Part 1

31 1 4
                                    

Udara siang ini terasa sangat panas. Kesal rasanya jika hanya berdiam diri di ruang kerja yang tak seberapa luas ini.

Nina, temanku, sudah pergi sepuluh menit yang lalu ke restoran dekat kantor. Seperti biasa dia selalu makan siang dengan pacarnya.

Aku masih saja tidak mengerti kenapa Nina yang kalem masih tetap bertahan dengan arogansi dari seorang Faris. Mungkin memang benar adanya dengan slogan yang mendunia itu bahwa "Cinta itu Buta".

"Nes, kamu nggak keluar makan siang?" Sebuah suara menginterupsi lamunanku.

"Nggak" Singkat jelas padat. Tanpa menoleh pun aku sudah tahu itu siapa.

Seorang teman yang terang-terangan mendekatiku. Satria.

"Aku pesenin go food ya,kamu pengen makan apa?" Tanyanya lagi sambil mengetik sesuatu di handphonenya.

"Nggak usah,makasih"

"Kamu harus makan. Aku pesenin steak kesukaanmu!". Katanya penuh penekanan seolah aku tidak boleh membantah.

"Terserah." Aku mendengus kesal.

Kupalingkan wajah pada setumpuk map di samping laptop. Bukannya tidak lapar,tapi kerjaanku memang masih banyak. Aku mulai mengerjakan apa yang ada di hadapanku, berharap satu makhluk Tuhan yang menyebalkan ini segera enyah dari hadapan.

Nyatanya tidak semudah itu. Satria dengan gaya khasnya malah duduk di kursi depan mejaku,lalu mengotak-atik ponselnya. Sejenak kemudian senyumnya mengarah padaku.

Apa lagi sih??? Umpatku dalam hati.

"Jangan cemberut gitu dong,Nes? Harusnya kamu seneng aku apelin."

"Seneng pala loe! Pergi gih. " Usirku.

Bukan Satria namanya kalau sekali diusir bakal pergi. Dia malah tersenyum lebar. Gila gak sih???

"Pak Satria, pesanannya sudah datang." Seorang OB muncul diambang pintu bersama seorang lelaki berjaket hijau dengan logo yang khas ditengahnya.

Satria berjalan ke arah dua lelaki itu. "Terimakasih." Katanya sembari mengoper beberapa lembar uang pada lelaki berjaket hijau.

"Sama-sama, Pak. Permisi."

Dua orang tersebut segera berlalu. Dengan menenteng kresek sedang, Satria berjalan ke arahku.

"Yuk, makan."

Tanpa banyak kata, kusingkirkan beberapa map dari hadapanku. Sejenak kutatap wajah Satria yang tiba-tiba datar.

Matanya berwarna coklat, alisnya tebal, hidung yang tergolong mancung, juga bibirnya yang.....

"Malah ngelamun. Ayok dimakan. Sebentar lagi jam istirahat habis." Katanya seraya menyodorkan piring berisi daging steak yang sudah terpotong apik ditambah mashed potato dan brokoli padaku. Sejak kapan dia menggantinya dengan piring?

Oh my God. Apa yang kulakukan dari tadi??? Padahal,... Ah sudahlah.

Perlahan kulahap seporsi steak,sedikit demi sedikit sampai habis. Dari dulu sampai sekarang aku memang suka steak. Tidak pernah bosan.

Satria menyodorkan sebotol teh dingin. "Minum".

"Terima kasih. Lo nggak makan?"

"Udah tadi. Aku harus kembali", katanya sambil menatap layar ponsel sebentar. Alisnya terlihat berkerut. Satria berdiri dari kursinya.

"Kamu bisa panggil OB untuk mengembalikan piringnya. Aku pergi dulu." Satria berlalu begitu saja tanpa menoleh lagi padaku.

Satria memang sudah lama menyatakan perasaannya. Meski sudah berkali-kali kutolak, tetap saja dia tidak menyerah. Malah semakin gencar saja mendekat.

Bukan tanpa alasan aku menolak. Aku sedang menjalani hubungan jarak jauh dengan seseorang selama setahun terakhir.

Namanya Firhan. Awalnya, Firhan tinggal di Surabaya. Tapi karena ayahnya meninggal beberapa bulan yang lalu,dia harus pulang ke Jakarta dan menetap untuk menghandle perusahaan properti ayahnya.

Awalnya, Firhan masih sering ke Surabaya untuk mengunjungiku dua minggu sekali diakhir pekan. Tapi belakangan ini dia jadi jarang ke Surabaya,bahkan intensitas komunikasi kami semakin berkurang. Ketika aku video call pun sering tidak diangkat. Mungkin sibuk. Hanya itu yang ada di fikiranku. Mengingat hubungan kami yang sudah berjalan satu tahun. Aku hanya harus lebih bersabar.

Sebentar lagi ulang tahunku,dia sudah berjanji untuk datang dan kita bisa merayakannya bersama-sama. Semoga saja...

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Edit: 25 Desember 2021, 19.37

KETIKA CINTA HARUS MEMILIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang