Chapter Two
Teriakan terdengar dimana - mana, ia terlempar dan jatuh menimpa aspal hitam yang panas, tubuhnya seakan remuk, tulangnya terdengar seperti patahan kayu, darah segar keluar dari mulutnya. Kepanikan terjadi dimana - mana, perlahan - lahan suara sebuah mobil trek melewati tubuhnya begitu saja. Meringkuk, ia akhirnya menutup matanya tidak sadarkan diri.
***
Ia terbangun, sekujur tubuhnya terasa sangat sakit, matanya seketika buram, orang - orang terlihat panik, beberapa menggotongnya menggunakan ranjang beroda. Corong plastik udara tetap ditempelkan dengan wajahnya, terus memberi pasokan udara untuk menjaganya hidup. Ia tidak bisa bergerak, ketakutan seakan memakannya bulat - bulat, hal buruk apa saja bisa terjadi dan tentunya ia tidak berharap semua dari hal itu terjadi.
"Dimana aku?, sakit banget tubuhku.., apa yang terjadi?!" Seru pikirannya
Beberapa orang berbaju putih terus mendorong Riko menggunakan ranjang beroda, mata Riko bergerak perlahan, ia bisa melihat mereka walaupun sedikit buram, wajah mereka terlihat tegang dan entahlah, takut mungkin, tapi tetap saja itu berarti bukan pertanda baik untuknya.
Ruangan demi ruangan dilewati, suara pintu yang terbuka dan tertutup terus berbunyi, rasa sakit yang Riko rasakan sangatlah luar biasa, ia mungkin saja menangis jika bisa. Akhirnya ia sampai di ruangan tertutup, dalamnya sangat penuh oleh peralatan - peralatan rumah sakit. Sebuah alat dihubungkan ke tubuhnya, suara berderik mesin detak jantung mulai terdengar.
"Ia sadar!" Salah satu perawat berseru.
"Cepat atur anestesi!" Seru seseorang yang tak jelas oleh matanya.
Salah satu perawat menyiapkan suntikan, Riko menatapnya hanya bisa berteriak dalam hatinya, sakit sekali, itu yang terakhir kali yang ia rasakan.
Anestesi telah diberikan, Riko perlahan kehilangan kesadaran, ia pasrah dengan apa yang terjadi, hanya waktu yang bisa mengungkapkan masa depan untuknya.
***
Riko terkejut, ia merasakan sesuatu, sesuatu itu layaknya kejutan listrik yang ada di dadanya, berkali - kali kejutan itu ia rasakan, namun pada akhirnya ia merasakan nafasnya mulai berangsur - angsur menghilang, beberapa detik ia lalui, hingga sekarang ia benar - benar merasa dirinya tidak bernafas.
Semua hilang, rasa sakit, rasa kejut, bahkan nafas. Matanya masih tertutup, ia tidak dapat merasakan apa - apa selain ketakutan. Satu.. dua... tiga.. detik berlalu, hingga akhirnya Riko memutuskan untuk membuka matanya, apapun yang akan terjadi.
Matanya terbuka, dengan jelas ia melihat tubuhnya terbaring kaku dan pucat di sebuah ranjang penuh darah. Para dokter dan perawat terlihat menyesal, mereka melihat tubuh Riko dangan tatapan sedih. Mata Riko bergerak cepat, ia akhirnya melihat, alat pendeteksi detak jantung sudah terlihat garis saja, Riko dengan cepat menyadari apa yang telah terjadi.
"Anj*** aku udah meninggal!" Serunya
Suaranya bergema, ia sendiri saja bingung dengan hal yang baru saja terjadi.
"Aduh! Gimana ini...?" Tanyanya panik
"Ibu!? Ayah!?"
Riko dengan cepat berjalan hendak keluar dari ruangan tertutup itu, saat ia sampai di depan pintu, ia seakan beku, tangannya hendak meraih ganggang pintu. Beberapa detik, ia sekarang tidak mengincar ganggang pintu besi, namun ia berusaha untuk menyentuh pintu ruangan. Dan.. ia berhasil, tangannya tembus dengan pintu itu, secara utuh tangannya terlihat seakan terpotong oleh sebuah pintu.
"Aku bisa tembus.." katanya pelan nyaris seperti berbisik.
"Aku bener - bener jadi.." ucapannya terhenti, ia segera menghembuskan nafas. Sedih lebih tepatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm A Ghost
Teen Fiction-Bagaimana jika kita memiliki dua kesempatan untuk hidup?- Dunia ini terlihat biasa, namun satu yang membuat dunia ini berbeda. Beberapa orang mungkin beruntung ataulah sial, mereka mempunyai anugerah dari yang kuasa, mereka dengan takdirnya masing...