Lizara Khasra

108 8 0
                                    


Keheningan sunyi menyeruak dalam fikiran Lizara, gadis delapan belas tahun yang kini menginjak kelas tiga Aliyah. Tatapannya kosong memandang pelajaran, seperti orang yang sedang larut dalam jurang masalah. Ketukan suara spidol di papan tulis tidak lagi dia hiraukan.

"Lizara," Fasya menyenggol lengan Lizara.

Fasya mungkin faham kalau mood sahabatnya itu sedang tidak baik.

"Apa Fasy?" jawabnya tak bersemangat.

"Lu kenapa? jangan melamun, nanti bisa dihukum sama Pak Saefun,"

"Biarin, gue lagi nggak mood pelajaran."

Fasya hanya menggelengkan kepala saat mendapati jawaban Lizara yang segampang itu. Fikiran Lizara kalut saat mengingat ucapan keluarganya saat dia berada di rumah kemarin ketika libur pesantren. Keluarganya yang selalu menyudutkan dirinya. Bagi keluarganya, Lizara adalah anak yang tidak diharapkan. Berbeda dengan Ressa yang selalu diemaskan. Secara fisik Lizara memang kalah dengan Ressa. Ressa yang anggun, cantik, putih, serta bermata sipit seperti gadis korea. Sedangkan Lizara? gadis itu berkulit hitam, bertubuh gendut, dan wajah yang tidak terlalu cantik bahkan sama sekali tidak cantik.

Lizara berada di pesantren karena keinginannya sendiri, karena dia lelah jika harus dibandingkan dengan Ressa.

"Ressa itu cantik ya Pa, cocok kalo pakai warna merah muda soalnya kulitnya putih," Puji Reni, ibunda Lizara.

"Berbeda dengan Lizara, pakai warna merah muda malah terlihat aneh," tambah Yudi sang ayah.

Teringat jelas semua itu dalam memori Lizara. Sering berfikir, anak siapa dia hingga dia selalu di jelekkan dibanding dengan Ressa yang diemaskan.

"Lizara Khasra!" suara tegas itu menyeruak dalam ruangan kelas.

Lizara mendongak, terkejut dengan tatapan pak Saefun yang menyeramkan itu. Satu kelas menatap dirinya dengan tatapan kasihan karena sebentar lagi akan mendapat hukuman dari Pak Saefun karena telah melalaikan pelajarannya.

"Ke-"

"Tet... tett... tettt" Ucapan pak Saefun terhenti saat bel berbunyi tanda istirahat.

"Alhamdulillah!" ujar siswa kompak.

Pak Saefun menatap tajam pada Lizara dan semua siswa. sementara gadis itu hanya menunduk diam tak berkutik.

"Lizara, kamu saya hukum untuk meresum halaman 50 dan besok dikumpulkan di ruangan saya. sekian dari saya, Assalamualaikum warahmatullahi."

"WaalaikumsalamWarahmatullahi Wabarakatuh."

.......

Jam dua siang menandai berakhirnya pelajaran hari ini. Para siswa berdesakan untuk keluar dari gedung Aliyah menuju pesantren, gedung pesantren dan Aliyah memqng terpisah. Hal itu, dimaksudkan agar mereka lebih fokus saat belajar dan tidak terganggu dengan kebisingan para santri yang di pesantren. Karena di sini tidak semua para santri juga sekolah, ada juga yang hanya mondok dan tidak bersekolah, dan ada juga yang sekolah tapi tidak mondok.

"Li tau nggak?"

"Nggak tau dan nggak mau tau," titah Lizara.

"Ah, nggak asik lu. Bodo amat lah, intinya gue mau cerita sama lu," Ujar Fasya yang bersiap untuk bercerita.

"Denger-denger nih ya, Gus Ajran bakal boyong dari pesantren. Dan ngajar disini. Uwowww Lii, lu tau nggak dia itu ganteng banget. Lope-lope dan guss," ujar Fasya.

"Lebay lu Fasy," balasnya cuek.

Fasya terlihat sedikit sebal dengan jawaban Lizara itu. Meski begitu, Fasya tidak pernah membencinya. Karena baginya, Lizara adalah malaikatnya. Jika diingat kejadian dua tahun lalu, ketika itu Fasya sedang digoda oleh para preman pinggir jalan. Lizara yang saat itu sedang berada dijalan hendak kembali dari toko buku melihatnya, langsung dengan sigap menghajar preman itu. Biarpun jelek begitu, Lizara pernah ikut kursus Bela diri di sekolahnya dulu.

Fasya saat itu menangis tersedu ketakutan dengan memegang tas besar berisi pakaian. Dan saat itu pula Fasya bercerita kalau dirinya sedang berusaha kabur dari pesantren, mulai dari situlah awal pertemanan mereka.

"Eh Li, ayo kesana! pasti itu Gus Ajran yang disambut."

Lizara pasrah saat digandeng Fasya, Mengekor dibelakangnya untuk melihat...- siapa tadi? Gus... guss... giss.. ah yaa bugis! begitu fikir Lizara.

"Umi, abi," lelaki itu dengan takdzim mencium punggung telapak tangan orang tuanya.

Para santri bedecak kagum dengan wajah gus mereka yang sangat tampan. Berbeda dengan Lizara yang bersikap tidak perduli.

"Gadis itu berbeda dengan lainnya, dia malah mematung tidak seperti santri lainnya yang sibuk memujiku." gumam Gus Ajran.

"Lizara Khasra! ada telepon dari keluarga!" teriak seorang pengurus diseberang. Karena banyaknya santri yang melihat gus Azran, pengurus itu jadi harus berteriak.

Gus Ajran tersenyum, "Lizara Khasra." gumam gus Ajran.

Tulisa pertama di Wattpad. Masih banyak typo jadi tolong dimaafkan.. Kritik dan saran masih diperlukan. 😘

CINTA di LANGIT ALIYAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang