Pada saat hari Sabtu, 20 Februari 2015 diperjalanan kami berdua melihat dari kejauhan ada kejadiaan kecelakaan yang dimana seseorang ibu-ibu sedang mengandarai sebuah kendaraan yang membawa barang jualan yang banyak, yang berjarak 400 Meter dari kami, mataku langsung tertuju kekorban itu dan aku melihat darah korban bercucuran, aku langsung mengatakan kepada Fatma untuk melanjutkan perjalanan menuju si korban.
Tanganku gemeteran, bibirku pucat, aku tidak tahan melihat si korban yang bercucuran darah, banyak orang yang melihatnya, aku pun langsung bertanya kepada orang di sekitar sana yang melihat kejadian kecelakaan yang sangat tragis itu. Saksi mata mengatakan bahwa ibu-ibu itu sedang menyelip truk yang sedang melaju kencang, aku sangat lemah saat melihat si korban dan aku pusing, karena aku fobia darah dari umur 7 tahun, entah mengapa aku jadi fobia darah, setelah aku melihat si korban itu, lalu aku langsung meneruskan perjalanan kesekolah.
Sampai kesekolah kami langsung masuk pintu gerbang sekolah dengan memarkir kendaraan disamping sekolah dengan rapi, lalu Aku dan Fatma pun melepas helm dan menaruhnya di batang kaca spion.
Kami melangkah menuju kelas dengan sebuah senyuman ceria dipagi hari, kami memandang dan kami telah melihat pintu kelas sudah terbuka, kamipun menuju kepintu terbuka. Mataku melihat kesisi dinding kanan ada sebuah mading yang tertata rapi, di samping mading ada jadwal pelajaran dengan bentuk persegi panjang, di setiap sudut-sudut dinding ada gambar pahlawan Indonesia.
Terlihat beberapa teman sudah duduk di kursinya dengan rapi, dan beberapa teman sedang menyapu membersihkan kelas. Kakiku melangkah berlahan mendekati meja persegi panjang dan kursi nomor dua dari belakang yang dimana aku duduk disitu, aku langsung duduk disitu dengan menaruh tas merah di belakang aku duduk dan mengambil buku mata pelajaran pertama, dan bunyi lonceng sudah berbunyi menandakan bahwa pelajaran akan dimulai Bu guru dari kejauhan sudah terlihat hendak ke kelas, sesampainya di kelas Bu guru memberi kami pengetahuan.
Teng.. teng.. teng suara lonceng berbunyi menandakan waktunya istirahat, aku keluar dari kelas Mula-mula langkah lebar ku menelusuri perpustakaan sekolah. Namun, beberapa langkah kaki Aku berjalan, penyesalan datang setelah melihat seorang laki-laki yang bernama Wawan teman lama tapi tidak akrab lagi karena kita saling sibuk dengan masing-masing, dan bertegur sapa saja jarang dengannya. Aku pun pura-pura tidak melihatnya. Wawan pun melangkah semakin dekat.
"Azma bawel" ujar Wawan. Dengan kalimat itu Aku lebih merasa kesal sama dia. Karena kalimat itu melintas di telingaku yang tidak bisa di hitung lagi.
Senyum lebar muncul dibibir seseorang perempuan dengan gaya yang agak tomboy yaitu Je'er. Dia adalah kakak kelas sebelas yang sedang akrab dengan Wawan. Azma terus berjalan dan berselisihan dengan Je'er, "Wawan" je'er mencibir. Aku tersenyum paksa, "mengapa je'er sok kenal sama aku" bantah diriku dalam hati.
Pada saat Aku balik ke kelas, ada sekelompok teman yang lagi ribut, Aku pun menghampiri dengan rasa penasaran, "ada apa nih" dengan muka yang serius. "kami lagi bagi-bagi nomor HP kakak kelas nih" ujar salah seorang teman. "waaah aku juga mau dong?" dengan sebuah senyuman permohonan, "baiklah, nanti saya kirim lewat SMS aja yaa?", "oke saya tunggu" dengan senyum kecil.
Bel telah berbunyi, bertanda sudah berakhir pelajaran di sekolah, dengan sebuah senyuman lesung pipitku terbayang bahwa dia akan menjadikan dirinya lebih baik lagi dari sebelumnya, terik matahari yang begitu nampak yang memberikan rasa panas, dan keringat yang menetes di leher tak membuatku putus asa dengan apa yang dia kerjakan pada hari itu.
YOU ARE READING
Azma
Teen FictionTernyata membenci tak selayaknya membenci. Kadang saya berpikir buat apa hidup jika kita tak saling menyayangi satu sama lain. Berteman dengan seorang laki-laki bagi saya hal yang wajar, asalkan tau batasannya.