Pagi ini SMA Bakti Madya sedang padat-padatnya diisi oleh siswa-siswi yang datang ke sekolah. Entah itu calon siswa kelas X yang baru saja akan melaksanakan Masa Orientasi Siswa, ataupun siswa-siswi kelas XI dan XII yang akan melanjutkan pendidikan mereka dan bertemu dengan kawan lama.
Semua siswa-siswi tampak antusias bertemu dengan teman-teman yang sudah lama tidak dijumpai. Banyak siswi perempuan berpelukan, saling merangkul, ataupun cipika-cipiki untuk melepas rindu. Senyum merekah tak pernah luntur mereka perlihatkan mengingat libur kenaikan kelas yang cukup lama, sekitar 3 minggu. Banyak dari mereka saling bertukar oleh-oleh, atau berbagi pengalaman pergi ke luar negeri. Sepertinya, cerita mereka tak habis diceritakan hanya dengan beberapa menit saja.
Bel masuk telah berbunyi tepat pukul 6.30 pagi. Semua siswa-siswi yang masih diluar gerbang mulai berlarian mengejar waktu agar tidak ada kesan buruk dihari pertama kembali menginjak halaman sekolah. Beruntung, Tamara sudah lebih dulu sampai beberapa menit sebelum bel tersebut berbunyi. Langkahnya begitu santai, sembari melihat sekeliling sekolahnya. Melihat calon siswa-siswi baru menyanyikan lagu balonku yang huruf vokalnya diganti menjadi "i" dan membuatnya terkekeh sesaat, ataupun melihat teman-teman seangkatannya saling bercerita dengan mimik wajah yang tak dapat diartikan. Semua itu terekam jelas diingatan Tamara. Namun sejak ia melangkah menginjakkan kaki ini, bisa dihitung hanya beberapa orang yang sudi menyapanya dengan tulus. Itupun hanya sekedar memanggil namanya, atau berkata "hai". Namun bagi Tamara, hal tersebut sudah biasa. Toh, ia tidak mengharapkan dirinya menjadi pusat perhatian dan dikenal oleh seantero sekolah.
Sebenarnya Tamara bukan siswi yang asing dimata siswa-siswi lain. Bahkan bisa dibilang, namanya cukup dikenal oleh mereka. Namun, bukan karena wajahnya yang menarik ataupun karena keberadaan keluarganya yang terpandang, melainkan karena ia adalah salah satu dari 2 siswi yang mendapat beasiswa bersekolah di SMA tersebut selama 3 tahun penuh, dengan syarat dan ketentuan harus mendapat peringkat 1-3 pararel. Tentu saja persyaratan menjadi siswi yang mendapat beasiswa di sekolah terbaik di Jakarta tersebut bukanlah hal mudah. Tamara harus menyaingi lebih dari 760 siswa-siswi dari berbagai daerah dan golongan agar bisa sampai dititik ini. Dan ya, ia bisa membuktikannya dengan selalu bebas biaya SPP.
Tamara mulai melangkahkan kaki menuju gedung lantai 3, dimana ia akan singgah selama berada dikelas. Disana, ia melempar senyum kepada para petugas kebersihan yang sudah ia anggap seperti teman, karena hanya mereka yang mau berbicara mengenai banyak hal. Ia juga melangkahkan kakinya menuju perpustakaan yang berada beberapa langkah dari ruang kepala sekolah. Setelah selesai dengan acara meminjam buku "kedokteran", ia melangkahkan kakinya menuju lantai 4 dengan melewati kantor kepala sekolah. Tak sengaja ia melihat kepala sekolah sedang berbincang dengan seorang pemuda yang tidak memakai seragam. Rasa penasaram mulai muncul didalam pikiran Tamara, dan beberapa asumsi telah ia katakan untuk dirinya sendiri.
Tak mau berlarut-larut dengan kekepoan mengenai pemuda tadi, ia bergegas menuju lantai 4 karena koridor sudah mulai sepi. Tandanya, banyak siswa-siswi sudah masuk ke kelas masing-masing. Beruntung saat Tamara sampai didepan kelas, belum ada guru wali kelas yang akan mendampingi mereka. Akhirnya Tamara memilih bangku kosong yang seperti biasa akan ia gunakan untuk dirinya sendiri.
Ia mulai sibuk dengan aktivitasnya. Menyumpal telinga dengan earphone, lalu mulai membuka buku-buku tebal yang membuat siapa saja mungkin ogah untuk membaca. Diamatinya satu per satu halaman dan Tamara mulai memahami apa dari isi beberapa lembar buku tersebut. Tak jarang mulutnya membentuk huruf "O" saat ia memahami materi yang ada dibuku tersebut. Tanpa sadar ia terlarut didunianya sampai-sampai ia tidak menyadari bahwa Bu Ina, wali kelas barunya sudah ada didepan kelas.
"Selamat pagi anak-anak"
"Selamat pagi bu" jawab mereka serempak
"Pasti kalian sudah tau siapa ibu, meskipun ibu belum pernah mengajar kalian saat berada dikelas 10"
![](https://img.wattpad.com/cover/216018840-288-k473642.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
THE FEELING
Teen FictionAku bukanlah seorang gadis rupawan yang disukai oleh banyak pria tampan. Aku juga jauh dari keluarga mapan, aku berasal dari keluarga pas-pasan dan pikirku saat itu hanyalah menyelesaikan pendidikan. Aku tidak percaya dengan cinta, karena itu hanya...