Setelah landing di bandara, Satria menghentikan taksi untuk mengantar kami ke hotel. Di jam seperti ini jalanan Jakarta masih saja penuh kendaraan berlalu lalang.
Aku menghela nafas berat. Kulirik Satria yang masih saja asyik dengan dunianya. Entah apa yang difikirkannya. Aku di hiraukan dari tadi, meskipun kenyataannya aku yang lebih sering menghiraukan dia di kantor. Sungguh tidak nyaman sekali rasanya. Aku baru tahu.
"Sat,lu kok diem aja sih? Ngomong kek? Dari tadi di cuekin terus. Kita ada kerjaan bareng ya, gak enak banget kalo diem-dieman gini. Gue ada salah sama elu?" Tanyaku tanpa jeda sambil mengarahkan pandangan padanya.
Satria yang tadinya menatap layar ponsel mendongak ke arahku. Wajahnya masih saja datar. Tak ada senyum terpatri di bibirnya. Tak ada ketengilan lagi. Entahlah kemana hilangnya semua itu.
Satu detik
Lima detik
Sepuluh detik
Masih tidak ada tanda-tanda dari Satria akan membalas pertanyaan ku. Dia hanya diam sambil menatapku. Alisnya terangkat sebelah sambil memicingkan mata. Aku menghela nafas dengan berat.
"Gue minta maaf kalo gue punya salah sama elu." Kataku akhirnya. "Meskipun gue sendiri gak tau apa salah gue sama lu!" Kualihkan pandangan ke arah lain. Sebal!
"Aku gak suka harus kesini lagi. Apalagi sama kamu".
Spontan aku menoleh padanya. Apa katanya tadi? Apa aku salah dengar????
"Maksud lo?!" Desisku geram.
"Kamu gak salah dengar. Tidak seharusnya kita ada di tempat ini. " Satria masih saja dingin.
"Apa alasannya? Kalau lu gak mau gue yang ditugaskan kesini, kenapa tidak keberatan dari awal? Harusnya lu bilang sama Pak David,biar ada yang menggantikan posisi gue. Masih banyak karyawan lain yang bisa gantiin!" Aku ikut emosi.
Aku sangat tidak percaya Satria bisa mengatakan hal itu padaku. Selama ini sikapnya baik meski aku ketus padanya. Bagaimana aku bisa bekerja dengan tenang kalau sikapnya tiba-tiba berubah seperti ini? Sial.
Aku malas berdebat lagi dengannya. Aku diam sambil melihat keluar jendela. Satria juga melakukan hal yang sama.
"Mbak,Mas, sudah sampai depan hotel." Pak supir menoleh ke belakang.
"Eh,iya pak. Ini ongkosnya. Terimakasih." Aku menyodorkan beberapa lembar uang.
" Biar aku saja." Satria menyuruh pak supir mengembalikan uangku.
" Aku bisa bayar sendiri." Desisku tajam. "Terima saja,Pak." Kusodorkan uang itu kembali padanya.
Pak supir yang kebingungan hanya menggaruk-garuk kepalanya.
"Gak usah keras kepala." Katanya gak terbantahkan. Aku semakin mendengus kasar.
"Terserah" .
Kubuka pintu dan segera kuambil koperku yang ada di bagasi belakang. Kutinggalkan Satria dan berjalan cepat ke arah lobi.
Tiba di depan resepsionis,aku segera check-in. Setelah mendapat nomer kamar kulangkahkan kaki menuju lift. Satria berjalan tergesa menyusulku. Kali ini hanya ada kami yang ada di dalam lift.
Hening.
"Nes..." Akhirnya Satria memulai. Aku hanya menolehkan wajah tanpa berniat menjawab. " Aku minta maaf. Aku hanya..."
Satria yang ingin melanjutkan kata-katanya terhenti saat pintu lift mulai terbuka. Sorot kekecewaan terlukis diwajahnya.
Aku keluar dari lift,ketika sampai di depan pintu kamar nomer 405 aku berhenti.
"Ini kamar gue." Kutunjukkan kunci padanya.
"Selamat beristirahat. Kamarku ada di depan. 406. Kalau ada apa-apa panggil saja aku."
Aku tidak lagi menjawab pertanyaannya. Kubuka kunci kamar dan meletakkan koper di pojok kamar. Lalu kubaringkan tubuh di kasur tanpa berniat mengganti pakaian terlebih dahulu, ingin beristirahat sejenak sebelum melanjutkan membongkar isi koper dan menatanya ke dalam lemari. Hanya sebentar.
🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁
Mohon kritik dan sarannya ya, biar karya ini menjadi lebih baik lagi.
Thank youFull of lovE
🍁RE🍁
25 Desember 2021,22.40
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA CINTA HARUS MEMILIH
RomansaAkankah cinta harus berakhir meski kita masih saling menyayangi??? #Vanessa 🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁 Ini cerita pertama ku. Meski sempat stuck 1 tahun lebih🙈 akhirnya dapat ilham pengen lanjutin sambil baper-baper ria😁 Happy reading🤗 Happy readin...