"Saga, bisa bantuin gue nggak? Gue lagi di kantor polisi."
"Lo ngapain di sana?! Lo ditangkep?!"
Suara keras Saga membuat gue menjauhkan ponsel dari telinga. Gue menghela napas.
"Gue dituduh nyimpen narkoba di jajanan," kata gue pelan. "Tapi lo tau sendiri kan? Gue bukan orang yang kayak gitu. Demi Tuhan, gue cuma dapet kiriman paket. Itu bukan punya gue."
Napas Saga terdengar sedikit berat dari seberang sana.
"Oke. Gue hubungin bokap gue dulu. Lo sabar ya. Ntar gue ke situ," ucap Saga berusaha menenangkan gue.
"Gue di kantor polisi deket apartemen. Thanks, ya."
Panggilan itu berakhir. Gue duduk dengan tatapan kosong di kursi kantor polisi. Jangan sampai kabar ini bocor ke sosial media. Reputasi gue bisa ternodai.
"Anak muda zaman sekarang nggak tau diri. Stres sedikit larinya ke narkoba. Pinter banget modusnya. Narkoba di jajanan bolsu," sindir seorang polisi bernama Firman.
Polisi mengamankan bolsu misterius beserta bubuk putih yang ternyata adalah narkoba. Gue sangat awam tentang benda haram itu. Seumur hidup, gue nggak pernah melihat narkoba. Bagaimana bisa gue tahu bahwa itu adalah salah satu jenis narkoba? Di mata gue, itu masih terlihat seperti susu bubuk taburan bolsu.
Gue menatapnya tajam. "Itu bukan punya saya."
"Mana ada penjahat ngaku."
"ITU BUKAN PUNYA SAYA! SAYA DIJEBAK!" balas gue membentaknya. Tidak sopan, tapi kesabaran gue memang hanya setipis tisu. Fakta bahwa gue hanya dijebak membuat emosi ini semakin meledak. Rasanya gue ingin menebas kepala pria di hadapanku ini.
"Itu narasi yang sering saya dengar! Dijebak dijebak padahal punya mereka sendiri!" hardik Pak Firman. Tiba-tiba ia mencengkeram lengan dan menyeret gue dengan kasar. "Sini kamu!"
Kemarahan gue semakin naik. "Nggak usah nyeret-nyeret dong! Saya bisa jalan sendiri!"
"Otakmu yang nggak jalan! Berani kamu bentak-bentak polisi?!"
"EMANG KENAPA?! POLISI JUGA MANUSIA BIASA! NGGAK USAH NGERASA PALING BERKUASA! HAUS BANGET PENGEN DIHORMATIN?! UDAH DIBILANGIN, SAYA NGGAK SALAH!" teriak gue mengamuk sambil menahan tubuh dari seretan itu.
Brukkk!
"Awww...."
Gue mengelus lengan yang sakit karena terbentur dinding. Polisi keparat itu menghempaskan tubuh gue dengan kasar hingga menabrak tembok. Belum puas dengan itu, ia mendekati gue dengan wajah arogan.
"Kamu pasti sedang mabok narkoba. Nggak usah macem-macem kamu. Hukumanmu bisa lebih berat kalau kamu berani melawan. Paham kan?" ancam Pak Firman.
Gue mendengus kesal. "Nama doang Firman. Kelakuan lebih kayak setan sih. Pantes aja rakyat udah nggak percaya sama kalian."
Mata Pak Firman melotot. Tangannya mengcengkeram kedua pipi gue.
"Baru kali ini ada yang berani kasar sama saya. Hati-hati kamu. Saya bisa bikin kamu makin lama di penjara."
Cengkeraman itu terlepas. Gue mengelus pipiku yang perih.
"Anda sengaja membuat kasus palsu biar cepat naik pangkat, kan? Saya juga bisa bikin Anda viral dan membuat Anda dicopot dari jabatan," balas gue balik mengancam.
Pak Firman terlihat tidak percaya dengan pendengarannya. Ia kembali mendekati gue dan mencengkeram kerah baju ini. "Kamu ngancem saya?"
"Iya. Kenapa? Nggak suka? Sama. Saya juga nggak suka diancam," oceh gue kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIKSI BINTANG
General FictionMenjadi dewasa itu sulit. Kenapa nggak ada yang bilang ke gue? Seingat gue, definisi dewasa ketika gue masih kecil nggak sehoror ini.