Perjalanan menuju Pulang

Menuju

Pagi adalah yang selalu ku nanti disetiap malam bermimpi. Berharap dengan sekali kedipan mata, hari sudah jadi besoknya.

"Selamat pagi, kebo."

Terserah sapaan apa yang akan ia lontarkan di akhir kalimat. Selalu berganti-ganti dan selalu melekat di hati. Disertai ekspresi wajahnya yang selalu bikin gemes.

Seharian itu akan jadi menyenangkan. Selama ia masih ada dalam jangkauan pandangku. Selama tatapnya masih tertuju padaku.

Kenapa aku nenyebutnya 'seharian itu'? Karena itu dulu. Karena itu sudah berlalu. Karena kenangannya pun perlahan mengabu. Makanya aku mengetik cerita ini pun dengan terburu. Takut memorinya hilang tertelan waktu.

Untuk sekarang, tidak ada selamat pagi, siang, sore, malam, dan selamat apapun darinya. Semua berasal dari aku dan untuk aku sendiri.

Karena sesuatu hal yang menggelitik batinnya untuk tiba-tiba mengangkat tangan dan melepas ikatan tak bersimpul ini, aku dan kesayanganku itu sudah lama sekali tak jalin komunikasi.

Aku rasa sudah tidak ada yang perlu dibahas. Ia tidak mencegahku melangkah jauh. Dan tidak ada yang bisa aku jadikan alasan untuk tetap berada di sampingnya.

Dia yang buat masalah, dia juga yang bertingkah seakan yang paling tersakiti.

Kesayanganku itu memang pintar sekali bersandiwara. Bakat yang baru aku ketahui setelah ia bosan denganku untuk sekedar bercanda bersama.

Ah, sesak.

"Kita selesainya baik-baik, ya?"
"iya, tenang aja. Aku ahli dalam hal melupakan."

Naff, ini lebih menyesakkan. Aku tahu kau jauh lebih bisa untuk baik-baik saja. Aku tahu kau akan baik-baik saja meski perpisahan ini tidak dengan cara yang baik-baik sekalipun.

Naff, hatiku sudah terlanjur aku taruh di rumahmu. Kalo langsung ku ambil berat, isinya banyak. Aku ambilnya satu-satu dulu, ya. Pelan-pelan dulu. Punyamu ingin kau ambil sekaligus di rumahku juga boleh. Biar sekalian kosongnya.

Biar bisa segera ku bereskan.

TBC

🌿🌿🌿

Support this story with click star below. Thank you!