3

41 17 0
                                    

Happy Reading

-
-
-

Sudah hampir satu minggu Tara tinggal di rumah Marva.  Tara yang sudah sakit sejak perubahan sikap Adhan itu sekarang kondisinya semakin melemah karena ia sama sekali tidak bisa memakan apapun.

Setiap kali Hana menyuapinya ia akan langsung memuntahkan makanannya, melihat kondisi Tara yang tidak juga membaik Marva terpaksa  membawa Tara ke rumah sakit karena khawatir sakitnya akan bertambah parah, walau gadis itu sempat menolaknya.

Hana yang ikut bergantian menjaga Tara  juga menjadi sangat khawatir. Gadis bermata sipit itu sudah berharap ia akan bisa berteman baik dengan Tara karena Hana menyukai Tara sejak pertama kali Tara datang.

"Kakak  sedang apa di sini?" tanya Hana yang baru saja keluar dari kamar rawat Tara.

"Kakak hanya sedang bingung bagaimana mengatakannya pada Adhan, melihat kondisi keduanya..."

"Kak, Tara pasti sembuh dia cuma sedikit stres kakak jangan khawatir, dan untuk kak Adhan bagaimana kalau kita tidak memberitahukannya soal Tara?"

"Kakak tidak yakin, apa akan baik-baik saja?"

"Kalau kita kasih tau kak Adhan soal ini dengan kondisi kak Adhan yang sedang di rawat, itu bisa mempengaruhi keadaannya kak...kakak ga mau itu terjadikan?"
Apa yang dikatakan Hana tidaklah salah ia juga khawatir dengan kondisi Adhan.

"Kakak pulang dulu terus istirahat biar Hana yang jaga Tara"
Marva mengangguk "Nanti kakak bawain makan malem, kakak pulang dulu"

"Kakak hati-hati di jalan, Hana masuk dulu ya" Hana meninggalkan Marva yang masih berdiri di luar, sedikit terkejut ketika ia membalikkan badannya nampak Tara yang sudah duduk di atas ranjang.

Hana lantas menghampiri Tara dengan perasaan gembira melihat gadis itu sudah sadar, karena Tara sudah tidak sadarkan diri 2 hari lamanya "Tara. Kamu sudah sadar? Kamu baik-baik saja? Tunggu sebentar aku panggil dokter"

Adhan sama sekali tidak bisa fokus mendengarkan apa yang Marva jelaskan di depannya, sudah satu jam lebih ia mendengarkan ocehan laki-laki berkacamata itu tapi tak ada satupun yang menempel di otaknya.

"Dhan kamu dengerinkan? Kenapa diem?" Marva berkacak pinggang menatap Adhan tak percaya, sudah lelah ia menjelaskan satu persatu dokumen yang harus Adhan setujui tapi tak ada respon.

"Iya Va aku dengerin, tapi maaf banget aku susah fokus sekarang...gimana kalo kamu yang urus semuanya? Sekalian kamu urus pengalihan nama perusahaan"

Marva menghela napasnya kasar, mengalihkan pandangannya dari Adhan ke luar jendela rumah sakit "Dhan.."

"Marva" panggil Adhan memotong ia tau apa yang akan dikatakan sahabatnya itu "Aku sudah siapin semuanya, dan kamu tinggal urus sisanya...soal Tara aku serahin semuanya sama kamu dan Hana, walaupun Tara keras kepala tolong jaga dia ya Va, aku titip Tara"  ujar Adhan menatap punggung tegap milik Marva.

Drrttt ddrrrtttt dddrrrttt

Ponsel Marva terus bergetar menandakan ada panggilan  yang masuk, Adhan yang sadar langsung menyuruh Marva untuk segara mengangkat panggilan tersebut.

"Aku keluar dulu" pamit Marva keluar dari kamar rawat Adhan

Sepeninggalan Marva dari sana, Adhan tersenyum simpul menatap pantulan dirinya sedang mengenakan pakaian rumah sakit yang ada di cermin.
Nampak wajahnya yang begitu pucat dan rapuh, Adhan dengan tatapan yang kosong kembali mengingat kenangannya saat bersama Tara.

"Ppffttt Tara pasti akan terkejut melihat diriku yang seperti ini" ia terkekeh membayangkan wajah khawatir Tara dengan matanya yang memerah seakan akan menangis jika melihat keadaan dirinya. Pernah satu waktu Tara menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Adhan, ketika Tara tak sengaja menjatuhkan piring dan tangan pria itu terluka saat membersihkan pecahannya.
Tara terus menangis semalaman dan terus menyalahkan dirinya, padahal itu sama sekali bukan salahnya.

Adhan tak mau itu terjadi, apalagi waktu hidup Adhan hanya tinggal tersisa satu bulan. Ia tak mau melihat Tara sedih saat dirinya menderita.
Semenjak dirinya dirawat di rumah sakit Adhan sudah memutuskan untuk mengisolasi dirinya dari dunia luar, hanya saja Marva yang rutin datang menemaninya.
Bohong jika Adhan tak merasa kesepian, ia sangat kesepian apalagi tanpa kehadiran Tara yang selalu berada di sampingnya.

"Aku merindukannya..."

"Siapa, Tara? Ingin menemuinya?" tanya Marva tak sengaja mendengar ucapan Adhan.

"Tidak, itu tidak perlu"

"Haah baiklah aku mengerti...aku harus pergi, Hana yang menelpon memintaku untuk segera pulang, besok aku datang lagi, oke?"

Adhan hanya mengangguk sebagai jawaban "Besok kamu tidak usah datang Va, kamu selesaikan dulu urusan perusahaan baru datang lagi ke sini"

"Kamu yakin?" tanya Marva memastikan, dan lagi hanya anggukan yang didapatkan.

Marva melajukan kecepatan mobilnya ditengah-tengah sepinya jalan raya, setelah sebelumnya ia mendapat kabar dari Hana bahwa Tara sudah sadarkan diri tadi siang. Entah sebuah keberuntungan atau bukan saat ini jalanan terasa lenggang malam ini membuat Marva bersyukur ia akan tepat waktu sampai ke rumah sakit dimana Tara dirawat saat ini.

Marva masuk dengan cara memgendap-endap saat mendapati Hana dan Tara sedang asik mengobrol di dalam sana, dengan maksud tak ingin mengganggu obrolan mereka. Tapi itu sia-sia saja, Tara yang menyadari kehadiran Marva membuat Hana mengikuti arah pandangan Tara.

"Kakak sudah datang?"

"Oh. Aah iya baru saja datang, ini kakak sudah bawa semua pesanan mu" Marva meletakkan beberapa bungkus makanan yang sempat ia beli tadi di jalan.

"Tara kamu baik-baik saja?"
Tara hanya mengangguk kecil sebagai jawaban.
Marva tersenyum sembari tangannya mengelus pucuk rambut Tara "Baiklah, ayo kita makan malam bersama, kamu mau kan?" lagi-lagi hanya anggukan yang Marva dapatkan kali ini.

"Hanya ini yang bisa aku belikan untuk mu" Marva menyodorkan semangkuk sup kepada Tara "Aku janji kalau kamu sudah benar-benar sehat akan aku belikan yang lebih baik"

"Terimakasih, ini saja sudah cukup" ucap Tara dengan suaranya yang sedikit serak, ia mulai memakan makanannya, tidak seperti sebelumnya kali ini Tara sudah bisa menelan makanannya.

"Ngomong-ngomong apa yang kalian bicarakan tadi?"

"Hmm hanya beberapa hal, oh iya kakak jadikan mencarikan seorang guru untuk Tara?"

"Tentu saja, tapi jika Tara menginginkan nya"

"Aku akan melakukannya..."

Mendengar ucapan Tara membuat Marva mengalihkan pandangannya "Kamu serius?" tanya Marva tak yakin jika yang baru saja didengarnya itu tidak salah.

Tara mengangguk untuk kesekian kalinya.

Secara spontan Marva menggenggam telapak tangan Tara, ia merasa bersyukur sekaligus lega mendengar keputusan yang Tara buat "Terimakasih Tara...terimakasih" semoga ini menjadi pembuka jalan bagi kehidupan barunya.

"Kita akan cari guru yang cocok untuk kamu, kalau kamu sudah boleh pulang dari sini"

Marva merasa sedikit tenang malam itu, Tara yang sudah mulai membuka dirinya dalam obrolan walau agak canggung itu tak masalah, perlahan-lahan gadis itu akan membaik dengan atau tanpa campur tangan Marva nantinya toh sudah ada Hana yang akan menjadi teman Tara.

Tbc.

MADELEINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang