"Delta mau bawa Vee kemana?"
"Kenapa ngga Olven yg jemput Vee?"
"Delta bawa motornya jangan ngebut-ngebut, Vee takut."
Delta -cowok yg sedang mengendarai motor- itu diam saja mendengar ocehan Vee. Bukan hal baru lagi baginya mendengar segala kecerewetan Vee.
Jika bukan karena Olven adalah sahabat karibnya, Delta sebenarnya enggan untuk menjemput atau melakukan hal-hal yg berkaitan dengan Vee.
Delta takut jika hatinya ini lemah saat bersama Vee lebih lama.
Tiba-tiba motor sport yg dikendarai Delta oleng. Untung saja Delta sigap menahan jika tidak mungkin sekarang mereka akan menabrak pembatas jalan.
Vee serta Delta turun dari motor. Delta berjongkok untuk mengecek ban depan yg ternyata kempes atau mungkin bocor?
Bocor? Seketika Vee melihat sekeliling mereka yg sepi. Vee tidak tahu mereka ada dimana. Disebelah kanan kiri jembatan jalan hanya ada jurang-jurang yg dalam. Vee bergidik ngeri. Membayangkan jika mereka akan terjebak semalaman ditempat ini.
"Delta, motornya kenapa?"
Vee bertanya dengan harap-harap cemas.
"Kempes." singkat Delta.
"Hufftt.. Untung tidak bocor." Vee bernapas lega.
"Lo tunggu sini bentar." belum juga dijawab Delta sudah melenggang pergi meninggalkan Vee sendirian.
Vee mengusap lengannya pelan karena udara terasa lebih dingin. Mungkin akibat dari banyaknya pohon-pohon yg menjulang tinggi dari dasar jurang.
Capek karena harus berdiri, Vee pun duduk diatas jok.
10 menit berlalu...
15 menit berlalu...
30 menit berlalu...
Vee semakin gelisah. Hari sudah semakin larut ditambah dengan suasana seperti ini.
"Delta kemana sihh!" gerutunya seraya membuka layar handphone. Berniat menelpon Delta. Namun, nontifikasi pemberitahuan jika tidak ada sinyal ditempat pun membuat Vee semakin kalut.
Matanya mulai basah akan air mata yg merember keluar.
"Hiks... Bundaa" Vee berjongkok disebelah motor dengan tangan diatas siku menenggelamkan kepalanya.
"Hiks... Vee takut..."
"Bundaa.."
"Akhhhh!" Vee kaget saat seseorang menepuk bahunya.
Delta. Seketika Vee bangkit dan memeluk Delta erat masih dengan terisak.
"Hiks... Vee kira, Delta bakalan ninggalin Vee," masih dengan sesenggukan.
Delta hanya diam mematung.
Dia tadi sehabis mencari bengkel disekitar sini yg jaraknya sekitar 4km. Saat kembali ia malah menemukan Vee yg berjongkok dengan kepala ditenggelamkan dikedua lengan.
Delta kira Vee tertidur. Ternyata dia menangis.
Ini juga bukan merupakan hal baru bagi Delta. Vee yg cengeng, Vee yg ceweret, Vee yg manja, Vee yg kekanak-kanakan, dan Vee yg akan selalu dia kenali.
"Udah nangisnya?" tanya Delta saat Vee mengusap-usapkan wajah dibahu Delta.
"Vee takut," jawab Vee dengan suara parau dikarenakan sehabis menangis.
"Apa yg lo takutin? Disini ngga ada setan.""Bagaimana kalau ada penculik yg ingin menculik Vee?"
"Tidak ada yg mau nyulik lo. Secara lo jelek, ngga cantik."
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGHT FEAR
Teen FictionMelawan rasa takut itu sulit. Tapi, jika tidak dicoba siapa yg tau? Authornya payah bikin prolog.. Salam Cinta, Flo.