenaga. Mereka harus diberi pelajaran agar mereka bisa bersaing dengan sehat.
"Hei, tenanglah!" ucap Claude, masih dengan sisa tawanya.
"Jangan marah seperti itu, kita kan teman," tambah Alucard tanpa dosa.
"Aku hanya meluapkan rasa kesalku," aku Chou. "Kenapa kalian bisa mendekati banyak siswi tanpa mendapatkan rasa sakit sebuah penolakan," lanjutnya sendu.
"Dia pergi," ujar Granger sambil menunjuk ke arah Lesley yang berbalik pergi.
"Lupakan dia! Aku masih kesal dengan ketiga pecundang ini," kata Gusion bergeram kesal.
Grangger melemparkan tatapan polos pada Gusion, walaupun ekspresi datarnya tidak berubah sedikit pun.
"Kau juga!" todong Gusion menambahkan Grangger pada kelompok yang ia sebut pecundang.
"Aku iri padamu," ucap Chou pada Gusion, masih terbayang dengan begitu mudahnya temannya itu mendapatkan perhatian dari seorang perempuan. Ucapan itu langsung mendapatkan respon tepukan lembut Alucard di bahu kanannya.
"Kawan, aku akan membantumu," ucap Alucard sambil tersenyum seperti malaikat.
"Bagaimana caranya?" tanya Chou. Tersenyum haru dengan kebaikan teman yang tak kalah rupawan dari Gusion itu.
"Menghancurkan dia sempai berkeping-keping," ujar Claude dengan seringaian seperti iblis. "Lalu kita akan mencari korban selanjutnya, hingga akhirnya kita bisa menang tanpa harus menunjukkan sikap kompetitif."
"Oh, aku mengerti," sahut Gusion datar. "Kalian benar-benar sekelompok pecundang."
"Pada dasarnya kita semua bersaing, namun untuk menghancurkan saingan terkuat, kita harus bersatu sebelum akhirnya benar-benar bersaing," kata Granger menjelaskan apa yang ia tangkap. "Kalau begitu, korban selanjutnya adalah kau, pirang," ujarnya pada Alucard.
Akan ada pertumpahan darah jika taruhan ini terus berlanjut. Ini terbukti kelima siswa itu kini menatap tajam satu sama lain.
Seorang siswa berlari ke arah kelompok kecil itu. "Hei, kalian. Lihat yang aku dapatkan!"
Lima pasang mata itu kini tertuju ke arah X.Borg yang berlari dengan cengiran khasnya dan salah satu tangannya membawa sebuah botol minum yang mereka cukup kenali siapa pemiliknya.
"Aku iseng meminta air minum padanya," kata X.Borg memulai ceritanya. "Lesley memberikan botol minuman ini kepadaku. Itu berarti kalian tahu sendiri apa yang terjadi kami memiliki tempat minum yang sama?"
"Ini sudah jelas," ucap Granger.
"dia pemenangnya," tambah Gusion.
"Hore..." sahut Claude dan Chou tanpa semangat.
"Ya ampun, aku sama sekali tidak berpikiran sampai ke sana," Alucard menepuk dahinya tidak puas.
"Baiklah, Yang Mulia. Apa yang ingin kau makan hari ini?" tanya Chou.
"Selama kalian semua yang mentraktir. Aku ingin memanjakan lidahku hari ini, siapkan uang kalian," kata X.Borg sambil tertawa penuh kemenangan.
Begitulah keseharian mereka selama di sekolah. Penuh canda dan persaingan yang semakin memperkuat persahabatan mereka.
...
Tidak ada lagi kegiatan mengejar atau menggoda seorang siswi yang menjadi target. Permainan itu sudah berakhir, dengan uang sakunya yang tinggal menipis. Sial, X.Borg terlalu banyak makan sampai dirinya dan yang lain harus menguras cukup banyak isi kantongnya.
Jam pelajaran keempat sekitar sepuluh menit lagi akan segera di mulai. Gusion yang baru saja selesai mengganti baju olahraganya dengan seragam sekolah, kini hanya berjalan-jalan tak tentu arah.
Siluet siswi bertubuh mungil dengan rambut berwarna coklat terang yang dihiasi pita berwarna ungu tertangkap indra penglihatannya dari balik pintu gerbang belakang sekolah yang begitu sepi ini. Gusion berhenti dan memastikan sekitarnya, tidak ada orang lain selain dirinya dan siswi itu.
Merasa seseorang mengawasinya siswi itu mengangkat wajahnya dan membalas tatapan siswa yang berdiri di dalam gerbang.
Mata berwarna zamrud itu sukses membuat Gusion terpaku di tempatnya. Ia tidak pernah melihat siswi yang Gusion yakini tingginya tidak lebih dari dadanya itu sebelumnya, bahkan dari gerombolan siswi yang menjadi pengagumnya.
Siswi itu mengibaskan satu tangannya mengisyaratkan agar Gusion mundur beberapa langkah dari tempatnya.
Gusion menurut dan bergerak mundur. Tidak sampai lima detik siswi itu sudah melakukan ancang-ancang untuk berlari dan melompati tembok pembatas yang berada tepat di samping gerbang dengan bantuan yang Gusion ingat ada tempat sampah yang berada di sana dengan sangat mulus.
Jarak mereka hanya tinggal sekitar dua meter. Dari sini Gusion bisa melihat dengan jelas kecantikan dan keanggunan siswi itu, sehingga membuat Gusion tidak berkutik di tempatnya.
"Aha! Apa yang kau lihat. Kau belum pernah melihat seorang gadis memanjat tembok dengan mudah?" tanya siswi itu sambil berteriak yang sama sekali tidak anggun.
Baiklah, dia tidak anggun sama sekali, batin Gusion mengoreksi. Gusion menatap datar siswi itu.
"Apa mungkin kau ingin mempelajarinya dariku?"
"Ck, percaya diri sekali," Gusion berdecak sebal. "Tidak, terima kasih. Aku hanya sedang berpikir siapa yang menciptakan seekor gorila di dalam sebuah rok."
"Gorila?! Apa kau bilang?!" bentak siswi itu kesal. Namun yang didapatinya setelah mengatakan itu, siswa itu malah berlari kabur. "Hei mau pergi kemana kau?!" teriaknya hendak mengejar, tapi langsung berhenti. Percuma saja ia mengejar, siswa itu berlari sangat cepat untuk ia susul.
Ah, awas saja jika dirinya bertemu lagi dengannya.
.
To Be Continued....
KAMU SEDANG MEMBACA
Mobile Legends High School [Gusion X Guinevere]
FanfictionApa jadinya hero Land of Down jadi murid SMA? ©Mobile Legends; Moonton Game Developer Cover by @sumi_bum