Bab III

28 1 0
                                    

~~


Malamnya.

Neve terbangun dari tidurnya kepalanya benar-benar sangat amat sakit, sudah hampir dua minggu Neve mengalami sakit kepala pada malam hari. Keringat bercucuran membasahi pelepisnya, padahal di kamarnya dingin. Tetapi kali ini Neve merasakan sakit yang sungguh luar biasa dari malam-malam sebelumnya.

Gadis itu mencoba untuk duduk, dari posisi tidurnya, bertujuan untuk mengurangi rasa sakit di kepalanya. Tetapi percuma saja, rasa sakit di kepalanya malah semakin menjadi-jadi, Neve pun gagal dengan usahanya untuk meringankan rasa sakitnya. Ia pun kembali pada posisi tidurnya, meringkuk ke arah kiri.

Kedua tangannya mengepal, matanya terpejamkan.  Neve mencoba mengatur nafasnya kembali normal, tetapi sulit. 

Dalam hati, ia berdoa agar di balik semua rasa sakitnya ini, tidak memiliki pertanda buruk untuk hidupnya.Seperti ada bintang melata yang bermain-main di kepalanya, rasanya ingin berteriak tetapi Neve menahannya, walaupun kamarnya kedap suara hanya saja...

"Arggggg" teriaknya tak tahan, semua alasan konyol itu buang saja. Sumpah Neve tidak dapat menahan rasa sakit di kepalanya, nafasnya terengah-engah. Ia semakin menekuk tubuhnya, hingga kedua lututnya berada di depan wajahnya. Ia menggigit bibirnya untuk mengurangi rasa sakitnya itu, Neve terlihat seperti menggigil dengan punggungnya yang bergemetar hebat.

"Sakitttt !!" Jerit Neve, ia menjambak rambutnya frustasi. Sial, bahkan Neve tak sadar bahwa rambutnya rontok di tangannya, rasa sakit di kepalanya semakin menjadi-jadi. Perlahan  pandangan Neve kabur ketika ia membuka matanya, buram dan semuanya gelap.



~~~


Bintang menunggu Neve di depan gerbang besar sekolahnya, ia duduk di motor Ninjanya sambil melihat sekelilingnya. Setiap orang yang masuk Bintang selalu lihat, siapa tahu Neve datang. Sekarang bel tanda masuk pun terdengar , rasa khawatir Bintang terhadap Neve yang tak kunjung datang berada di benaknya

Ia takut bila terjadi hal buruk menimpah Neve, memutar kunci motornya. 

Bintang melajukan motornya ke parkiran, dalm hatinya pun ia berdoa agar Neve baik-baik saja.

Di tempat lain, di kediaman rumah Neve. Bi Anni sedang membangunkan nona mudanya yang masih meringkuk di kasur empuk miliknya, ia pun menyentuh pundak Neve yang masih memejamkan mata sesekali di goyang-goyang pelan.

"Non Neve, bangun non. Sekolahkan hari ini ?" Bi ani duduk di pinggir ranjang big size kamar Neve, Gadis berdarah Italia-Jepang itu menggeliat dan melenguh khas orang bangun tidur, Neve memandang Bi  Anni yang duduk di tepi ranjangnya dengan fokus. Rasa mual di pagi hari seperti biasa datang lagi, dan pandangan Neve buram. Bi Anni mengelus kaki nona mudanya dengan keibuan.

"Bangun non, Mr.Kenzo sudah pulang. Mr. Kenzo sudah menunggu di bawah untuk sarapan bersama, bibi udah siapin seragamnya sama pelaratan mandi." Ujar Bi Anni, ia membantu Neve menyingkap bedcover putih hitam dari tubuhnya.

"Jam berapa ?" Tanya Neve dengan suara serak, Neve menunduk ia tidak dapat memfokuskan pandangannya pada benda lain. Terasa  pusing dan mual, jadi ia lebih memilih untuk memfokuskan pandangannya pada satu pandangan saja, ia  menoleh pun terasa pusing.

 "Jam enam, mandi sana non. Mrs. Messa tidak ikut sarapan, ia belum tiba di Jakarta. Tetapi kata Mr. Kenzo, Mrs. Messa akan jemput nona di sekolah sore nanti. " Neve mengangguk pelan merespon perkataan Bi Anni, lalu Bi Anni pun berdiri hendak melangkah keluar kamar. Tetapi mendengar suara jatuh dari belakangnya, Bi Anni lansung menoleh. Ia mendapati nona mudanya jatuh di tepi ranjang, dengan langkah terponggoh-ponggoh, Bi Anni menghampiri sang nona muda yang kini menutup mata menahan sakit di kepalanya.

One NightWhere stories live. Discover now