0.7 fool

306 30 12
                                    

Sept 2nd, 2008.

Bunyi gesekan tanah dan rentang udara yang mengenai rambutmu. Mengikuti jalan tempatmu mencari kepastian. Dunia sungguh egois, perasaanmu terdampak.

Apa artinya harapan? Itu hanya ilusi dari sekian banyak hal menyenangkan yang kaubuat dengan kepala dingin, membuatmu hanyut pada bayangan dan perasaanmu yang kian meronta. Hingga kini, berkali-kali harapan itu tercipta, kau masih belum menyadari bahwa ia sendiri masih ditempat yang sama, diujung sana.

Kau tidak merasa salah, mungkin hanya sedikit gegabah mengingat perasaannya masih belum untukmu. Bukan, bukan belum, hampir mustahil bahkan.

Kau tertawa memikirkan nasibmu didepan toko kelontong itu, menunggunya keluar dari gerbang hitam tinggi. Penyesalan tak berujung memenuhi pikiranmu.

'Seharusnya aku tidak kesini.
Pulang lebih awal, seharusnya aku langsung menuju rumah...'

Hingga kau kembali ke halte dengan langkah yang tertatih, seakan waktu berjalan lambat, jalan semakin panjang, dan dia yang semakin jauh dimata.

Sesekali berani tak ada salahnya, pikirmu. Tapi bukan berarti kau sudah benar-benar kehilangan rasa takut. Bahkan tubuhnya diseberang sana seolah mengolok atas dasar kebodohanmu.

Dia menemukan netramu dari jarak tak ada selebar tombak dengan sorot mata yang redup, seolah mengatakan, "Kau menghampiriku?" Sakit memang, senyumnya yang tadi menawan melewatimu begitu saja seolah dimatanya kau tak pernah bernilai apa-apa.

Acuh pada tatapan itu.
Kau malu. Malu dengan dirimu yang terlihat semakin menyedihkan.[ ]

[ ]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

14 YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang