the red shoes┆1.3

356 61 21
                                    

"Waktunya makan malam!" seru gadis bernama Seunghee─berlari keluar dari dapur menuju ruang makan sambil membawa daging domba lezat yang baru saja matang.

Hyojung dan Binnie tersentak setelah mendengar suara Seunghee, kemudian memberinya jalan.

Seunghee meletakkan daging domba terserbut di atas meja. Ia letakkan di tengah karena malam ini daging domba tersebut menjadi bintangnya malam ini. Wangi daging domba yang baru matang itu memenuhi sesisi ruangan.

Satu persatu mulai memasuki ruang makan. Mereka pun menarik kursi masing-masing. Posisi duduk selalu sama, tidak pernah berubah. Di sisi kanan tempat duduk untuk para laki-laki, sedangkan di sebelah kiri tempat duduk untuk para perempuan. Dan yang duduk ditiap ujung meja yaitu seseorang yang dianggap sebagai pemimpin, Jinjin dan Hyojung.

"Kak Arin, maukah duduk di sampingku malam ini?" tanya Sanha dengan wajah sumringah.

"Eh?" Arin bingung harus menjawab apa. Kepalanya menunduk saat mata Arin dan Sanha bertemu.

"Sinting!" Jinjin memukul belakang kepala Sanha sampai berbunyi 'plak' cukup keras.

Sanha mengelus belakang kepalanya. Ia melirik Jinjin dengan tatapan mengejek. "Pasti kak Jinjin berjinjit saat memukulku──AAAA IYA AMPUN JANGAN DIPUKUL LAGI!"

Sanha langsung berjongkok dengan kedua tangan menutupi belakang kepalanya, takut dipukul lagi. Padahal Jinjin sudah bersiap untuk memukul kepala bocah itu.

"Harusnya langsung kau pukul saja," sambung Minnie yang sudah duduk di kursinya.

"Mau aku jilat lagi, kak?"

"Anak ini diberi makan apa sih?" tanya Rocky menatap jijik ke arah Sanha. "Eunwoo, hari ini kau bertukar tempat duduk denganku."

Eunwoo tersenyum sampai kedua matanya tampak segaris. Tanpa mengucap sepatah kata, Rocky tahu Eunwoo menolak permintaannya. Rocky muak harus duduk di samping Sanha. Anak itu ada saja kelakuannya. Yang bisa menghentikannya adalah Jinjin seorang, dan Arin.

"Eunwoo cuma ingin duduk berhadapan denganku, Rocky," sahut seorang gadis manis dengan mata bundar dan wajah kecil yang menggemaskan, YooA.

"Mulai lagi, deh." Jinjin sudah tidak tahan dengan keusilan YooA.

YooA sangat suka menggoda Eunwoo karena ekspresi laki-laki itu sangat lucu. Dia tidak berani membantah atau menolak. Yang bisa dia lakukan hanya tersenyum dan menurut. Bahkan diam saja. Terkadang dia terpaksa tertawa lalu berkata, "YooA. . . ." dengan lembut.

"Sudah saatnya makan malam, sebaiknya kalian segera duduk di kursi kalian." Hyojung bersuara.

Kemudian semuanya duduk di kursi masing-masing. Seunghee berlari dari dapur ke ruang makan dengan celemek masih melekat di tubuhnya.

"Akan kulepas nanti," katanya.

Mereka pun mengambil makanan secara bergantian, dimulai dari yang paling tua. Setelah mengambil jatah makanan masing-masing, mereka mulai melahap hidangan lezat buatan Seunghee.

Saat mengunyah, Seunghee menyadari ada sesuatu yang kurang. Bukan rasa hidangannya, melainkan orang-orang yang ada di meja makan. Kursi di sebelahnya masih kosong.

"Apa Jiho tidak turun untuk makan malam? Dia melamun atau tertidur lagi?" tanya Seunghee.

Semuanya pun menatapnya. Jiho, gadis itu selalu terlambat di jam makan malam. Terkadang ia tidur lebih cepat sampai melewatkan makan malam.

"Eunwoo, bisa kau pergi ke kamar Jiho?" pinta Hyojung dengan suara lembut.

"Tentu." Eunwoo bangkit dari kursi, kemudian meninggalkan ruang makan.

"Kenapa harus Eunwoo?" tanya YooA pada Hyojung.

Hyojung tidak menjawab. Gadis yang lebih tua darinya itu hanya menyimpulkan senyuman. YooA mengerti.








Eunwoo menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai dua. Eunwoo sedang memikirkan apa yang sedang Jiho lakukan sekarang, sampai lupa jam makan malam. Bahkan setiap hari selalu seperti ini. Dan selalu dirinya yang menjemput Jiho. Kata Hyojung, kalau yang lain menjemput Jiho pasti gadis itu sudah tertidur lelap. Berbeda kalau Eunwoo yang menjemput. Entah sebuah keberuntungan atau apa, pasti Jiho masih terjaga.

Eunwoo berjalan mendekati kamar yang pintunya sedikit terbuka. Cahaya lampu dari kamar terpancar keluar. Sudah pasti itu kamar Jiho.

Eunwoo mendorong pintu kamar secara perlahan. Ia mengintip sedikit untuk memastikan keberadaan Jiho.

"Jiho, waktunya makan," kata Eunwoo.

Gadis yang sedang duduk di balkon kamarnya itu tidak mendengar perkataan Eunwoo. Sepoi angin malam meniup beberapa helai rambut halus Jiho. Eunwoo berjingkat-jingkat mendekati Jiho, bermaksud mengagetkan temannya.

"Aku tau itu kau, Eunwoo," ujar Jiho tanpa membalikkan badan. Ia masih memandang bulan yang bersinar terang malam ini.

"Jadi kau pura-pura tidak mendengarku tadi?" tanya Eunwoo yang sekarang sudah berdiri di samping Jiho.

"Menurutmu?" Jiho berbalik menghadap Eunwoo.

Eunwoo tersenyum sambil mengidikkan bahu.

"Baiklah ayo turun. Semuanya sudah menunggu kan? Aku harus meminta maaf sesampainya di sana." Jiho memakai kembali sarung tangan yang ia letakkan di pembatas balkon.

"Harus selalu pakai sarung tangan ya?" tanya Eunwoo.

"Kalau tidak pakai sarung tangan aku tidak bisa melakukan ini──"

Jiho menggandeng tangan Eunwoo dengam tiba-tiba. Eunwoo langsung melepaskan tangannya dari genggaman Jiho. Eunwoo mulai salah tingkah. Tangannya mengusap belakang lehernya karena malu.

"Hahaha, pantas saja YooA senang mengganggumu." Jiho tertawa puas melihat reaksi Eunwoo.

"Kau ini! Lama-lama tertular sifat usilnya YooA."

"Mungkin." Jiho meringis.

Eunwoo tersenyum menunjukkan barisan giginya. Tangannya mengacak rambut Jiho perlahan.

"Ayo! Gara-gara kamu, aku harus mehanan lapar tau."

"Kan cuma beberapa menit!"

Jiho berlari kecil menyusul Eunwoo yang berjalan lebih cepat darinya. Sedari kecil Jiho membenci kaki panjang Eunwoo. Karena kaki itu, Jiho selalu tertinggal di belakang Eunwoo. Jiho harus berlari kecil untuk menyamai Eunwoo.

"Oh ya, apa dia sudah pulang?" tanya Jiho.

"Memangnya dia ingat jalan pulang?" Eunwoo balik bertanya.

"Benar juga."

Eunwoo dan Jiho berjalan beriringan menuju ruang makan. Sesekali Eunwoo menatap gadis yang sudah berteman dengannya sedari kecil. Tidak menyangka anak perempuan yang dulu sering bermain petak umpet dengannya, sekarang sudah tumbuh menjadi gadis yang cantik.

Namun Eunwoo semakin mengkhawatirkan Jiho yang selalu melamun di kamarnya. Eunwoo tau apa yang dipikirkan Jiho.

Matanya pun turun menatap ke tangan Jiho yang dipakaikan sarung tangan hitam. Pasti Jiho tidak nyaman harus memakai sarung tangan setiap saat.

"Apa?" tanya Jiho merasa diperhatikan.

"Tidak apa-apa." Eunwoo tersenyum paksa.






❍    ❍    ❍

the red shoes ─ oh my girl × astroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang