Dulu kau adalah bagian dari kebahagiaan ku, namun sekarang aku telah menyadari suatu hal. Jika engkau tidak lebih dari penyebab kehancuran hati ku.
.
.
Dulu kau berkata pada ku, mengucapkan kata-kata manis yang membuatku lupa akan sekitar. Kau membuat ku mulai menaruh hati kepada mu, membuat ku ingin lebih dan lebih mencintai dan mengharapkan mu tanpa ku ketahui makna dibalik semua perbuatan dan kata-kata manis mu kepada ku.
.
.
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Selama itu kau bersandiwara di depan ku. Berpura-pura jika memang akulah yang kau miliki waktu itu. Namun, selama itu pula kau bermain api dibelakang ku.Andaikan waktu itu aku tidak mengetahui kebenaran apa yang telah teman ku sampaikan pada ku tentang kebohongan yang telah kau lakukan dibelakang ku. Mungkin hingga saat ini aku akan selalu mengharapkan dan mencintai mu lebih dari apa yang kau bayangkan. Namun nyata nya tuhan lebih menyayangi ku dengan cara membongkar jati dirimu yang sesungguhnya melalui teman ku.
.
.
Entah apa yang aku rasakan saat itu. Benci? Kecewa? Kesal? Sakit hati? Atau mungkin lebih dari itu.Namun aku pendam semua perasaan itu karena aku tidak mau mengganggu dan membebani mu dalam hubungan mu bersama nya. Di satu sisi aku rela kau bersamanya, namun disatu sisi aku pun benci harus mengakui nya jika aku berharap agar hubungan kalian tidaklah akan baik-baik saja.
.
.
Hari-hari yang aku lalui setelah semua kejadian itu hanyalah omong kosong. Aku berpura-pura terlihat baik dan merelakan mu, namun jauh di lubuk hati ku aku berharap kalian hancur dan merasakan apa yang aku rasakan.
.
Selang beberapa bulan setelah semua kejadian itu, aku bisa merelakan nya. Dan benar-benar memendam perasaan itu jauh di dasar lubuk hati ini. Hingga suatu hari tanpa disengaja aku membaca sisa-sisa percakapan yang masih aku simpan di ruang obrolan kita. Aku membaca dengan seksama dan membayangkan semua yang dulu pernah aku lakukan dengan mu.Hingga aku tersadar jika selama ini aku telah menggunakan topeng demi menutupi semua rasa kecewa ku pada mu. Aku dengan bodoh nya membuka luka lama yang telah aku pendam jauh-jauh.
.
.
.
Mengapa aku tidak bisa megutarakan kekecewaan ku padanya karena telah membohongi ku? Di sinih akulah yang menjadi korban, namun kenapa seakan-akan aku lah yang menjadi pelaku utamanya? Aku selalu mengalah dan mengorbankan rasa sakit dan kekecewaan ku demi melihat orang yang aku sayang bahagia, hingga aku lupa bagaimana cara nya aku mencintai diriku sendiri.