Bab II

37 0 0
                                    

^^

"Jangan ulangin lagi yah Bin ! kalau kamu mau nge-band hari libur aja." Ujar Neve pada Bintang, tangan kanan Bintang menggenggam kedua tangan mungil Neve. Menyeruput orange juice menggunakan tangan kiri yang kosong, Bintang tersenyum menatap mata indah Neve. Kini mereka berada di Caffe Morrie dekat sekolah mereka, Bintang mengajak Neve makan siang bersama di Caffe favoritnya.

Bintang mengangguk mendengar ucapan Neve, setelah kejadian tadi. Kini Neve kembali bersikap seperti biasanya pada Bintang, tetapi sering kali Bintang menaikan sebelah alis hitamnya karena Neve mengucapkan kata dengan logat Italia yang masih kental.

Walaupun sudah berkencan lama, tetapi sering kali Bintng sulit mengerti apa yang Neve katakan. Untuk dapat mengerti dengan jelas, satu-satunya cara adalah mengajak Neve berbicara menggunakan bahasa Inggris. Tetapi hampir satu tahun, Neve tidak ingin menggunakan bahasa Inggris untuk mengobrol. Alasannya agar ia dapat berbicara dengan lancar dengan menggunakan bahasa Indonesia, Bintang setuju walaupun sering kali di buat bingung.

"Siap boss" raut wajah Neve ceriah mendengar ungkapan Bintang yang bersemangat menyetujui sarannya, melepas salah satu tangannya. Neve mencubit gemas pipi Bintang yang sedikit cabi sekarang, lalu kembali pada posisinya semula.

"Sakit yah ?" Tanya Neve, Bintang melepaskan genggaman tangannya, lalu ia mengelus kedua pipinya yang perih karena cubitan Neve

"Maaf ya sayang" Bintang mengangguk, mengiyakan permintaan maaf Neve. Ia tersenyum manis pada Neve, membuktikan bahwa dirinya benar-benar memaafkan Neve. Lagi pula Bintang tak marah, tindakan Neve terhadapnya sebenarnya ia sukai.

“Mau pulang ?” Neve mengangguk menjawab pertanyaan Bintang, keduanya bangkit berdiri. Sebelum melangkah keluar Caffe. Bintang meninggalkan beberapa lembar uang di meja, lalu merangkul pinggang Neve dan melangkah keluar Caffe.

~~~

"Kamu mau mampir ?" Tanya Neve, setelah turun dari motor Bintang. Ia melihat Bintang yang sedang melepas helmnya. Bintang selalu melempar senyuman ketika melihatnya, seperti sekarang. Begitu manis dan tampan, Bintang terkadang membuat Neve salah tingkah. Balas tersenyum, tindakan pertama Neve adalah merapikan rambut Bintang yang mencuat berantakan sana sini karena melepas helm.

"Ada siapa di dalam ?"

 "Ada pengurus rumah aku " tangan Neve merapihkan rambut Bintang sesuka hati, ia membuat rambut Bintang berdiri. Tetapi gagal karena tidak kaku, menyisir rambut hitam Bintang dengan jarinya ke kiri dan ke kanan. Setelah merasa puas, Neve menatap Bintang yang diam.

“Kamu mau mampir ?” sedikit mendongak, Bintang membalas tatapan Neve yang membuat hatinya hangat.

"Boleh juga" Ujar Bintang di sertai anggukan, Neve menepuk kepala Bintang seperti seorang ibu. Melangkah terlebih dahulu ke pintu rumahnya, Bintang mendorong motornya ke halaman rumah Neve. Tak ada niat untuk mampir, tetapi tiba-tiba keinginannya itu muncul. Bintang memarkir motornya tepat di depan anak tangga depan pintu, lalu mencabut kunci dan mengantongkannya.


Berlari kecil menaiki empat anak tangga, ia ikut masuk bersama Neve ke dalam rumah besarnya. Berhasil menyamai langkahnya dengan Neve, Bintang menggandeng tangan mungil Neve memasuki ruangan besar rumah Neve. Entah mengapa Bintang sangat suka kontak fisik terhadap Neve, dan Neve menyukai akan tindakannya itu.

"Kamu tunggu di sini dulu ya, aku mau ganti baju dulu oke ! " Neve menaiki tangga, meninggalkan Bintang di ruang tamu megah rumahnya. Rumah yang di desain ala bangunan Timur Tengah Maroco tak lupa dengan sentuhan Eropa, barang-baang antik yang di letakan di ruang tamu memiliki nilai jual yang tinggi, ada pedang juga. Berbeda dengan desain rumah Bintang yang bergaya minimalis modern.

Suasana rumah Neve hangat, ini bukan pertama kalinya Bintang berada di rumah Neve. Duduk di sofa empuk ruang tamu, Bintang mengambil ponselnya di saku seragamnya. Ia mulai mengecek dari Instagramnya yang hampir semua isi fotonya dengan Neve, lalu Twitternya yg terdapat nama Neve Kenz di Bio Bintang, sampai Line dan Facebooknya.


~~~



Neve sedang merapikan kaos putihnya bergambar Tazmania, kaos kembar pemberian Bintang. Ia berniat melihat dirinya dari pantulan kaca, Neve mulai melangkah perlahan tapi pandangannya kabur dengan sendirinya, kepalanya pusing. Menggelengkan kepala mungkin dapat mengusir rasa pusingnya sejenak, melangkah tertatih Neve berhasil memegang meja rias sebagai pondasinya

.
Neve menakan meja tersebut dengan kuat, melampiaskan rasa sakit di kepalanya yg menjadi-jadi, keringat perlahan bercucuran di pelepisnya.

 "Aww.. shit !" ringis Neve, ia menatap pantulan bayangannya dari kaca melalui pandangan yang tersisa, tangan Neve mengepal hingga buku-buku jarinya memutih.

Rasa pusingnya berkurang perlahan hingga akhirnya normal seperti semula, menghelakan nafas lelah Neve mengambil tisu yg berada di meja. Ia mengelap keringat di wajah pucatnya, tatapan Neve fokus kebawah.

"Seharusnya aku tidak membawa Bintang ke rumah" Neve menegakkan tubuhnya, Ia berdiri dengan gemetar. Membuang nafas berat, Neve perlahan melangkah keluar kamarnya.

~~~


Bintang mendongak kearah tangga besar di depannya, ia mendengar suara tapak sendal kaki Neve beradu dengan lantai marmer cokelat muda yang turun perlahan. Terlihat Neve menuruni tangga menggunakan pakaian rumahan, kaos putih tazmania pemberiannya, hotpans putih, sendal rumahan juga rambut yg di gerai seperti biasa.


Neve melangkah menghampri Bintang yang kini sedang duduk di sofa rumahnya, Neve duduk di sebalah Bintang yang melepas kancing seragam sekolahnya hingga terbuka, menampilkan kaos putih polos yg membungkus tubuhnya.

“Lagi apa sayang ?" Neve memperbaiki posisi duduknya agar nyaman, ia menaruh bantal di pahanya. Menengok Bintang yang sedang sibuk dengan dunia maya.

"Lagi cek Instagram, Nakula anak SMA pertiwa muji-muji kamu di Instagram" Neve ikut mengamati apa yang membuat Bintang mengubah nada suaranya menjadi dingin, mata Bintang menyipit kesal. Neve sekarang mengambil ahli ponselnya, menambah kesal Bintang.

"Aku penasaran aja kok sayang" ujar Neve, Bintang menyerahkan ponselnya tanpa syarat pada Neve. Ia kembali diam dan hanya memperhatikan Neve yang begitu serius memperhatikan ponselnya, melihat sekitarnya. Bintang meraih ponsel Neve yang berada di meja, ia mengusap layar ponsel Neve yang berwelpaper photo mereka.


Bintang memulai kegiatan  mengeceknya mulai dari Line lalu ke Facebook ,Twitter juga BBM dan benar saja BBM Neve tidak pernah sepi. Obrolan yang belum sempat di baca ada dua belas, permintaan yang belum di terima begitu banyak.


"Mm... Banyak banget penggemar kamu by ! "Sindir Bintang, Neve menoleh ke hadap Bintang dengan wajah bingung.

 "Udah deh Bin, jangan cari masalah. Tadi baru kita baikan !"Ujar Neve jutek, Bintang yang mendengar ucapan sang kekasih menaikan sebelah alisnya lalu tersenyum. Perasaan Neve sedang tidak baik, mengalah. Bintang mengulurkan tangan untuk memeluk pundak Neve, tetapi Neve menjauh.

Bintang menggeser duduknya dekat Neve, kekasihnya itu kesal mendadak dengannya. Kecemburuan Bintang yang membuat Neve risih, wajah Neve di palingkan darinya. Bintang meraih lengan kecil Neve yang kaku karena di tahan, tetapi Neve kalah dengan tenaganya.

“Maaf.” Pinta Bintang, wajah cantik Neve perlahan menoleh ke arahnya. Mata mereka saling menatap dalam, memiringkan kepala Bintang mendekati wajah Neve hingga dekat. Perlahan Neve menutup matanya, mereka.

"Maaf nona, tuan. Bibi ganggu, ini snack dan minumannya" ujar bi Anni tiba-tiba, Bintang menjauh dengan cepat mendengar suara bi Anni. Membuka mata, Neve menatap tajam bibinya. Bi Anni membungkuk hendak berbalik.

"Bi sini aku mau ngomong!"Cegah Neve, bi Anni berbalik menghadapan nona mudanya dengan tertunduk. Bintang menghadap sudut lain tak berani melihat pembantu Neve, ia malu. Neve mengangkat kakinya ke atas sofa, lalu mengangkat tubuhnya dengan bertumpu pada kedua lengannya, ia pun bersandar .

"Soal tadi bibi liat dari mana ?" Tanya Neve tanpa basa-basi, bi Anni mendongakkan memblas tatapan sengit Neve.

"Bibi ga tahu non, tadi .... ehh...anu.. anu itu loh non.. ehhh..." Bi Anni bingung untuk berkata, perempuan paruh baya itu berucap terbata-bata. Neve kasihan melihat pelayannya itu, mengibaskan tangan. Menandakan bahwa Bi Anni suruh balik.

 ***

One NightWhere stories live. Discover now