Part 2

18 1 0
                                    

Happy reading😘

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

"Nes, lu dipanggil pak bos tuh!" Sebuah suara menginterupsiku.

"Thanks, Nin"

Aku berdiri dan segera berjalan ke ruang Pak David, bosku.

Tok tok.

Aku mengetuk pelan pintu ruangan Pak David. Sebuah suara menyahut dari dalam menyuruh masuk. Sedikit terperanjat karena Satria juga ada di dalam sana. Ia duduk berhadapan dengan Pak David.

"Silahkan duduk, Nes". Pak David menyilahkan.

"Terima kasih, Pak", jawabku sopan.

Pak David yang tadinya menekuni kertas-kertas,  meletakkan bolpoinnya di meja. "To the point saja. Seperti yang kalian ketahui, proyek kita sedang ada sedikit kendala dengan pihak kantor pusat. Oleh karena itu, mulai besok kalian berdua saya tugaskan ke Jakarta untuk menyelesaikannya. Jika dalam rentang waktu tersebut kalian bisa menghandlenya, kalian bisa segera kembali kesini. Kuharap kamu dan Satria bisa bekerja sama dengan baik. Saya percaya pada kinerja kalian selama ini." Pak David menatap kami bergantian.

Aku menghela nafas dalam, kulirik Satria, dia tampak biasa saja. Apakah dia sudah tahu?

"Siap,Pak", jawabku berbarengan dengan Satria. Pak David melemparkan seutas senyumnya.

"Untuk tiket dan akomodasi lainnya sudah dihandle sekretaris saya,Dinda. Kalian hanya perlu mempersiapkan diri. Penerbangannya malam ini,biar kalian bisa beristirahat untuk esok hari. Dinda juga sudah menyiapkan berkas-berkas yang perlu kalian bawa besok. Kalian bisa menemui Dinda setelah ini dan mempelajari bersama berkas tersebut. Ada yang ingin ditanyakan?" Kata Pak David panjang lebar. Kami menggeleng.

"Terimakasih, Pak. Saya  mohon undur diri." Kataku dan berbalik untuk keluar ruangan.

Aku keluar lebih dulu, Satria mengekori di belakang. Kutemui Dinda yang berada di luar ruangan Pak David. Dia sedang fokus mengetik sesuatu di laptopnya.

"Din, apakah berkas-berkas yang perlu dibawa ke Jakarta sudah siap?"

"Sudah. Ini Mbak sekalian tiketnya" . Jawabnya seraya mengangsurkan beberapa berkas dan tiket padaku.

"Terimakasih, Din" .

Dinda tersenyum ramah. Kutoleh Satria yang masih diam saja di sampingku. Raut wajahnya tampak berbeda. Aneh.

"Kamu kenapa?" Tanyaku.

"Nggak pa-pa" Jawabnya dengan ekspresi tak terbaca.

"Ya sudah. Kita bisa pelajari berkas-berkas ini nanti. Aku akan ke ruanganmu setelah jam makan siang. Kamu ada waktu kan?"

"Tentu."

"Ok. Aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku sekarang". Aku melambai dan mulai meninggalkannya berjalan menuju ruanganku.

Huuuft. Aku menghela nafas. Kusandarkan bahu pada kursi perlahan.

"Eh, Nes. Ngapain tuh si Bos?" Nina mengagetkanku.

"Ada tugas ke kantor pusat" .

" Wow, enak dong bisa sekalian jalan-jalan!" Serunya kegirangan. Padahal aku yang pergi kan?

" Enak pala lu?!!" Aku memutar bola mata jengah.

"Yak kan bisa sekalian ketemu pacar? Udah lama kan dia nggak kesini?" Nina memutar-mutar kursinya.

Oh my... Kenapa sama sekali tidak terpikirkan? Tiba-tiba sebuah ide terlintas. Heemmmm,

"Kenapa lu senyum-senyum sendiri kayak orang gila?" Ganti Nina yang memutar bola matanya. "Pasti udah mikir yang iya-iya ini..." Senyumnya penuh selidik.

"Hush! Lu kira gua apaan?" Kulempar bolpoin ke arahnya dan Nina refleks menghindar.

"Kampret lu." Sinisnya. Dan kita pun tertawa bersama.

Memang ya,hidup musti ada sahabat. Orang yang bisa mengerti kita. Yang ada disaat senang dan sedih. Meskipun hanya didengar, itu sudah lebih dari cukup.

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁

Sesampainya di rumah aku memberitahukan pada orang tuaku soal tugas ke Jakarta. Mama ikut membantu mengepak barang-barang yang akan aku bawa. Rencananya Satria yang akan menjemput. Penerbangan pukul 7 malam.

Beberapa waktu kemudian terdengar bel rumah berbunyi. Aku berjalan ke arah pintu dan membukanya. Satria datang dengan senyum datarnya.

" Malam, Nes! Sudah siap?" Sapanya.

"Sebentar,aku pamit dulu."

Aku kembali ke dalam. Mama dan papa yang tadinya ada di ruang keluarga sedang berjalan keluar.

"Ma,Pa, Nessa berangkat". Aku berpamitan sambil mencium tangan mereka.

"Hati-hati, sayang".

"Siap, Ma",kupeluk dan kucium pipi mama. Aku beralih pada papa dan juga melakukan hal yang sama.

"Do your best! " Papa menyemangati.

" Siap boz!" Aku hormat padanya sambil tersenyum manis.

Papa menghampiri Satria dan berbicara sesuatu padanya pelan. Setelah itu dia pamit. Kuseret koper dan melambaikan tangan ke arah mama dan papa yang ada di depan gerbang. Taksi mulai melaju ke bandara.

Setelah sampai, kami segera check-in dan menuju ke boarding room untuk mendapat boarding pass. Aku dan Satria kini sudah berada di dalam kabin sambil menunggu pesawat take off. Tempat dudukku bersebelahan dengan Satria. Tumben sekali Satria tidak banyak bicara lagi. Waktu menjemputku tadi pun dia menyapa seadanya, dan bahkan di mobil dia hanya diam sambil menatap keluar jendela.

"Sat ",panggilku seraya menoleh padanya. "Tumben diem?Biasanya bawel." Lanjutku sambil memicingkan mata.

"Gak pa-pa."

"Lu nggak enak badan?"

"Aku sehat" Jawabnya yang lagi-lagi semakin datar saja. Satria yang menoleh sekilas lalu kembali menekuni ponselnya. Aku hanya menghela nafas.

Dan sampai pesawat di atas ketinggian 30.000ft pun Satria hanya diam. Benar-benar nih orang! Aku dikacangin. Huh!!

🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁


Edit:25 desember 2021, 22.16

KETIKA CINTA HARUS MEMILIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang