Jilid 1________
Sinar Matahari pagi menmbusi kertas tipis tutup lobang daun jendala sebuah kamar mandi,
menyinari tubuh seorang wanita muda yang putih halus licin bagaikan gading.
Suhu air panas yang digunakan untuk merendam tuibuhnya, mungkin sama dengan suhu sinar
matahari pagi itu. Ia dengan malas malasan terlentang di dalam bak mandi berisi air panas,
sepasang kakinya yang runcing halus diletakkan tinggi tinggi diatas pinggiran bak,
membiarkan telapak kakiknya disoroti oleh sinar matahari pagi....ia membayangkan, itulah
tangan kekasihnya yang sedang mengelus elus kakinya.
Tampaknya ia sangat senang dan gembira sekali dengan cara mandi demikian. Setelah
melakukan perjalanan hampir setengah bulan lebih lamanya, cara mandi demikian telah
membuat ia melupakan segala keletihan selama dalam perjalannya yang panjang itu. Sekujur
tubuhnya semua terendam dalam air hangat, hanya bagian kepada dan mukanya dengan
sepasang matanya yang setengah terbuka saja yang berada diatas permukaan air, dengan
matanya itu memandang kearah kakinya yang indah.
Sepasang kaki itu pernah mendaki gunung yang tinggi, pernah menyebrangi sungai yang
dalam, pernah melakukan perjalanan tiga hari tiga malam berturut turut digurun pasir yang
panas, juga pernah melakukan perjalanan diatas air sungai yang sudah membeku menjadi
salju.
Sepasang kaki itu pernah menendang sampai mati tiga ekor srigala kelaparan, seekor kucing
liar, pernah menginjak sampai mati entah berapa banyak ekor ular berbisa, pernah juga
menendang diri seorang kepala berandal yang banyak tahun mengganas digunung Kie lian
san, hingga terjatuh kedalam jurang yang dalam.
Tetapi sekarang, sepasang kaku itu tampak dan masih tetap demikian runcing dan indah,
demikian halus dan putih bersih, sedikit cacatpun tidak dapat ditemukan. Biarpun seorang
gadis pingitan yang belum pernah melangkah keluar dari dalam kamarnya, belum tentu
memiliki kaki yang demikian indah sempurna.
Dalam hatinya ia merasa puas.
Diatas perapian masih terdapat air panas. Ia lalu menambah lagi air panas kedalam bak
mandinya. Meskipun airitu sudah cukup panas, tapi ia masih perlu menambah panas sedikit
lagi, sebab ia paling senang dirinya dipanasi demikian rupa.
Ia suka sekali dengan berbagai jenis dan berbagai cara yang mengandung ketegangan.
Ia suka menunggang kuda yang bisa lari paling cepat, mendaki gunung yang paling tinggi,
makan hindang yang paling pedas, minum arak yang paling keras, mainkan senjata yang
paling tajam, membunuh orang yang paling jahat.
Orang lain sering berkata: “Ketengangan urat syaraf paling mudah membuat orang perempuan
lekas tua”
Akan tetapi pepatah kata itu tidak berlaku baginya. Matanya, buah dadanya masih tetap
membusung tinggi dan padat. Pinggangnya masih tetap ceking langsing, perutnya pun masih