"Kami pulang!" teriak kami, aku dan Taehyung, begitu kami membuka pintu. Aku berjalan masuk lebih dahulu meninggalkan Taehyung yang sedang membuka sepatunya sambil berpegang pada dinding.
Suasana asrama terbilang sepi sejauh mata memandang, bagian ruang tengah yang terhubung dengan dapur nampak aman dan radarku berkata disini masih steril. Walaupun banyak sekali tumpukan pakaian atau beberapa benda yang menyebar secara berantakan. Aku mengernyit terheran, tak biasanya asrama menjadi setenang ini. Tidak, rasa heranku tak bertahan terlalu lama.
"Jimin awas!" Seru Taehyung yang tiba-tiba mendorongku hingga aku terjungkal ke depan. Punggungku terasa berat dan nyeri karena tubuhnya yang jauh lebih besar dariku. Aku hendak mendongak dan memeriksa apakah ada daerah disekitar jidat atau hidungku. Tapi lagi-lagi Taehyung menekan kepalaku. "Menunduk!"
/Prang!/
Suara benda pecah terdengar mengejutkan, selanjutnya malah lebih mengejutkan. "Yak! Jeon Jungkook! Jangan bermain bola di dalam asrama!" Teriakan melengking itu membuatku sedikit terhenyak, detik berikutnya terdengar suara debaman keras seperti benda besar terjatuh dari langit.
"Oh, hey! Kalian sudah pulang?"
Aku menoleh, dan mendapati bocah laki-laki dengan hidung bangir namun nampak berlemak pada bagian ujungnya juga pada pipinya, tapi lemaknya tak sebanyak milikku. Dia hanya menyengir memamerkan dua gigi seri atasnya yang berukuran lebih besar dari yang lain. Bocah yang sok tak berdosa itu ikut-ikutan bersembunyi dibalik sofa bersamaku dan Taehyung.
"Apa yang kau lakukan, Jeon?" Bisikku dengan penekanan.
"Aku memecahkan vas bunga milik Hoseok-ie Hyung." Ujarnya diakhiri dengan kekehan nyaring.
/Prang!/
"Holly-Shit!"
Yang ini sudah pasti bukan suara vas bunga yang pecah, karena di asrama hanya ada satu vas bunga dan itu milik Hoseok Hyung yang dibawakan ibunya dari desa, Gwangju. Lalu, apalagi yang pecah?
"Yak! Min Yoongi jangan mengumpat, kalau didengar anak-anak bagaimana?"
"Namjoon memecahkan parfume mahal ku, hyung!"
Dengan berani aku mencoba mengintip melalui sofa. Dapat kulihat dua pria berbeda ukuran tubuh sedang 'mengobrol' dengan nada suara yang tinggi dan alis menukik serta rahang mengeras. Oh jangan lupakan tatapan yang mereka berikan pada lawan bicara mereka, sopan sekali walaupun kunilai tatapan keduanya begitu mengerikan.
Jadi, ku kira hanya dengan waktu tak sampai lima menit ini kalian bisa membayangkan bagaimana kondisi tempat tinggalku di Seoul. Rumah yang nyaman, orang-orang yang ramah, dan beberapa kejutan. Ya –haha, sepertinya.
Pukul satu malam, atau, pagi(?)
"Untung saja latihannya selesai lebih cepat." Ujar Seokjin Hyung, pria yang mengobrol masalah parfume dengan Yoongi Hyung sore tadi, jika kalian ingat.
Satu persatu anggota masuk ke dalam asrama dengan tampang lelah dan tubuh basah penuh keringat. Bahkan beberapa dari mereka berjalan sambil terseok atau napasnya masih terdengar berat. Masing-masing dari kami mengambil tempat di ruang tengah, yang tertua duduk di atas sofa panjang muat tiga orang, jika kalian mau berhimpit mungkin cukup hingga empat sampai lima orang. Lalu, golongan paling muda akan mengalah dengan duduk melantai di hadapan mereka. Aku duduk selonjoran dengan si kecil Jungkook yang sudah menggunakan pahaku sebagai bantal. Sementara Taehyung yang sudah membuka kausnya duduk bersandar pada pundakku.
"Aku lapar~ Bagaimana ini?" Rengek Taehyung sambil memegangi perutnya sendiri. Lalu Jungkook mengangguk sambil mneyahuti, "Apa restoran Bibi sudah tutup?"
YOU ARE READING
The Red String
Fanfiction[About Vmin] Aku ditakdirkan untuk memiliki tanda lahir menyerupai cincin berwarna yang melingkar di kelingkingku. Hingga aku menemukan takdir lain yang lebih mengejutkan dan membantah pemikiranku bahwa tanda lahir itu adalah sebuah cincin. Itu buka...